Kurang dari sebulan lagi kita menyaksikan Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan bertandem. Setelah dua turnamen super series pada pertengahan September hingga awal Oktober, keduanya bercerai. Japan Open Superseries (20-25 September) dan Korea Open Superseries (27 September-2 Oktober) bakal menjadi panggung terakhir keduanya berpasangan.
Hal tersebut telah diisyaratkan Kepala Pelatih Ganda Putra PP PBSI Herry Iman Pierngadi. Menurut pelatih yang karib disapa Herry IP itu, sudah saatnya mereka berpisah dan mengambil peran sebagai pengayom dan pembimbing bagi junior. “Hendra/Ahsan sudah waktunya membantu pemain pelapis untuk berbagi pengalaman untuk menjadi pemain yang matang,” tandas Herry dikutip dari badmintonindonesia.org.
Keputusan tersebut tentu mengundang beragam reaksi. Di satu sisi, ada rasa kehilangan karena Hendra/Ahsan adalah pasangan ganda terbaik Indonesia saat ini. Setelah masa Rexy Mainaky/Ricky Subagja, Tony Gunawan/Candra Wijaya, Tony Gunawan/Halim Haryanto, Sigit Budiarto/Candra Wijaya, dan Markis Kido yang berpasangan dengan Hendra Setiawan, harapan ditumpukan pada Hendra yang berpasangan dengan Ahsan.
Sejak mulai berpasangan pada akhir 2012, tepatnya setelah Olimpiade London, keduanya telah menorehkan sederet prestasi bergengsi. Dua kali menjadi Juara Dunia masing-masing pada 2013 dan 2015, satu gelar All England (2014), dua kali juara BWF Superseries Finals yakni pada 2013 dan 2015, medali emas Asian Games Incheon 2014, serta beragam gelar super series.
Singkat kata, keduanya menjadi salah satu pasangan ganda putra terbaik yang pernah dimiliki Indonesia dengan prestasi yang nyaris sempurna. Pernah menduduki rangking teratas dunia pada 2013 dan selalu berada dalam lingkaran lima besar dunia menandakan kualitas keduanya di panggung dunia. Tak pelak, Hendra/Ahsan menjadi salah satu pasangan yang disegani.
Hanya saja Hendra/Ahsan gagal menyempurnakan koleksi gelar dengan medali Olimpiade Rio 2016. Tersingkir di fase penyisihan grup D setelah menelan dua kekalahan, masing-masing dari Chai Biao/Hong Wei dari Tiongkok dan Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa asal Jepang-benar-benar menjadi antiklimaks, sekaligus isyarat kuat bahwa usia tak lagi memungkinkan mereka terus berpasangan.
Hendra sudah berusia 32 tahun, lebih tua empat tahun dari Ahsan. Meski masih dalam batas usia wajar untuk terus bersama, toh ada pebulutangkis lain yang masih bersinar dalam rentang usia seperti itu seperti dua tunggal legendaris Lee Chong Wei (Malaysia) dan Lin Dan (Tiongkok). Memaksa mereka terus bersama bisa menjadi kontraproduktif.
Chong Wei, 33 tahun dan Lin Dan, 32 harus berjuang sangat gigih untuk menjaga kebugaran meski tak bisa dibohongi kehadiran perban di sejumlah bagian tubuh saat bertanding menandakan bahwa fisik mereka tak bisa terus dipaksa. Selain itu, keduanya merupakan pemain tunggal sehingga koordinasi dan pengaturan diri menjadi tanggung jawab pribadi.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sektor ganda yang butuh sinergi dan kolaborasi apik dengan pasangan. Penurunan performa salah satu pihak berdampak pada permainan secara keseluruhan. Kesalahan salah seorang berakibat pada poin bersama. Dalam kondisi tak seimbang, tak ada yang bisa dilakukan pasangan selain memberi semangat, mencoba mengambil peran lebih, dan menutup celah di lapangan sejauh dapat. Lebih dari itu hanya dewi fortuna yang tahu.
Menghadapi lawan dengan pertahanan yang kuat, power saja tidak cukup. Smes keras belumlah memadai. Butuh kecepatan dan kecerdikan untuk melakukan tipuan-tipuan. Dan tak kalah penting adalah ketahanan fisik untuk terlibat dalam duel-duel panjang yang jelas membutuhkan determinasi tinggi.