Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Kerja Penting Bambang Brodjonegoro di “Rumah Setan”

5 September 2016   00:27 Diperbarui: 5 September 2016   08:38 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto-foto sejumlah tokoh dan momen penting terpampang di lorong menuju Ruang Rapat Pimpinan, Lantai Dua Gedung Utama Bappenas. Di tempat ini, sekitar 50 kompasianer berdialog dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas yang baru bertugas satu bulan/Foto dokumen pribadi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Bappenas mengedepankan sikap persuasif dan dialogal demi memastikan perencanaan daerah tak melenceng dari kebijakan nasional dengan tanpa membuat kepala daerah terpaksa melanggar janji kepala rakyatnya.

Prof Dr Widjojo Nitisastro dinilai sebagai salah satu arsitek utama perekonomian Orde Baru bersama Ali Wardhana, JB Sumarlin, Emil Salim, dan Sadeli/gambar dari Tirto.id.
Prof Dr Widjojo Nitisastro dinilai sebagai salah satu arsitek utama perekonomian Orde Baru bersama Ali Wardhana, JB Sumarlin, Emil Salim, dan Sadeli/gambar dari Tirto.id.
RPJP dan GBHN, Mirip Tapi Tak Sama

Wacana restorasi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mulai menghangat, terutama di kalangan Majelis Permusawaratan Rakyat (MPR) . Terlepas dari intensi dasar yang hendak dituju MPR, menurut Yudi Latif (bdk.Kompas,Selasa, 30 Agustus 2016, hal.6), restorasi tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Pertama-tama perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan “Haluan Negara” itu.

Menurut penggiat aliansi kebangsaan itu, hal tersebut perlu untuk membedakan Haluan Negara yang bersifat direktif dari Pancasila yang mengandung prinsip-prinsip filosofis serta Konstitusi yang memuat prinsip-prinsip normatif. “Nilai-nilai filosofis Pancasila bersifat abstark. Pasal-pasal konstituasi juga kebanyakan mengandung norma-norma besar yang tidak memberikan arahan bagaimana cara melembagakannya.”

Menurutnya, GBHN harus terpisah dari konstitusi dan berada di atas UU, dan mengandung tuntutan yang bersifat ideologis (berisi prinsip-prinsip fundamental sebagai kaidah) dan strategis-teknokratis. Sacara strategis “ berisi pola perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terpimpin dalam jangka panjang secara bertahap dan berkseinambugan dengan memperhatikan prioritas bidang dan ruang (wilayah).”

Yudi memberi contoh. Pada masa Orde Baru, haluan ideologis itu bernama kaidah penuntun. Sementara haluan strategis diberi nama Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang diturunkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Pertanyaan, apakah  Haluan Negara itu masih aktual hingga kini? Yudi memberi kritik, GBHN Orde Baru sangat pendek dan normatif sebagai perencanaan pembangunan. Sementara  Bambang Brodjnegoro, menilai Haluan Negara tersebut tak bisa ditelan “bulat-bulat.”

Menurut Bambang GBHN itu mirip, tetapi tak serupa, dengan Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP) yang saat ini disebut RPJP 2005-2025. RPJP penting sebagai penuntun (guidance) bagi setiap pemerintahan  yang datang dan pergi dalam tempo lima tahun, atau paling banter satu dekade.

 “Asumsi sekarang pemerintah lima tahun atau sepuluh tahun, dan dalam 25 tahun itu ada beberapa pemerintah?”tanyanya retoris.

Dengan RPJP itu, Bappenas akan mengawal dan mengarahkan pemerintah agar tak hanya fokus dengan masa pemerintahan lima tahun saja, tetapi harus sinergis dengan rencana pembangunan jangka panjang. Bila tidak, maka pemerintahan yang berorientasi lima tahunan bisa membuat gerak  bangsa tetap di tempat.

Bambang memberi contoh menarik. Di masa awal Orde Baru, Indonesia masuk golongan miskin. Pada periode 1990, “booming” minyak dan gas bumi, kayu dan industri manufaktur, sempat membuat Indonesia berjaya. Indonesia pun naik kelas dari kelompok negara miskin atau low income classke lower middle class(kelas menengah bawah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun