Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

PSSI, Alfred Riedl dan Semangat Perubahan yang Terpasung

10 Juni 2016   20:07 Diperbarui: 10 Juni 2016   23:36 1588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah keberuntungan yang sama akan kembali menaunginya saat ini? Sabar dulu. Setelah kesuksesan itu, Riedl diputus kontrak setahun kemudian. Entah mengapa, dua tahun kemudian ia kembali dipanggil ke pangkuan Merah Putih.

Setahun melatih, pada 2014 ia melepas jabatan tersebut setelah Indonesia gagal total di Piala AFF tahun tersebut. Alih-alih mengulangi pencapaian tahun 2010, Indonesia malah terbenam di fase grup. Lebih memalukan, sejarah mencatat, Indonesia dipermalukan Filipina empat gol tanpa balas.

Seakan ‘buta’ dengan track record Riedl ini, PSSI mempertegas penunjukkan Riedl dengan alasan pengalaman dan profesionalisme. "Dia sudah memiliki pengalaman dan profesional. Dan beliau juga sudah bersedia bergabung jadi tidak ada masalah," ungkap Azwan Karim, Sekretaris PSSI.

Apakah itu yang disebut berpengalaman dan profesional? Bukankah PSSI pun perlu belajar juga dari pengalaman agar tak sampai jatuh lagi dalam kegagalan yang sama? Lantas, apakah pelatih lain tak ada yang berpengalaman dan profesional?

Entah apa yang menjadi dasar utama penunjukkan yang mengagetkan dan meragukan ini, publik Indonesia hanya berharap satu. Asa perubahan tata kelola sebagai kata kunci yang harus dibayar mahal dengan silang sengkarut PSSI vs Kemenpora yang berujung pembekuan itu benar-benar terlaksana.

Baru bangun dari mati suri, mustahil memimpikkan kejayaan Merah Putih dalam sekejap. Di tengah derap kemajuan sepak bola bangsa-bangsa Asia Tenggara yang telah melangkah maju, asa berjaya dalam waktu singkat mustahil adanya. Implementasi cita-cita tinggi mirip dongeng Roro Jonggrang itu tak lebih dari mimpi di siang bolong. Persis seperti cita-cita tinggi yang dikumandangkan Riedl saat ini.

Justru yang kita butuhkan saat ini adalah langkah korektif dan reformatif secara mendasar. Menata persepakbolaan secara transparan dan terukur. Tak hanya untuk level senior dan untuk mengejar target mustahil di depan mata. Tetapi untuk semua aspek terkait persepakbolaan dalam negeri.

Saya akan legawa bila Indonesia tidak menjadi finalis Piala AFF 2016. Selain karena mustahil, yang kita butuhkan saat ini adalah perubahan, termasuk di tingkat pelatih timnas senior.

Apakah semangat perubahan itu ada dalam diri Alfred Riedl? Atau justru sebaliknya, memasung perubahan itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun