Berbeda dengan klub-klub lain, terutama para raksasa, yang sebagaimana biasa tak bisa diam di setiap bursa transfer, pada musim panas ini Pochettino tidak terlalu agresif di jendela transfer. Pasti banyak yang bertanya-tanya, mengapa pria Argentina itu tak mau merogoh kocek setidaknya untuk satu dua pemain bintang? Apakah Spurs tidak punya banyak uang?
Jawabannya tentu bukan karena keterbatasan uang dan lemahnya negosiasi. Tetapi karena Pochettino merasa bahwa tidak perlu ada perubahan lagi pada timnya. Sistem, skema, dan identitas tim sudah ada sehingga tidak perlu dibongkar pasang, apalagi dirombak lagi.
Kepaduan itulah yang membedakan Spurs dengan tim-tim elit lainnya. Karakter bermain sudah terlihat, dan para pemain sudah tahu apa yang dikehendaki sang pelatih. Menurut Jenas lagi, saat tidak bermain baik saja mereka sudah mampu mengambil poin, bagaimana kalau mereka bermain baik.
Menghadapi Spurs, catatan penguasaan bola City yang tinggi (rata-rata 64%) akan mendapat hadangan. Dua tim yang sekilas secara statistik memperlihatkan dominasi gaya berbeda, agresif versus defensif, akan saling beradu. Spurs yang tercatat memiliki persentase kemasukan paling sedikit akan menantang Manchester Biru yang dominan.
Namun gaya tersebut tak sepenuhnya menunjukkan karakteristik bermain. Meski kemasukan paling sedikit tidak berarti bahwa Pochettino mengamini gaya bertahan. Menurut catatan BBC.co.uk, dibanding City, persentase shots per game(tembakan) Spurs lebih tinggi dari City, sekaligus yang tertinggi dibanding tim-tim lain. Jumlah gol yang sudah tercipta pun tak berbeda jauh. City hanya 8 gol lebih banyak dari Spurs yang sudah mengemas 10 gol sejauh ini.
Catatan tersebut memperlihatkan bahwa pertandingan ini akan menjadi ujian berat City. Tim yang akan mereka hadapi adalah tim yang sudah terbentuk, setidaknya jauh lebih padu dalam arti terintegrasi antara pemain muda dan pemain senior, dan antara keinginan pelatih dan kemampuan para pemain.
City memiliki Sergio Aguero yang sudah mencetak lima gol dalam empat pertandingan. Namun Spurs punya Son Heung-min-selain Harry Kane, Arik Lamela dan Dele Alli-yang tengah naik daun. Pemain Korea Selatan itu menjadi mimpi buruk lawan-lawannya dalam tiga laga terakhir dengan memborong gol yang kini total berjumlah 4 gol.
Head to head 32 pertemuan kedua tim, Spurs lebih dominan dengan 17 kemenangan (termasuk di pertemuan terakhir pada awal Februari tahun ini dengan skor 2-1), 11 kekalahan dan empat hasil seri. Catatan ini semakin menyemangati Hugo Lloris dan kolega untuk melanjutkan hasil positif. Tidak hanya untuk mencatatakan hasil baik di lembaran sejarah pertemuan kedua tim, juga untuk menunjukkan diri bahwa mereka pantas diperhitungkan sebagai kandidat juara musim ini.
Musim lalu, Spurs nyaris membuat kejutan andai saja tidak terjatuh di akhir musim. Ada yang menilai saat itu para pemain telah kehabisan tenaga karena terlalu dipaksa Pochettino. Kelesuan saat menghadapi Liverpool pada akhir Agustus menunjukkan hal itu. Tingkat kebugaran bergerak negatif.
Saat ini, Jenas yakin Spurs sudah jauh lebih matang baik dalam skill maupun kebugaran. Berbeda ketika ia di White Hart Lane sejak 2005-2013, Spurs kini digerakkan oleh sosok muda, energik dan ambisius untuk memenangkan gelar. Tidak hanya bermimpi dan berambisi besar, menurut Jenas, Pochettino dan para pemain pun pun sudah tahu apa yang perlu mereka lakukan untuk mewujudkannya, termasuk saat menjamu City nanti.