Lama menanti, kini fajar harapan itu merekah dalam diri tiga pemain muda yakni Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa dan Anthony Sinisuka Ginting. Harapan ini bukan mengada-ngada. Tengok saja prestasi mereka beberapa waktu terakhir. Bergantian membuat kejutan dengan menjegal para senior dan pemain bintang menjadi bukti. Hasilnya, dalam waktu singkat, mereka berkejar-kejaran memperbaiki peringkat dunia.
Namun, di balik tren yang menggembirakan ini, terbersit alarm kewaspadaan. Bisa jadi, Â lebih sebagai sinyal kelemahan yang perlu segera dibenahi agar tak terjerumus dalam euforia sesaat yang bisa menguburkan masa depan mereka.
Patut diakui usia mereka masih muda untuk sebuah karir profesional. Pesona talenta yang sudah terlihat, perlu terus diasah dari waktu ke waktu. Selain teknik, mental dan kebugaran fisik menjadi pekerjaan rumah mereka saat ini.
Dua alasan itu, hemat saya, masih menjadi tembok utama yang perlu segera dirobohkan. Â Jonatan Christie misalnya. Berhasil membuat Lin Dan mati kutu di babak kedua Indonesia Open gagal berlanjut di babak selanjutnya. Bertemu pemain senior lainnya, Jan O Jorgensen, segala keunggulannya saat melibas Super Dan menguap hanya karena provokasi pemain senior Denmark itu.
Pada titik kritis, saat Jojo hampir membuat kejuatan lanjutan, Jorgensen menunjukkan senioritasnya. Perbedaan kematangan emosioanal antara keduanya terlihat menganga lebar. Kecakapan teknis tak banyak berarti saat fokus terbelah. Belum lagi fisik yang sudah terkuras.
Walau kalah, Jojo mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk Jorgensen. Ia digadang-gadang menjadi penerus salah satu legenda Tanah Air, Taufik Hidayat.
Belum lama puja-puji itu berkumandang, Jojo tampil buruk di Austalia Open. Predikat sebagai pembunuh raksasa menguap di hadapan pemain non unggulan asal Korea Selatan Kwang Hee Heo straight set 21-15 dan 21-14 dalam tempo tak sampai setengah jam.
Gejala inkonsistensi terjadi juga pada Ihsan Maulana Mustofa. Performa apik di Indonesia Open gagal berlanjut di Australia Open. Seperti kompatriotnya Jojo, Ihsan pun tersisih di babak awal, dibekuk wakil India Sameer Verma, 22-20, 15-21 dan 21-15. Tak terlihat pesona pebulutangkis asal Tasikmalaya itu saat menjajal ketangguhan Lee Chong Wei di Istora, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Hal yang sama pun terjadi pada Anthony. Tersingkir lebih dini di Indonesia Open, Anthony bangkit di Australia. Bahkan, juara dunia Chen Long dibuat tak berkutik. Juara bertahan asal Tiongkok itu dilibas dua game langsung 21-14 dan 21-17.
Namun, virus yang ditakuti kembali menyengat. Permainan taktis, sabar dan akurat tak terlihat di semi final. Semua itu menguap saat bertemu sesama pemain muda asal Korea Selatan Jeon Hyeok Jin. Peluang final yang sudah didepan mata pun sirna usai kalah 19-21, 21-16 dan 19-21.
Entah apa yang membuat performa para pemain muda kita cepat berubah. Yang jelas ketidakkonsistenan menggejala. Bisa jadi mental mereka masih labil. Bisa jadi pula alasan kebugaran. Hanya saja jangan sampai mereka mudah larut dalam puja-puji sesaat. Cepat berpuas diri dengan pencapaian yang ada.