Akhir tahun semakin dekat. Masa liburan Natal dan Tahun Baru segera menyapa. Bayang-bayang destinasi pelepas lelah setelah sekian bulan berkutat dengan rutinitas terasa kian pekat. Ketidaksabaran untuk segera beranjangsana melintasi laut, melewati angkasa atau membelah daratan semakin membuncah. Hampir tak ada yang tak ingin liburan, bukan?
Sudah beberapa bulan lalu saya dan keluarga merencanakan liburan ke Flores, salah satu pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain berniat pulang kampung, sekaligus menjadi momentum untuk kembali meneguk kesegaran dari sajian panorama alamnya yang indah dengan kontur berbukit-bukit, lautan yang biru bening yang menyimpan keindahan bawah laut yang eksotik serta menapak tilas sejarah yang kini masih terpatri diperkampungan tradisional dengan nuansa kultural yang masih pekat.
Sejak satu dekade terakhir saya dan keluarga sedikit berjarak dengan nusa tempat kelahiran. Merantau ke ibu kota membuat kami sedikit lepas dari ikatan sosial-budaya dan alam dengan tempat dari mana kami berasal, yang telah memberi kami kehidupan selama belasan tahun pertama. Dua tahun terakhir niat untuk kembali ke kampung tak terlaksana karena kesibukan, maka tahun ini kami berteguh hati untuk bersiap diri lebih awal menyingkirkan aneka aral yang berpeluang menghadang.
Tiket perjalanan sudah di tangan. Orang-orang yang akan dikunjungi berikut tempat-tempat yang akan disinggahi sudah masuk dalam daftar. Selain ke kampung halaman bertemu kerabat dekat, kami juga berniat ke sejumlah destinasi wisata seperti danau tiga warana Kelimutu di Kabupaten Ende , taman laut 17 pulau di Riung, Kabupaten Ngada dan mengakhiri liburan di ujung Pulau Bunga (julukan Pulau Flores) untuk kembali melihat dari dekat satwa purba Komodo dan sejenak “mencuci mata” dengan keindahan alam bawah laut di sekitarnya.
Waktu liburan tidak panjang karena itu kami harus berpikir masak-masak untuk memperhitungkan banyak hal mulai dari urusan akomodasi hingga kesanggupan tenaga untuk siap berpetualang dari Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada sebagai titik start sekaligus titik kumpul keluarga dekat, menuju Kabupaten Ende selanjutkan berbalik kembali ke arah barat menuju Labuan Bajo, Manggarai Barat. Membayangkan perjalanan darat dengan medan menantang melintasi sebagian pulau Flores itu cukup membuat jantung berdebar, antara cemas tak sanggup mencapai garis akhir juga tidak sabar untuk segera melihat dari dekat panorama Flores setelah ditinggal sekian tahun bersama orang-orang tersayang. Amboi!
Siap menangkap momen
Momen tidak datang dua kali. Kesempatan datang sekali saja. Semua orang mengamini itu, tak terkecuali mereka yang suka berpetualang atau bepergian. Para travelerdan siapa saja yang menghayati prinsip itu akan selalu membekali diri dengan alat perekam momen yang mewujud dalam gadgetatau perangkat elektronik. Dengan dan hanya melalui perangkat itu kesempatan yang tidak datang dua kali itu diabadikan. Meski locus atau tempat selalu sama, momentum saat berada di tempat tersebut tidak akan terulang sama persis.
Jangankan menanti di tempat-tempat eksotis, menemukan diri saat bangun tidur atau sekadar berada di sebuah warung makan sederhana dengan cepat memantik naluri untuk segera mengambil kamera. Meski panggilan dasariah untuk mengekpresikan diri dalam semangat narsistik membuncah, tokh aksi tersebut bisa dibaca sebagai ketakutan akan kehilangan kesempatan langka yang tidak akan berulang.
Untuk perjalanan tak biasa ini saya merasa tidak cukup bila hanya membekali diri dengan kamera ponsel seadanya. Dorongan hati pun mengantar saya ke sebuah outlet Electronic City yang terletak di Pamulang, Tangerang Selatan.
Sore yang mendung di awal Desember,namun tak sukar mendepatkan gedung megah yang berdiri persis di pinggir jalan Siliwangi yang baru saja dipercantik. Memasuki gedung tersebut saya langsung disambut seorang lelaki murah senyum dengan sapaan ramah dan gestur yang bersahabat.