Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Goyangan Maut"Bocah-bocah Reggae" dalam Lilitan Prahara Venezuela

5 Juni 2016   16:54 Diperbarui: 5 Juni 2016   17:01 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu potret kondisi terkini Venezuela//www.businessinsider.co.id

Dua partai penyisihan Grup C Copa America Centenario akan dihelat bersusulan pada Senin (06/06/2016) pukul 04.00 WIB, namun laga Jamaika kontra Venezuela patut dinanti dan dicermati lebih dalam. Bukan kebetulan bila partai tersebut mendahului laga alot dua favorit di grup ini, Meksiko kontra Uruguay yang dihelat tiga jam kemudian di lokasi berbeda.

Sekilas, partai Jamaika vs Venezuela yang digelar di Stadion Soldier Field, Chicago, Illinois, kalah kelas dibanding pertarungan dua unggulan itu di Stadion University of Phoenix.  Secara peringkat dan prestasi demikian adanya. Keduanya adalah underdog di grup tersebut.

Namun, kedua tim tak ingin sekadar pelengkap di ajang tersebut. Laga tersebut sedikit banyak amat berpengaruh bagi masa depan mereka di ajang spesial tersebut. Sebagai wakil dari Amerika Selatan, Venezuela tak mau kehilangan muka di hadapan wakil CONCACAF itu. Sebaliknya, Jamaika tak mau disebut sebagai undangan penggembira belaka.

Hal tersebut sudah dibuktikan saat tampil perdana di Copa America 2015 di Chile. Tergabung bersama para raksasa, Argentina, Uruguay dan Paraguay, “The Reggaeboyz” sukses merepotkan para lawan. Dihuni deretan bintang yang berkiprah di liga-liga top Eropa, ketiga jagoan itu susah payah menembus pertahanan wakil Karibia itu dan hanya mampu melesatkan satu gol saja.

Hasil tersebut dipertebal dengan peningkatan prestasi di kawasan Amerika Utara, Tengah dan Karibia dalam setahun terakhir. Saat ini, jawara Piala Karibia 2014 itu sudah menjelma sebagai raksasa di zona  tersebut. Menjadi finalis Piala Emas CONCACAF musim panas lalu usai menyingkirkan Amerika Serikat di semi final, menjadi bukti. Walau gagal melengkapi penampilan cemerlang dengan kemenangan atas Meksiko di partai final, laga yang berakhir 1-3 itu cukup menggambarkan seperti apa kekuatan Jamaika saat ini.

Maka, Copa America kali ini akan menjadi kesempatan Jamaika meningkatkan ekspansi prestasi. Setidaknya, di bawah asuhan pelatih asal Jerman, Winfried Schäfer, tim tersebut mampu melebihi pencapaian edisi sebelumnya.

Di titik berbeda, Venezuela datang dengan keprihatinan mendalam. Di satu sisi, prestasi armada Rafael Dudamel sedang berada di titik nadir. Sejak 2013, rangking dunia La Vinotinto merosot 38 tingkat dan kini bercokol di peringkat 74 dunia.

Rangking tersebut tak lepas dari hasil buruk Venezuela sejak mengukir prestasi terbaik menjadi semifinalis Copa America tahun 2011. Satu kemenangan dalam 15 pertandingan terakhir atau hasil negatif dalam enam pertandingan terakhir di Kualifikasi Piala Dunia 2018, mengakrabkan mereka dengan nasib miris sebagai satu-satunya negara Amerika Selatan yang belum pernah merasakan atmosfer Piala Dunia.

Salah satu potret kondisi terkini Venezuela//www.businessinsider.co.id
Salah satu potret kondisi terkini Venezuela//www.businessinsider.co.id
Pelarian

Di sisi lain, kemerosotan prestasi timnas setali tiga uang dengan kondisi dalam negeri Venezuela. Saat ini negara berpendudukan 30,4 juta jiwa (data World Bank 2015) itu sedang diterpa krisis multidimensional yang bersumbu pada masalah ekonomi akut karena anjloknya harga minyak sejak 2014.

Seperti tergambar dalam Tajuk Rencana Kompas, Kamis, 2 Juni 2016 (hal.6), tingkat inflasi negara beribukota Caracas itu mencapai 500 persen yang berbuntut pada kelangkaan bahan pokok. Dampaknya, harga melonjak tinggi dan warga mengular mengantre bahan pokok. Penjarahan, kerusuhan hingga aksi main hakim sendiri pun dipilih sebagai jalan pintas.

Ana Quintana dalam dailysignal.commenyebut bahwa angka pembunuhan di Caracas mencapai 120 per 1000.000 penduduk pada 2015. Jumlah ini menyaingi kejadian di Kabul, ibu kota Afganistan yang sedang dilanda perang tak bertepi.

Kondisi ini membuat Venezuela benar-benar terjepit dan kian terisolasi dari pergaulan dunia menyusul pengurangan hingga penghentian penerbangan oleh sejumlah maskapai internasional ke negara tersebut.

Sang Presiden, Nocolas Maduro, pun memaklumkan negara dalam keadaan darurat sejak Mei lalu. Ana memprediksi tingkat inflasi terus mengembang menginjak angka 720 persen pada akhir tahun ini. Dan dampak sosial-politik dipastikan semakin ngeri.

Lantas, apa kaitannya dengan timnas? Bisa dipastikan problematika dalam negeri itu menghantui ruang pikiran dan hati para pemain. Mereka datang ke Amerika Serikat dengan membawa serta derita kaum sebangsa dan seTanah Air.  Penderitaan dan kemelaratan warga Venezuela kebanyakan adalah penderitaan dan kemelaratan Jose Saomon Randon dan kolega pula.

