Kejuaraan Asia Beregu Campuran atau Asia Mixed Team Championships 2017 baru saja berakhir, Minggu (19/2) lalu. Jepang tampil sebagai juara di edisi perdana yang dihelat di Ho Chi Minh, Vietnam  setelah menang telak 3-0 atas Korea Selatan. Tiga bulan setelah ini kejuaraan beregu yang lebih prestisius, Piala Sudirman akan dihelat di Gold Coast, Australia, 21-28 Mei.  Apakah ada benang merah antara Ho Chi Minh dan Gold Coast?
Kemenangan Jepang cukup fenomenal. Korea Selatan diunggulkan di tempat kedua, di atas Jepang. Selain itu Negeri Ginseng tersebut berhasil menyingkirkan unggulan pertama, Tiongkok di semi final. Namun di laga pamungkas skuad Negeri Matahari Terbit benar-benar tampil klimaks, sapu bersih tiga partai dalam dua game.
Ganda putra nomor tiga dunia, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda membuka keunggulan Jepang usai mengandaskan Kim Gi-jung/Yoo Yeon-seong, 21-15 21-16. Kemenangan straight setjuga diraih tunggal putri yang turun di partai kedua, Akane Yamaguchi. Akane yang kini berperingkat enam dunia sukses meladeni pemain peringkat tiga dunia, Sung Ji-hyun dengan skor akhir 22-20 23-21.
Kenta Nishimoto melanjutkan tren positif Jepang saat menghadapi tunggal putra Korea, Jeon Hyeok-jin. Kemenangan Kenta 21-13 dan 21-16 sekaligus memastikan gelar juara menjadi milik Jepang. Dua laga tersisa tidak dimainkan karena sudah pasti tak mempengaruhi hasil akhir.
Di babak delapan besar Jepang harus bersusah payah menghadapi Indonesi. Para pemain muda Indonesia berhasil memberikan perlawanan berarti dengan mencuri dua poin pertama. Namun di tiga partai selanjutnya Jepang berhasil bangkit dengan mengandalkan para pemain terbaik dunia.
Kemenangan Jepang menjadi alarm bagi tim-tim kuat lainnya. Jepang menorehkan hasil baik di turnamen yang bisa disebut sebagai pemanasan jelang Piala Sudirman ini.Meski tidak bertalian secara langsung, setidaknya peta kekuatan bulu tangkis Asia mulai terbaca.
Sepanjang turnamen di Vietnam, Jepang mencatatkan hasil sempurna di nomor ganda putri dengan rekor kemenangan 100 persen. Di nomot tunggal putra dan ganda putra pun mencatatkan prosentase tertinggi, mencapai 83,3 persen kemenangan. Artinya Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, ganda putri jagoan Jepang itu masih menjadi yang terbaik. Selain pasangan nomor satu dunia tersebut, ganda putra Takeshi/Keigo pun patut diwaspadai oleh negara-negara lain.
Selain kekuatan individu, secara tim pun Jepang menunjukkan peningkatan. Pada edisi Piala Sudirman sebelumnya yang dihelat di Dongguan, Tiongkok, Jepang berhasil mencapai final sebelum dikalahkan tuan rumah 0-3.
Jepang pun mencatatkan hasil impresif di bulan Mei 2014 saat Piala Thomas dan Piala Uber dihelat di India. Menekuk favorit juara Tiongkok di semi final dan menang tipis 3-2 atas Malaysia di final, Jepang pun membawa pulang gelar beregu putra prestisius tersebut untuk pertama kali.
Sebaliknya hasil baik Jepang ini meninggalkan Tiongkok dengan tanda tanya besar. Ada apa dengan sang raksasa? Seperti Indonesia dan beberapa negara lainnya, Tiongkok tidak membawa para pemain senior seperti Lin Dan dan Chen Long di tunggal putra, Li Xuerui di tunggal putri serta Fu Haifeng di nomor ganda. Para pemain muda sepertinya belum bisa berjalan sendiri, menjadi andalan untuk mewujudkan ekpektasi sebagai unggulan teratas.
Bukan kali ini saja Tiongkok menuai hasil tak memuaskan. Tanda-tanda penurunan prestasi sudah terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Di dua edisi Piala Thomas terakhir, Tiongkok tak lagi juara. Termasuk saat menjadi tuan rumah di edisi terakhir pada 2016, tuan rumah malah lebih dulu tersisih di delapan besar.
Tahun yang sama pula Tiongkok meredup di Olimpiade Rio de Janeiro. Alih-alih mengulangi pencapaian di Olimpiade London 2012 dengan lima emas, di Brasil itu sang raksasa hanya kebagian dua emas. Satu dari tiga emas yang lepas itu direbut Jepang melalui Misaki/Ayaka.
Misaki/Ayaka kini menjadi penguasa di sektor yang sebelumnya dikuasai Tiongkok. Begitu juga di tiga nomor lain yakni tunggal putra, tunggal putri dan ganda putra tak ada pemain Tiongkok yang duduk di puncak. Satu-satunya pemain Tiongkok yang menyandang status rangking satu adalah ganda campuran  Zheng Siwei/Chen Qingchen.
Di Vietnam Indonesia gagal mewujudkan target yakni tembus babak semi final. Harus diakui Jepang dengan beberapa amunisi terbaik masih terlalu tangguh bagi para pemain muda Indonesia. Hasil baik di tunggal putri menjadi angin segar bagi masa depan bulu tangkis Indonesia.
Seperti disinggung sebelumnya, turnamen beregu campuran tersebut belum bisa menjadi tolak ukur sepenuhnya untuk Piala Sudirman nanti. Selain ruang lingkup persaingan yang lebih kecil, para pemain yang diturunkan tak sepenuhnya mewakili kekuatan di kejuaraan dua tahunan tersebut.
Seperti kepada Tiongkok, kejuaraan di Vietnam itu juga memberi peringatan kepada Indonesia. Jepang, begitu juga Thailand yang menjadi semi finalis adalah calon lawan dengan kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pada Piala Sudirman 2015, Indonesia terhenti di semi final, kalah 1-3 dari sang juara. Kekalahan itu memperpanjang penantian Indonesia sejak terakhir kali juara di edisi perdana kejuaraan yang mengambil nama bapak bulu tangkis Indonesia Dick Sudirman pada 1989. Artinya 28 tahun sudah Indonesia menantikan kembalinya trofi legendaris tersebut.
Apakah tahun ini penantian itu berakhir? Melihat performa para pemain Indonesia, terutama di sektor putri di Vietnam, dan sektor-sektor lain, sepertinya Indonesia masih harus bekerja keras, bahkan lebih keras lagi. Bukankah begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H