Berjarak 180 mil atau sekitar 310 km di sebelah barat laut Buenos Aires, ibu kota Argentina, Rosario merupakan kota yang memiliki tradisi sepak bola yang kuat. Boleh dikata, walau menjadi kota terbesar ketiga di Argentina, wilayah berpenduduk sekitar 1,2 juta jiwa itu, dibesarkan dan membesarkan diri dengan sepak bola.
Betapa tidak. Seperti kota-kota lainnya yang mendewakan sepak bola, penduduk Rosario tersegregasi dalam dua kelompok besar. Â Masing-masing membaptis diri sebagai pengikut Newell Old Boys dan Rosario Central, dua klub besar di Argentina.
Pertemuan kedua tim, tak ayal menjadi derby paling sengit di Argentina, setelah Boca Juniors dan River Plate. Â Walau tak sejaya Boca dan River Plate, Newell dan Rosario adalah klub ikonik dengan sejarah yang panjang.
Didirikan pada 1903, jauh setelah Rosario pada 1889, nama Newell melejit setelah ‘disentuh’ pelatih Argentina saat ini. Setelah ditangani mantan pelatih Argentina, Marcelo Bielsa, Newell di bawah Tata Martino mampu menembus babak semi final Copa Libertadores pada 2013. Jika tak ada Ronaldinho yang menjadi tumpuak klub Brasil, Atletico Mineiro, maka peluang Newell ke partai puncak terbuka lebar.
Sementara itu Rosario harus membangun kembali kejayaannya setelah mendekam di kasta kedua sepak bola Argentina, Nacional B, sebelum mendapatkan pamor saat ini. Dengan sentuhan tangan dingin Eduardo Coudet yang mempersembahkan mahkota Divisi Primera tahun lalu bagi Boca Juniors, Rosario menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Copa Libertadores edisi terkini. Sayang Atletico Nacional mendepak mereka dari ajang bergengsi di Amerika Selatan itu.
Di tengah hiruk pikuk fanatisme antara kedua pendukung, Rosario adalah rahim yang melahirkan bibit-bibit potensial. Saat ini hampir sebagian kekuatan Argentina adalah jebolan Rosario. Selain Messi, Banega, Di Maria, Mascherano, ada pula bek Nicolas Otamendi.
Otamendi yang kini merumput di Inggris bersama Manchester City sempat tampil saat menghadapi Panama sebelum ditarik keluar karena cedera. Ada pula kiper cadangan Nahuel Guzman dan Ezequiel Lavezzi. Bila tak dibekap cedera, Ezequiel Garay akan melengkapi sumbangan Rosario bagi Argentina di Copa America saat ini.
Tak hanya para pemain yang sudah jadi itu. Rosario serupa sumur tak pernah kering bagi kehidupan Albiceleste. Di masa datang, setelah generasi Messi cs, Argentina bakal bertumpu pada Angel Correa, Mauro Icardi, Franco Cervi dan Giovanni Lo Celso. Tak sampai di situ, bakal bersinar pula Gaston Gil Romero, Victor Salazar dan Franco Escobar.
Bila Romero, Salazar dan Escobar masih butuh waktu untuk ‘menjadi’, empat nama sebelumnya sudah bersinar. Correa, 21 tahun, adalah tumpuan di lini depan Atletico Madrid saat ini. Sementara Icardi (23 tahun) menjadi tulang punggung di lini seranga Inter Milan. Cervi dan Lo Celesto pun siap melebarkan sayap di panggung Eropa di mana keduanya akan segera bergabung dengan klub Portugal Benfica dan Paris Saint-Germain, mengikuti jejak seniornya Di Maria.
Dengan usia yang masih muda, mereka pun siap menjadi harapan Argentina di masa depan. Sebenarnya kans mereka untuk membela Tim Tango di Copa America kali ini terbuka lebar. Namun bintang yang berjibun di timnas Argentina membuat mereka tersisih. Tak perlu cemas. Olimpiade Rio de Janeiro, Agustus nanti menanti mereka.