Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Anies Baswedan Antar Muhadjir ke "Gerbang" Sekolah

27 Juli 2016   22:06 Diperbarui: 27 Juli 2016   22:19 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan tanpa meremehkan yang lain, Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah perlu dipertahankan, dipertajam dan dimaknai secara komprehensif. Hemat saya, gerakan tersebut adalah titik antara yang mengantarai prakondisi dan konsekuensi tertentu yang kerap terlupakan. Artinya, mengabaikan atau meniadakan salah satu titik, maka tak akan pernah tercapai garis panjang kesuksesan. Patut dicatat, beberapa titik yang diangkat ini jauh dari kata sempurna untuk melengkapi garis tersebut.

Mustahil seorang anak bisa di antar ke sekolah bila hak sipilnya dicederai atau dilanggar. Walau cuma selembar, akta kelahiran berbicara banyak hal. Di sana ada pengakuan dari negara terhadap hak sipilnya, di sana asal usul dan satus orang tua tergambar jelas dan lembaran itu menjadi kunci mendapatkan hak pendidikan dan jaminan kesehatan.

Di negeri ini, persoalan terhadap secarik akta itu masih diwarnai diskriminasi, terutama terkait asal usul dan status orang tua anak itu. Di bumi yang menyebut diri berbhineka tak sedikit orang tua yang dipersulit bahkan terang-terangan mendapat perlakukan tak adil.

Belum lagi status anak yang lahir akibat perkawinan di luar nikah lantas ditinggalkan orang tuanya atau dengan sengaja ditelantarkan begitu saja. Atau, anak yang benar-benar ditinggalkan orang tua karena kematian, pun yang terpaksa “ditinggalkan”  karena lilitan prahara ekonomi. Masih bisa kita berbicara tentang hari pertama sekolah yang indah dan adil bila fenomena tersebut masih saja mengemuka?

Tak sampai di situ, setelah mengantar anak di hari pertama, aneka konsekuensi pun menanti. Belum selesai tugas orang tua mengantar anak dan uluran sambutan hangat guru di hari pertama. Hari pertama, adalah permulaan dari hari-hari selanjutnya. Itulah titik berangkat untuk sebuah garis akhir yang membentang panjang.

Setelah hari pertama, orang tua dan guru akan melewati hari-hari panjang bahkan melelahkan untuk mengajar, membimbing, menuntun, dan mendampingi anak. Sekolah dan rumah, adalah dua dari sekian banyak ruang hidup dan belajar anak yang membutuhkan uluran tangan guru dan orang tua secara sinergis dan kolaboratif. Di dalamnya ada kerja sama, kerja bersama, serta pembagian tugas dan wewenang.

Saat orang tua melancarkan kritik terkait kebersihan sekolah atau praktik-prakti tak terpuji di ruang belajar dan dibalas dengan intimidasi terhadap atau dilampiaskan kepada peserta didik adalah contoh buruk untuk kerja sama tersebut.

Sebaliknya, saat guru memberikan edukasi dengan ketegasan lantas ditanggapi secara berlebihan oleh orang tua, atau orang tua memasuki ruang belajar dan pengambilan keputusan sekolah secara sembrono adalah juga bentuk sinergi yang keliru.

Alih-alih saling menerabas kewenangan dan tugas atau mensubordinasi salah satu pihak,  adalah lebih penting menggalang kekuatan untuk menangkal terjangan vaksin palsu, paparan asap rokok bahkan godaan merokok dan narkoba, lem dan jajanan tidak sehat. Selain itu, mengawasi ruang bermain anak yang semakin sempit, terutama, di ibu kota. Akibat ruang belajar dan bermain yang sempit, di sejumlah tempat, anak-anak dengan leluasa bermain di pinggir jalan.

Selain itu, menggalang kerja sama untuk menjaga konsistensi proses pendidikan anak agar anak tak terjebak putus sekolah. Di halam depan Kompas, Selasa, 26 Juli 2016, terpapang data masih signifikannya angka putus sekolah baik di desa (1,67 persen) maupun perkotaan (1,24 persen).

Berat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun