Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengabadikan yang Retak di Tawangmangu

23 Juli 2016   13:40 Diperbarui: 23 Juli 2016   14:06 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pada Mei 2016 lalu, importir asal Jerman, Indonesia-Consult RS GmbH, pernah membeli produk rempah dari CV Multi Rempah Sulawesi (MRS) senilai 600.000 dollar AS atau Rp 8 miliar (kurs 13.335 per dollar AS) di Kendari, Sulawesi Tenggara. (Keterangan gambar dan gambar dari Kompas.com).

Walau kadang tak utuh, setidaknya di museum jejak masa lalu tak hilang sama sekali. Melalui museum itu pula kita bisa melihat saat ini, dan memproyeksi masa depan. Museum menjadi penghubung antara masa lalu, kini dan masa yang akan datang. Karena itu, untuk satu dari sekian banyak alasan, berbagai rupa dan bentuk museum didirikan, dijaga dan tak pernah kehabisan pengunjung.

Usaha menegakan kembali sisa-sisa kejayaan masa lalu di Kelurahan Plumbon, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah adalah dalam rangka tersebut. Walau kini dan kelak akan bergati rupa menjadi sebuah museum, setidaknya di tempat itu, kita bisa menghadirkan kembali kenangan akan proyek mercusuar sang pendiri bangsa, Ir.Soekarno. Bahwa pada tahun 1963 pernah berdiri sebuah pabrik minyak atsiri terbesar di Asia Tenggara.

Pak Sukir, mantan pekerja di barik tersebut yang kini menjadi saksi hidup bertutur, “Saya mulai bekerja di Citronella tahun 1964, sedangkan pabrik itu sendiri dibangun mulai tahun 1963. Besi dibawa dari Bulgaria, sedangkan semen pada awalnya juga mau bawa dari Bulgaria, tetapi tidak jadi, karena semen Indonesia lebih bagus dibanding semen sana. Mulai dari galian tanah sampai bangunan itu berdiri saya melihatnya. Beberapa tenaga ahli dari Bulgaria dulu didatangkan ke sini untuk mengerjakan proyek ini, ada insinyur dan juga ahli mesin.” (dikutip dari www.fb.com/rumahatsiri).

Walau saya tak melihat secara langsung, dari penuturan Sukir di atas dan sisa-sisa kecil masa lalu yang terekam dalam gambar dan dipubliksikan di jejaring sosial ww.fb.com/rumahatsiri,sedikit menyingkap kemasyuran masa silam itu. Potongan gedung kokoh dari material batu dan semen terpilih yang didesain dengan sentuhan seni arsitektural khas (ala Soekarno) serta tong-tong raksasa kukuh (dari besi??)-sebagian dari rangkaian peralatan yang katanya sudah tidak ada lagi-adalah sedikit dari mozaik kebesaran masa jaya pabrik tersebut.

Kemudian, sisa-sisa tersebut coba dipertahankan, walau pada titik tertentu terpaksa dialifungsikan seperti di ruang peralatan (yang tinggal kenangan) yang disulap menjadi ruang penyajian pengetahuan tentang sejarah atsiri dan sebagainya.

Foto lama yang memperlihatkan salah satu ruangan di pabrik minyak sereh citronella dan gambar dalam kotak di bagian bawah adalah kondisi terkini. Dilaporkan semua perlatan tersebut tak ada yang tertinggal hingga kini (foto dan keterangan foto diambil dan disadur dari www.fb.com/rumahatsiri)
Foto lama yang memperlihatkan salah satu ruangan di pabrik minyak sereh citronella dan gambar dalam kotak di bagian bawah adalah kondisi terkini. Dilaporkan semua perlatan tersebut tak ada yang tertinggal hingga kini (foto dan keterangan foto diambil dan disadur dari www.fb.com/rumahatsiri)
Mengabadikan yang retak

Tempat ini pun hadir dengan wajah baru namun tetap tak kehilangan esensi sebagai ruang merawat kenangan. Namun, hemat saya, merawat kenangan saja tidak cukup. Kita tak bisa hanya memerangkap kejayaan masa silam. Pun sekadar berbangga dengan pencapaian masa lalu.

Kehadiran taman berbagai jenis tanaman yang bisa disuling menjadi minyak atsiri, laboratorium anak (KidsLab) dan berbagai peruntukan adalah dalam rangka menghindari perangkat romantisme sejarah. Menjadikan termpat tersebut tak sekadar objek mati tanpa potensi setidaknya mengarahkan kita pada sejumlah tujuan penting.

Pada titik ini, keberadaan sebuah museum bernilai lebih. Bila kini, saat berkunjung ke Auschwitz, sekitar 60 km barat daya Krakow, ibu kota Polandia, kita akan menemukan tiga kamp utama dan sekitar 40-50 sub-kamp, tempat ribuan bahkan jutaan orang Yahudi meregang nyawa karena kekejaman Nazi Jerman.

Tempat yang kemudian diawetkan dan ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO sejak 1979 itu menjadi pengingat bahwa segala bentuk kekejaman apalagi hingga menghilangkan nyawa manusia adalah praktik biadab. Maka setiap kali kita memandang ke sana, kita mengingat pesan moral nan penting tersebut.

Demikianpun dalam arti berbeda, keberadaan Museum Atsiri adalah ruang kita mendapatkan inspirasi dan energi untuk masa kini dan masa depan. Dari Tawangmangu itu kita merangkai kembali serba kemungkinan yang bisa jadi membawa kita lagi ke masa lalu yang jaya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun