Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Level Turnamen Badminton Internasional Bakal Berubah, Berkah atau Petaka?

31 Januari 2017   12:57 Diperbarui: 31 Januari 2017   13:41 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kita mengenal sejumlah jenjang atau level turnamen internasional seturut kalender Badminton World Federation (BWF). Setidaknya ada lima level turnamen berlaku selama ini. Itu dimulai dari olimpiade dan kejuaraan dunia (level satu), super series premier dan super series final (level dua), super series (level tiga),grand prix gol (level empat) dan grand prix di level lima.

Jenjang ini dipastikkan akan berubah sejak tahun depan hingga 2018 nanti. Akan ada perubahan sejak level kedua. Setelah jenjang olimpiade dan kejuaraan dunia, akan diisi satu kategori yang levelnya di atas super series premier dan super series final.

Saat ini turnamen super series premier yang mulai diperkenalkan pada 2006 dan berlaku setahun kemudian digelar di lima negara yakni Inggris (All England), Malaysia, Denmark, Indonesia dan Tiongkok. Setelah susunan baru berlaku, maka level turnamen tersebut akan turun ke level ketiga.

Di level kedua akan ada satu turnamen dengan nama resmi belum diumumkan oleh federasi bulu tangkis dunia itu. Muncul spekulasi, seperti dikutip dari badmintonindonesia.org, level turnamen tersebut akan mengambil nama premier of premier.

Tentu dengan perubahan susunan ini jelas membuat kualifikasi dan syarat sebuah turnamen menyandang status mentereng itu akan berubah. Sudah pasti kriterianya akan lebih prestisius dari level super series premier.

Masih dari sumber yang sama, prize money atau total hadiah yang diberikan di turnamen tersebut minimal satu juta dollar AS. Tidak hanya soal hadiah. Berbagai sarana, dan fasilitas akomodasi sebelum, selama dan sesudah pertandingan digelar pun harus dijamin lebih dari biasanya.  Selain sarana dan fasilitas pertandingan, aparatur pertandingan dan pelayanan panitia kepada para peserta, pemilihan hotel dan berbagai hal penting lain akan berada dalam standar tertentu.

Menurut keterangan Bambang Roedyanto, Kasubid Hubungan Internasional PP PBSI, saat ini sedang berlangsung bidding,menentukan tiga negara yang paling pas menjadi tuan rumah. Hasilnya bakal diumumkan pada Maret tahun ini. Lantas bagaimana peluang Indonesia?

Sebagai tuan rumah peluang Indonesia terbuka lebar. Menurut pria yang karib disapa Rudy itu, Indonesia juga mengajukan diri untuk menjadi salah satu penyelenggara turnamen level dua itu. Pengalaman menyelenggarakan turnamen level supe series premier sejak 2011 sudah menjadi bukti. Dari segi hadiah, Indonesia sudah memenuhi syarat. Penyelenggaraan Indonesia Open edisi terakhir, Indonesia menyediakan total hadiah 900 ribu dollar AS atau setara Rp12 miliar. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 800 ribu dollar AS.

”Dari segi jumlah prize money, kita sudah memenuhi syarat, dimana bahkan mulai tahun ini turnamen super series premier kita menawarkan hadiah sebesar satu juta Dollar AS,” lanjut Bambang.

Selain itu, penyelenggaraan Indonesia Open SSP selama ini selalu berpredikat terpuji. Tuan rumah Indonesia selalu mendapat acungan jempol dan pengakuan dari BWF. Keberhasilan menggabungkan sport dan hiburan (enternainment) menjadikan Indonesia sebagai salah satu turnamen percontohan.

Semarak Indonesia Open Super Series Premier 2016/Djarumbadminton.com
Semarak Indonesia Open Super Series Premier 2016/Djarumbadminton.com
Tak hanya dari segi total hadiah, mengikuti alur level turnamen yang ada, poin yang diraih para pemain di turnamen ini sudah pasti lebih tinggi. Sebagai perbandingan, juara super series premier saja misalnya berhak atas 11.000 poin, selisih 1.000 poin dari juara dunia atau peraih emas Olimpiade dan terpaut 1.800 poin dari jawara turnamen level tiga. Sementara runner up super series premier mendapat 9.350, jauh lebih banyak dari runner up turnamen level tiga dengan 7.800 poin. Begitu pula selanjutnya.

Demikian pula persyaratan kepesertaan. Pada level super series premier para pemain di lingkaran 10 besar dunia wajib hadir bila tidak ingin mendapat pengurangan poin bila tak ambil bagian. Belum diketahui persyaratan terkait hal ini pada turnamen level premier of premier.

 “Kita tunggu saja hasil bidding, nanti akan dijelaskan juga ketentuan turnamennnya, seperti jumlah poin, siapa yang wajib hadir, jadwal pertandingan dan sebagainya. Yang pasti, persaingan akan lebih ketat di level ini,” sambung Rudy.

Bagi para pemain dan negara peserta, berubah, lebih tepatnya bertambahnya level turnamen bisa menjadi peluang bagus. Tambahan level turnamen dengan ganjaran hadiah dan poin menggiurkan memacu para pebulutangkis untuk tampil lebih baik. Jumlah poin yang besar menjadi tabungan berarti untuk tampil di jenjang lebih tinggi seperti olimpiade misalnya.

Namun di sisi lain menuntut kerja lebih. Dari pihak pemain, tingkat persaingan sudah pasti semakin ketat. Bila ingin tampil di turnamen level dua itu tidak ada syarat lain selain bekerja keras. Semua pemain dari negara manapun pasti mengimpikan bisa tampil di ajang tersebut dengan segala kemewahannya itu.

Sementara dari pihak PBSI diperlukan strategi jitu untuk mengirim pemain. Bertambahnya turnamen ini jelas semakin membuat agenda para pemain elit kian padat. Mereka tidak hanya diagendakan tampil di lima turnamen super series premier saja. Ada juga jadwal super series final, kejuaraan kontinental seperti Piala Asia, Olimpiade, Kejuaraan Dunia dan turnamen beregu seperti Piala Sudirman, Piala Thomas dan Piala Uber.

Padatnya jadwal tersebut menuntut kebijakan strategis dari PBSI dan tim pelatih. Bagaimana mengoptimalkan peluang turnamen yang ada di satu sisi, serta mengatur agar puncak performa tetap terjaga dan rangking mereka terus meningkat di sisi lain.

PBSI perlu memiliki kebijakan yang jelas terhadap para atlet. Turnamen mana saja yang sebaiknya diikuti oleh para pemain elit, dan turnamen mana yang patut diberikan kepada para pemain muda. Meski begitu, kepada para pemain pun tetap diberikan standar yang jelas apakah mereka pantas naik kelas atau perlu bekerja lebih keras agar tidak turun kelas.

Jangan sampai bertambahnya turnamen semakin memusingkan PBSI dan membuat para pemain tertentu benar-benar diperas tenaganya. Padahal kita memiliki stok pemain berlimpah untuk diberikan kesempatan.

Rencana susunan level turnamen BWF 2018 – 2021 :

Level 1 : olimpiade, kejuaraan dunia, final super series

Level 2 : nama kejuaraan masih dalam proses penetapan – tiga negara penyelenggara (prize money minimal satu juta Dollar AS)

Level 3 : super series premier – lima negara penyelenggara (prize money minimal 700 ribu Dollar AS)

Level 4 : super series – tujuh negara penyelenggara (prize money minimal 250 ribu Dollar AS)

Level 5 : grand prix gold (prize money minimal 150 ribu Dollar AS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun