Diharapkan penambahan tersebut bisa melayani penumpang yang terus bertumbuh setiap waktu. Menurut data PT KCJ, tahun lalu, sebanyak 257.527.772 penumpang terlayani. Tahun ini PT KCJ mengestimasi bisa melayani jumlah penumpang yang naik sebesar 10,9 % menjadi 285.600.960 penumpang.
Data tersebut adalah rekapitulasi dari jumlah penumpang yang terlayani dengan tanpa memperhitungkan kondisi pelayanan. Apakah penumpang yang diangkut itu dalam kondisi nyaman, aman dan sampai tepat waktu? Tentu, tidak.
Saban hari, pada pagi dan sore hari, penumpukan penumpang masih saja terjadi. Bahkan semakin menjadi-jadi. Kondisi menjadi sangat tidak manusiawi. Hingga hari ini, setiap pagi saat berangkat dari stasiun Sudimara pukul 07.00 pagi, mengambil rute Commuter Line menuju Tanah Abang, volume penumpang sangat tinggi. Penumpang yang telah menumpuk sejak dari stasiun sebelumnya, terus bertambah hingga setidaknya dua stasiun di depannya yakni Stasiun Jurangmangu dan Pondok Ranji.
Berkejaran dengan jam masuk kerja membuat para penumpang tak ambil pusing. Kapasitas kereta yang terbatas, terpaksa mempertebal apatisme penumpang untuk memaksa masuk walau sudah melebihi daya tampung. Selama sekian menit berada dalam gerbong kereta yang penuh sesak sungguh-sungguh menyiksa.
Kondisi serupa paling tidak terjadi lagi saat jam pulang kerja. Sampai kapan kondisi seperti ini tetap bertahan? Apakah penambahan rangkaian kereta akan menjawab persoalan ini?
Tentu saja tidak. Selama lajur dan jalur kereta tidak ditambah penumpukan penumpang akan terus terjadi. Rute Tanah Abang-Serpong-Parung Panjang-Maja saja mengalami kendala seperti itu, bisa dibayangkan seperti apa peliknya persoalan mereka yang mengambil jalur melewati sejumlah stasiun transit terutama Stasiun Manggarai yang harus berbagi ruang dengan begitu banyak relasi perjalanan baik Commuter Line maupun Kereta Api.
Sedikit dari ragam persoalan yang terjadi menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sehubungan dengan moda transportasi ular besi itu. Kenaikan Rp 1000 tentu tak ada artinya.
Apalah arti Rp 1000 bila dibandingkan dengan tarif angkutan umum lainnya? Uang yang dikeluarkan pengguna Commuter Line masih jauh lebih kecil dibanding menggunakan kendaraan umum seperti bus. Bagi pengguna Commuter Line jurusan Bogor-Jakarta Kota misalnya, hanya merogoh kocek Rp 5000 dan setelah penyesuaian menjadi Rp 6000, dibanding menggunakan bus bisa menghabiskan Rp 15.000 sekali perjalanan. Belum lagi energi yang terbuang dan waktu yang terkuras di jalan di tengah tingkat kemacetan Ibu Kota yang kian menggila.
Namun, di balik kenaikan Rp 1000 itu ada harapan yang dilambungkan dan kepercayaan yang digantung kepada pihak terkait untuk perubahan Commuter Line sebagai moda transportasi pilihan yang tak hanya murah, dan cepat, juga tepat waktu, nyaman, aman dan manusiawi.
Bagaimana menurut Anda?