Karena itu, Copa America di satu pihak menjadi momen penghiburan bagi mereka dan ajang memberikan penghiburan bagi warganya.  Prestasi yang mereka ukir akan memberikan kesenangan dan ketenangan bagi rakyat Venezuela.

Walau prestasi tak menjawab persoalan dan menyelesaikan masalah dasar Venezuela setidaknya hasil baik membuat mereka dan warganya sejenak terhibur di tengah lilitan persoalan yang mengharu-biru. Menyitir ungkapan filsuf Jerman, Karl Marx (1818-1883), dalam arti tertentu hasil baik di lapangan bola menjadi bubuk opium yang menjauhkan sejenak masyarakat Venezuela dari realita faktual yang akut.

Realitas bangsa Venezuela yang memprihatinkan itu menjadi penyemangat sekaligus energi tambahan bagi pasukan Rafeal Dudamel. Namun, kondisi tersebut bisa menenggelamkan mereka dalam beban mendalam. Target kemenangan demi ikhtiar penghiburan bisa mengerangkeng semua kemampuan terbaik dan maksimalisasi sumber daya terbaik. Alhasil Copa America tak ubahnya pentas pelarian para pemain dari masalah yang diderita bangsanya.

Prediksi

Agar Copa America bisa berdampak baik bagi Venezuela secara umum, kuncinya kini ada di tangan pelatih bernama lengkap Rafael Edgar Dudamel Ochoa itu. Dituntut kecakapan lebih dari Dudamel yang merupakan mantan kiper timnas Venezuela itu.

Di satu aspek, Dudamel perlu meracik strategi dan membentuk formula tim yang padu. Di sisi berbeda, dibutuhkan kecakapan motivasional untuk mengubah beban persoalan menjadi berkah.

Venezuela bukan tanpa bintang dan pemain berpengalaman. Mereka mempunya striker Salomon Rondon yang mencetak sembilan gol untuk West Bromwich Albion di Liga Primer Inggris musim lalu. Selain itu, ada juga Juanmi, gelandang kreatif yang kini berseragam Malaga, juga saudaranya Bernardo Anor yang berkiprah di MLS sebagai pemain pinjaman Sporting Kansas City.

Sumber daya mumpuni di lini depan itu perlu diimbangi dengan ketangguhan lini belakang. Sektor tersebut menjadi pekerjaan rumah terbesar Dudamel saat ini. Kemasukan rata-rata tiga gol dalam enam pertandingan terakhir mengindikasikan betapa rapuhnya sektor tersebut.

Kemungkinan menurunkan formasi 4-3-2-1, di depan kiper Hernandez, kuartet Velazquez, Vizcarrondo, Rosales dan Gonzalez memikul tanggung jawab besar untuk menambal masa lalu yang buruk.

Penting mengatasi masalah lini belakang Venezuela untuk mengantisipasi ledakan lini depan Jamaika yang sedang dalam grafik menurun. Di ajang Piala Emas tahun lalu mereka mampu mencetak delapan gol dalam enam pertandingan. Namun, akhir-akhir ini torehan gol tersebut menurun.

Pada kualifiasi Piala Dunia, Jamaika hanya mampu mencetak empat gol dalam enam pertandingan terakhir, dan kini berada di belakang Kosta Rika dan panama di Grup B. Jamaika tentu berharap ujung tombak Houston Dynamo, Giles Barnes mampu memberikan gol.

Selain bertumpu pada Barnes, bocah-bocah Reggae juga masih memiliki  Westley Nathan "Wes" Morgan. Ya, pemain gaek 32 tahun itu baru saja berpesta bersama Leicester City usai mengukir sejarah pertama kali menjuarai Liga Primer Inggris.

Ekspresi Wes Morgan bersama para pemain Leicester City/Dailymail.co.uk
Ekspresi Wes Morgan bersama para pemain Leicester City/Dailymail.co.uk
Kepiawaian Morgan memimpin dan mengawal lini belakang The Foxes di pentas klub diharapkan berlanjut di level timnas. Dalam formasi 4-4-2, Morgan akan menjadi sumbu lini belakang yang juga dihuni Taylor, Mariappa dan Lawrence.

Semangat dan performa Morgan yang sedang on fire diharapkan memberikan rasa percaya diri bagi timnya sehingga mampu mendatangkan rasa aman bagi Blake di bawah mistar gawang dan kenyamanan bagi Watson, Austin, McAnuff dan Dawkins di lini tengah untuk mendukung Barnes dan Orgill di lini depan.

Akhirnya, laga ini diprediksi berjalan seru. Catatan imbang dalam dua pertemuan terakhir masing-masing pada 2011 yang berakhir dengan kemenangan Venezuela dan balas dendam Jamaika di pertemuan kedua pada 2015 dengan skor 2-1 membuat tensi permainan ini bakal meninggi. Siapa yang lebih siap baik secara mental maupun strategi bakal menuai kemenangan.

“Penting untuk memulai dengan kemenangan. Dalam kompetisi pendek ketika Anda mulai dengan kemenangan Anda memiliki kesempatan untuk lolos,"aku pelatih Dudamel dikutip dari espnfc.com.

Apakah dengan goyangan mautnya ‘bocah-bocah Reggae’ bakal menari-nari di atas lilitan prahara La Vinotinto? Atau sebaliknya, Jamaika dan Soldier Field Stadium bakal menjadi sasaran dan tempat pelampiasan memuaskan problematika domestik Venezuela?

Tunggu saja…

Sumber utama: www.businessinsider.co.id, dailysignal.com, espnfc.com, leaguelane.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun