Namun kondisi tersebut tak berlangsung lama. Krisis finansial hebat pada 1998 merontokkan segala kejayaan dalam sekejap. Indonesia pun kembali ke kelompok negara miskin. Saat ini Indonesia berhasil naik kembali ke kelompok kelas menenang bawah, namun tak beranjak lagi dari posisi tersebut hingga kini. Lantas, muncul kecemasan jangan-jangan Indonesia terperangkap dalam jebakan pendapatan kelas menenang (middle income trap).
Dalam kondisi seperti ini penting untuk memiliki visi jangka panjang agar rencana pembangunan tak bersifat fragmentaris dan bersifat musiman alias lima tahunan saja. Bila pemerintahan masih berorentasi pada masa pemerintahan lima tahun tersebut maka posisi Indonesia tak akan naik kelas barang setahap dari kelompok kelas menenang bawah menuju upper middle income class.
Bambang menegaskan bahwa tugas membuat Indonesia naik satu tangga itu tak mudah. Butuh waktu dan proses. Dalam rangka itu Bappenas perlu memastikan agar setiap visi pemerintah selama lima tahun searah dengan tujuan jangka panjang.
“Siapapun yang memerintah Bappenas tetap menjaga agar Indonesia (tadak hanya dari sisi ekonomi)tetap pada rel cita-cita bangsa Indonesia dalam jangka panjang,”tegasnya.
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki sembilan agenda utama yang disebut Nawacita. Program tersebut, seperti dikatakan Bambang, diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). RPJM itu tak lebih dari implementasi, refleksi dan proyeksi visi dan misi pemerintahan dalam lima tahun.
Bappenas telah menggariskan arah pembangunan ekonomi yakni “meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.”
Dalam rangka itu, sejumlah strategi pun ditempuh. Pertama,melakukan transformasi struktur ekonomi. Sasaran utama adalah membebaskan Indonesia dari “jebakan kelas menengah.”
Cara yang ditempuh yakni mengurangi ketergantungan berlebihan pada komoditas dan membangun basis industri dan jasa. Dalam sejarah ekonomi, komoditas pernah menjadi primadona. Namun harga komoditas di pasar global tak pernah stabil sehingga kondisi ekonomi bangsa pun kembang-kempis.
“Harga minyak pernah mencapai 130 dollar/barell dan muncul khawatir bahwa anggaran bakal jebol karena subsidi (yang tetap) bakal naik juga. Awal tahun ini harga minyak turun menjadi 30 dollar. Beda 100 dollar dengan apa yang pernah ditakuti,”ungkapnya memberikan contoh.
Minyak menjadi salah satu contoh komoditas yang tak pernah stabil. Ketergantungan berlebihan pada minyak dan komoditas membuat perekonomian kita pun fluktuatif sesuai naik turun harga komoditas tersebut. Menurut Bambang bila ketergantungan tersebut masih terus berlanjut, maka Indonesia tak akan pernah maju.