Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengawinkan Jumlah dan Mutu ala Sri Mulyani

1 September 2016   20:36 Diperbarui: 1 September 2016   22:31 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wregas Bhanuteja (tengah) bersama para pemeran utama film Prenjak saat Konferensi pers film Prenjak di XXI Plaza Senayan, Jumat (27/5/2016)/gambar dari Kompas.com.

Prioritas ala Sri Mulyani

Menyadari potensi bonus demokrasi di tengah lilitan persoalan multidimensional, lantas tak membuat kita berpangku tangan, apalagi pasrah pada nasib. Kita perlu berkejaran dengan waktu untuk serius berbenah dan menyiapkan diri.

Patut diakui kita terlambat menyiapkan diri. Baru pada masa Presiden Joko Widodo, pemerintah memasukan bonus demografi berikut kerangka pelaksanaan secara jelas ke dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional 2015-2015. Sebelum itu kita tenggelam dalam proyeksi tanpa mengambil sikap strategis.

Walau terlambat masih ada kesempatan bersiap diri. Berbagai persiapan tersebut antara lain meningkatkan mutu pendidikan, kesiapan tenaga kerja, kualitas kesehatan, kebijakan ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan membuka iklim investasi serta mengontrol angka kelahiran. Memperluas akses terhadap pendidikan dan ketersediaan sarana-prasarana, termasuk tenaga pendidik, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, terutama pada calon penduduk usia produktif yakni umur 16-18 dan 19-24 tahun.

Selain itu, kurikulum pendidikan perlu diperhatikan. Berkaca pada laporan Programme International of Student Assessment 2012, anak-anak perlu dipersiapkan dengan kecakapan analitis dan konsepsional. Di jaman ketika teknologi adalah raja, maka penguasaan mata pelajaran sains dan matematika perlu ditekankan. Hal penting lainnya adalah melengkapi anak dengan keterampilan teknis dan mempebanyak pendidikan kejuruan demi mempersiapkan tenaga-tenaga terampil.

Di sektor kesehatan, meningkatkan gizi penduduk pada penduduk usia 0-18 tahun, memperbaiki sanitasi, dan menyediakan layanan kesehatan yang memadai penting dilakukan. Kesehatan merupakan faktor penting untuk mendukung angkatan kerja agar bebas penyakit.

Tak kalah penting adalah menjaga angka kelahiran agar tetap berada pada batas normal. Kita tak boleh lengah dengan hal yang satu ini bila ingin menjaga beban ketergantungan tetap rendah. Jangan sampai konsentrasi dan anggaran untuk meningkatkan pendidikan dan kecukupan gizi serta persiapan angkatan kerja terbagi. Program BKKBN tentang Generasi Berencana (GenRe) perlu terus digalakkan untuk mengarahkan kaum muda agar berpendidikan, berkarir dan menikah secara terencana.

Menyambut bonus demografi yang sudah di depan mata akhirnya membutuhkan strategi khusus. Selain pola pembangunan yang bersifat holistik, menetapkan prioritas pembangunan adalah penting. Hal tersebut urgen untuk menyelesaikan masalah jangka pendek sekaligus meletakkan fondasi jangka menengah-panjang.

Dalam wawancara dengan harian Kompas (Jumat, 19 Agustus 2016 hal.15) tak lama setelah menjabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pentingnya hal tersebut. Pembangunan infrastruktur, perlindungan terhadap rakyat miskin dan mengurangi kesenjangan adalah tiga prioritas yang perlu diselesaikan segera.

“Indonesia tidak akan menjadi negara berkembang yang kemudian masuk ke negara menengah, bahkan atas, kalau daya beli masyarakatnya tidak baik. Untuk memiliki populasi yang besar tetapi punya daya beli, kita harus melihat dua hal, kemiskinan dan kesenjangan. Bisa saja negara mempunyai populasi 300 juta orang, tetapi yang kaya 1 persen, yang lain miskin. Sekarang banyak negara seperti itu,”urai mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Lanjut Sri Mulyani, bila kesenjangan semakin tinggi akan menjadi kontraproduktif dengan masa depan negara karena akan melahirkan banyak persoalan. Menurutnya rasio gini di Indonesia bukan yang terburuk, tetapi menunjukkan tren memburuk. Karena itu perlu segera dicegah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun