Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sengkarut Nikah Dini dan Jalan Panjang Menuju SDGs 2030

25 Agustus 2016   14:34 Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:39 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas disebutkan usia yang dianggap pas untuk menikah. Namun muncul pertanyaan apakah rentang usia tersebut sungguh menjamin keberlangsungan, keselamatan dan keberadaan keluarga? Secara medis sudah disebutkan rentang usia mana saja seorang wanita boleh menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya.

Dari sudut kesehatan jelas alasannya. Tetapi menikah tidak saja dihadapkan pada pelaksanaan fungsi-fungsi biologis dan reproduksi, bukan? Masih banyak peran yang harus dimainkan oleh keluarga yang juga menuntut kesiapan mental, emosi, dan pola pikir. Apakah persoalan mental dan emosional akan berkembang selaras usia? Dengan kata lain, semakin tinggi usia seseorang maka emosi, mental dan pola pikirnya akan semakin matang? Demikian pun sebaliknya, usia muda berjanalan linear dengan sisi psikis dan mental?

Tentu, jawabannya masih problematis. Yang pasti,pernikahan tidak hanya berpatok pada usia saja. Ada beragam faktor yang patut dipertimbangkan sebelum seorang pria dan wanita mengikat simpul di jenjang pernikahan.

Beberapa faktor penting tersebut antara lain, pertama,kemantapan sikap. Menikah tidak dilakukan dalam situasi ketergesaan tetapi setelah melalui pertimbangan yang matang. Menikah bukan karena selera, mood, tetapi berangkat  dari pertimbangan yang benar-benar matang dan sampai pada kebulatan tekad.

Kedua,keputusan menikah harus didasarkan pada kesiapan material. Materi tersebut pertama-tama dan terutama bukan untuk menyemarakkan akad dan prosesi pernikahan, namun untuk kelangsungan hidup bersama. Kemantapan pekerjaan menjadi faktor penting tak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pasangan juga persiapan untuk buah hati yang akan datang.

Ketiga,kesiapan mental untuk melepaskan keterikatan berlebihan dengan masa lalu, rekan-rekan sebaya, orang tua, untuk selanjutnya mengambil peran dalam keluarga. Bila saatnya tiba dikaruniai keturunan maka peran-peran penting sebagaimana delapan peran keluarga di atas tergenapi untuk diemban.

Menuju SDGs

Dengan latar belakang dan berbagai pertimbangan di atas maka penting untuk menggencarkan kampanye usia ideal dalam menikah. Pemerintah Indonesia tak sendirian karena pernikahan dini telah menjadi keprihatian bersama. Bersama negara-negara di dunia, Indonesia telah berkomitmen untuk ikut menghapus praktik pernikahan dini pada 2030.

Komitmen itu telah digariskan dalam konsep Sustainable Development Goals (SDGs), yang merupakan kelanjutan dari MDGs (Milenium Development Goals) yang dimulai sejak September 2000 hingga tahun 2015. Dalam pertemuan yang dihadiri 193 negara pada 2 Agustus 2015 di New York, secara aklamasi mengadopsi dikumen yang berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development (Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 20130 untuk Pembangunan Berkelanjutan).

Goal atau tujuan kelima poin ketiga SDGs tersurat komitmen untuk menghapus segala bentuk praktik berbahaya terhadap anak seperti kawin paksa, dan pernikahan dini. Selengkapnya poin tersebut berbunyi “Eliminate all harmful practices, such as child, early and forced marriage and female genital mutilation.”

Poin tentang praktik berbahaya terhadap anak itu bertalian dengan tujuan-tujuan lain seperti kesehatan (goal3), pendidikan (goal 4) dan goal 1 tentang mengakhiri kemiskinan. Artinya keberhasilan goal tersebut akan berdampak pada goal-goal lain. Sulit kita bayangkan pendidikan yang setara dan memadai, pengentasan kemiskinan dan kesehatan yang baik, bila praktik-praktik berbahaya kepada anak dan perempuan masih saja terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun