Selain itu, film ini secara tidak langsung mengantar kita untuk bernostalgia dengan Jakarta tempo doeloe.Menurut Produser Eksekutif SA Films, Alex Sihar, rumah besar keluarga Sukardan diidentifikasi berada di seberang jalan Sambas, Jakarta. Sihar memperkirakan bangunan rumah tersebut sudah berganti sebuah bank swasta di Jalan Melawai, yang menghadap arah Jalan Sambas. (Kompas,Minggu 14 Agustus 2016)
Bila saat ini kita ke tempat tersebut, maka yang kita temukan adalah apa yang menjadi potret Ibu Kota saat ini yakni kemacetan, kepadatan, kepengapan, yang menghadirkan kepenatan. Melihat film tersebut, kita seperti merindukan Jakarta masa lalu.
Pertanyaan ini lebih diarahkan pada ihwal restorasi yang dengan sendirinya berkaitan dengan arsip dan dokumentasi. Tiga Dara yang dibungkus oleh kata restorasi sesungguhnya menjadi tema besar dan penting dalam dunia perfilman tanah air.
Pertama, restorasi adalah kerja berat dan melelahkan seperti dijelaskan Michael terhadap seluruh proses restorasi Tiga Dara. Secara teknis tahap pertama restorasi meliputi pemeriksaan fisik atas kopi asli film (seluloid, 35mm), permbersihan secara fisik, perbaikan, dan pemulihan yang masih mungkin dilakukan. Proses ini melibatkan ahli restorasi film dari Indonesia dan Italia, dengan memanfaatkan fasilitas dan teknologi restorasi fisik film terkini.
“Setelah proses pembersihan, perbaikan, dan pemulihan secara fisik tersebut, kopi asli film selanjutnya akan di-scan pada resolusi 2K dan 4K. Hasil scanning pada kedua resolusi tersebut selanjutnya akan melalui proses restorasi digital yang panjang, baik secara manual (frame-by-frame), maupun secara otomatis,”lanjutnya.
Tahap ini sepenuhnya dikerjakan oleh ahli restorasi digital dari Indonesia (PT. Render Digital Indonesia), dengan supervisi dari beberapa insan perfilman Indonesia yang memiliki referensi teknis tentang film tersebut.
Tahap selanjutnya adalah restorasi suara. Tahap ini sangat penting mengingat film tersebut adalah drama musikal. Restorasinya untuk mendapatkan resolusi 2K dengan teknologi laser pada studio restorasi mutakhir yakni laboratorium Film L’immagine Ritrovata di Bologna dan teknologi steen-back manual pada studio PT. Render Digital Indonesia.
Menurut Alex, proses pembersihan dan fisik di Bologna dilakukan menggunakan mesin pembersihan ultrasonik dan kimia berkali-kali. Kondisi film yang cukup parah menuntut proses pembersihan secara manual dengan tangan reel per reel. Setelah jamur dibersihkan dan perforasi diperbaiki, frame yang robek atau pecah dirangkai kembali.
“Hasil scanning dari kedua studio tersebut, selanjutnya akan dikombinasikan, untuk mendapatkan hasil restorasi suara yang paling mendekati sempurna,”lanjutnya.
Proses panjang dan rumit itu, baik restorasi maupun digitalisasi memakan waktu sekitar enam bulan dan menelan dana tak sedikit yakni Rp3 miliar. Itupun sudah ditekan semaksimal mungkin dari kemungkinan Rp5miliar.