Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Kerja Penting Bambang Brodjonegoro di “Rumah Setan”

5 September 2016   00:27 Diperbarui: 5 September 2016   08:38 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Dr Widjojo Nitisastro dinilai sebagai salah satu arsitek utama perekonomian Orde Baru bersama Ali Wardhana, JB Sumarlin, Emil Salim, dan Sadeli/gambar dari Tirto.id.

Sekalipun mendapat durian runtuh dari kenaikan harga komoditas yang tiba-tiba melejit, menurut Bambang, kejayaan tersebut tak akan bertahan lama. Ibaratnya kita menjadi “orang kaya musiman”. Menjadi kaya selama harga komoditas berjaya.

Padahal, yang ia harapkan, dan tentu kita harapkan, “menjadi kaya terus menerus. Kalau bisa (kekayaan itu) turun ke generasi berikut.”

Kedua,keterkaitan ekonomi antardaerah. Seperti disinggung di atas, sekarang era desentralisasi sehingga para kepala daerah memainkan peran penting. Desentralisasi tidak semata-mata berarti pembagian kewenangan sehingga membuat seorang pemimpin daerah menjadi sosok yang berkuasa dan disegani.

Mestinya,  kondisi itu membuat seorang kepala daerah menjadi lebih mandiri dan otonom termasuk dalam mengendalikan roda perekonomian. Seorang kepala daerah dinilai berhasil bila mampu membangun ekonomi daerah secara mandiri dengan tanpa bergantung sepenuhnya pada pemerintah pusat. Daerah menjadi otonom, tak di”stir” oleh pusat.

Menurut Bambang, Daerah mesti memiliki inisiatif, mempunyai daya inovasi sehingga “ kemajuan datang dari daerah dan terakumulasi ke pusat.”Namun hingga kini, setelah 16 tahun otonomi daerah berjalan, cita-cita tersebut masih jauh panggang dari api.

“Lebih banyak dorong dari pusat baru daerah bereaksi dengan cara masing-masing, walau (demikian) ada juga yang sudah mandiri tidak tergantung dengan up and down ekonomi nasional dan dunia,”simpulnya.

Ketiga,meningkatkan produktivitas. Keempat,meningkatkan daya saing.Secara sederhana daya saing mengandaikan perbandingan dengan negara lain. Hemat Bambang, membandingkan daya saing Indonesia dengan negara lain mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan.

Kesulitan yang dihadapi lantaran dimensi daya saing berubah-ubah dari waktu ke waktu. Pada periode 1990 Indonesia pernah berjaya. Saat itu komoditas seperti kayu dan migas sedang menjadi rebutan. Ditambah lagi industri manufaktur (padat karya) berkembang pesat. Ekonomi Indonesia pun bertumbuh hingga 7-8 persen.

Pertumbuhan industri padat karya tak lepas dari reposisi yang dilakukan sejumlah negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Harga buruh yang mahal, tenaga kerja sedikit, demokrasi yang berkembang, serta labor union membuat industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja menjadi kurang kompetitif.

Relokasi industri pun menjadi pilihan. Indonesia menjadi destinasi favorit selain Thailand, Filipina dan Malaysa. Upah murah, melimpahnya tenaga kerja serta pasar domestik yang berkembang pesat, membuat Indonesia lebih dilirik. Tak pelak pada masa itu, tiga industri manufaktur seperti tekstil, garmen dan elektronik, membuat Indonesia membusungkan dada sebagai yang terbaik di Asia.

Saat itu, menurut Bambang, membuat Indonesia percaya diri, “seolah-olah siap maju sebagai negara yang berdaya saing.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun