Situsi tersebut memungkinkan para penyelundup dan bandar narkoba untuk menginvestasikan uangnya di klub-klub sepak bola. Sekelompok penyelundup anja di Santa Marta di bawah pimpinan Eduardo Enrique Davila (aktor di balik pengiriman ganja ke Italia, Puerto Riko dan Amerika Serikat pada periode 1970-an) misalnya, ‘menanam’ uang mereka di Union Magdalena, klub pertama yang dibela legenda timnas Kolombia Carlos Valderrama.
Sejak itu klub-klub lokal dan sepak bola Kolombia pun dikuasai oleh segelintir orang yang ingin membangun kejayaan sepak bola dan menginvestasikan kekayaannya. Sebut saja Rodriguez Orejuela yang menyulap America menjadi salah satu klub elit di Amerika Selatan dan sukses menembus final Libertadores pada tahun 1985, 1986 dan 1987.
Dengan kekayaan yang diperoleh dari bisnis haram, ia mendatangkan para pemain berkelas seperti Roberto Cabanas asal Paraguay, bintang Peru Julio Uribe dan Ricardo Gareca dari Argentina. Bahkan ia sampai bertemu Diego Maradona pada 1979 untuk menariknya ke Kolombia.
Selain menjadi ladang investasi dan memutar uang haram, klub-klub pun menjadi arena bertaruh. Bagaimana perjudian di Kolombia begitu kuat tercermin dari peristiwa pembunuhan Alvaro Ortega, wasit yang memimpin pertandingan antara Deportivo dan America di final Copa Libertadores.
"Kami dan pelanggan kami kehilangan banyak uang karena hasil dari pertandingan Deportivo Medellin-Amerika tidak adil," ungkap seorang penelpon anonim kepada wartawan Chicago Tribune.
Dalam situasi seperti itu bisa dipahami bagaimana kemudian Andreas Escobar meregang nyawa tak lama setelah mencetak gol bunuh diri yang mengakhiri riwayat Kolombia di Piala Dunia 1994. Rekan setim Luis 'Chonto' Herrera bersaksi, “Saat itu banyak taruhan untuk kami memenangkan Piala Dunia dan kami tidak dapat keluar dari fase grup”.
Herrera melanjutkan, “Dan setelah kekalahan itu, setiap orang sangat marah pada kami, situasinya sangat kacau, mengerikan. Andres [Escobar] memutuskan untuk makan malam dengan teman-temannya. Ia bertemu banyak orang yang memintanya keluar dari klub [Nacional].”
Kemudian seperti pengakuan Herrera, pada 2 Juli di Medelin, setelah teman-teman Escobar meninggalkan tempat itu, ia berkonfrontasi dengan orang-orang tersebut. “Tetapi pengawal mereka menembaknya enam kali sambil berkata, “Gol, gol, gol, gol, gol, gol.”
Menurut profesor Medina, situasi miris tersebut berubah setelah terjadi transformasi dan transformasi sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Sentralisme, terutama di tangan para kartel kokain dan barang haram lain perlahan-lahan hilang seiring berakhirnya riwayat hidup mereka.
"Masyarakat mendapat peluang lebih sebagai pemegang saham, mendapatkan pembinaan yang lebih baik dengan uang yang datang ke negara itu. Ini semua membawa stabilitas ekonomi yang lebih besar untuk tim. Saya kira penjelasan terbaik bagi kemajuan yakni organisasi keuangan."
Semangat perubahan itu benar-benar terasa ketika menyentuh nadi utama sepak bola Kolombia, yakni tiga kota besar yang menjadi rumah bagi lima klub tersukses dalam sejarah negeri itu.