Mengutip Nurul melalui CSE pada gilirannya akan mengarahkan seseorang untuk “mengenal tak hanya tubuhnya dan proses-proses reproduktifnya, tetapi juga emosi-emosinya dan sekaligus mengeloolanya. Tidak sebatas memahami fisik, tetapi memanfaatkan segenap fakultas intelektual dan spiritual yang ada di balik wujud fisik.”.
Gagasan CSE yang sudah diinisiasi sejak satu dekade lalu, dan kini diwacanakan oleh Menteri Pendidikan Anies Baswedan diharapkan akan ada kurikulum pendidikan seksualitas yang komprehensif.
Konsep indah itu akan jauh lebih berarti bila keluarga sebagai lembaga pendidikan utama dan pertama turut ambil bagian untuk mengenalkan dan mempertegas dengan cara-cara yang lebih menyentuh. Sementara pemerintah dan masyarakat mendukung tidak hanya dengan menggagaskan kurikulum semata tetapi juga mengawasi pelaksanaan kurikulum tersebut.
Lebih dari itu, peran penting pemerintah masih dibutuhkan untuk memperhatikan faktor-faktor penting lain yang bertali temali dengan persoalan kekerasan seksual tersebut. Patut diakui masalah tersebut tak hanya terkait dengan urusan pendidikan semata. Tetapi juga anasir lain seperti urusan kemiskinan, ketimpangan gender dan urusan pendapatan.
Kedua,berkaitan dengan masalah korupsi. Selain dibutuhkan langkah tegas pemerintah untuk memangkas dan menindak tegas para pelaku, usaha mendasar yang perlu ditanam lagi-lagi adalah soal kurikulum. Apakah kurikulum yang ada saat ini adalah jalan yang tepat untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang jujur dan antikorupsi?
Selain menjadi medan untuk memangkas perilaku tak jujur dan koruptif, lembaga pendidikan mesti menjadi ruang untuk melahirkan generasi jujur yang berani berkata tidak pada segala tindakan tak terpuji.
Sekolah melalui gerakan wajib belajar 12 tahun, serta keluarga mesti bersinergi untuk membentuk karakter manusia yang jujur dan berani berkata tidak pada korupsi. Rumah dan sekolah harus menjadi ruang menyemai nilai dan norma luhur dan jujur.
Saat ini kita menaruh harapan pada Presiden Jokowi untuk memperhatikan dunia pendidikan, sama seperti sektor-sektor lain. Selain menyasar praktik-praktik tak terpuji, menerapkan pendekatan teknologi informasi dengan pengadaan barang secara elektornik untuk mengikis peluang korupsi, reformasi kurikulum dan menggelorakan semangat pendidikan sebagai tanggung jawab bersama, tanggung jawab semesta.
Sebagai sebuah gerakan maka yang dibutuhkan segera adalah langkah nyata. Bukan mendekam pada tataran wacana, tetapi tindakan kasat mata. Praksis. Bila tidak, seperti bom waktu, kemerosotan dunia pendidikan itu akan meledakkan bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H