Para akademia sebelum check point (sumber foto dokpri)
Ketika berbicara tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN) apa yang pertama-tama muncul di benak Anda? Bisa ditebak. Listrik padam. Sering mati lampu. Gardu terbakar. Lambat respon. Serta seabrek predikat negatif lainnya. Bila didata, maka litani ‘negatif’ itu akan mengular panjang, bahkan bisa lebih panjang dari transmisi PLN di seantero Nusantara.
Ya, keluhan dan berbagai reaksi tak mengenakkan tentang PLN itu hampir tak pernah berhenti. Jangankan di pelosok-peloson daerah, di kota-kota besar, pun Ibu Kota sekalipun hal serupa tak pernah absen. Bukan sekali dua, bahkan berkali-kali, selama persoalan serupa masih mengemuka. Alhasil di benak publik, PLN telah dipandang sebelah mata, ditatap dengan stigma sebagai Perusahaan Lilin Negara. Bahkan ada yang menempatkan PLN di titik nadir, disarati dengan rasa apatis yang membatu.
Namun, tahukan Anda apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah kita sudah berpikir lebih dari sekali sebelum menjatuhkan penilaian yang menghakimi itu? Apakah seabrek kesan miring tersebut merupakan harga yang pantas diterima PLN saat ini?
Sebaliknya, bila demikian penilaiannya atau demikian adanya, apakah PLN hanya bisa pasrah? Berdiam diri saja?
Berlapis-lapis
PLN merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia. Sebagai satu-satunya penyedia jasa kelistrikan di Tanah Air, PLN memiliki tanggung jawab mahabesar. Di tangan perusahaan berlogo petir itu segala urusan terkait kelistrikan ditangani.
Bayangkan saja, dengan tingkat keterjangkauan (rasio elektrifikasi) melebihi 80 persen (data per akhir 2014 menurut katadata.co.id) di wilayah Indonesia, PLN harus memastikan pelayanan kelistrikan berjalan baik.
Selain itu, di tangan mereka pemenuhan kebutuhan elektrifikasi yang terus meningkat (rata-rata 8,7 persen per tahun  berdasarkan pengalaman 2005-2014) terus dikejar. Ikhtiar peningkatan rasio elektrifikasi itu terus dikebut dengan aneka program di antaranya rencana besar penyediaan listrik sebesar 35 ribu Megawatt dalam jangka waktu lima tahun.
Oleh dan kepada BUMN yang satu ini harapan lebih dari 254 juta penduduk Indonesia yang tersebar di 13.466 pulau (menurut data PBB) atau 17.500 seperti klaim umum, akan listrik untuk kehidupan lebih baik (electricity for better life) seperti moto PLN, digantungkan.
Dengan misi besar itu maka PLN terus berkembang dan menata diri baik secara struktural, administratif maupun operasional-pelaksanaan. Bila kita membedah tubuh PLN maka kita akan mendapati struktur yang berlapis-lapis yang berpokok pada enam unit utama (kelompok unit wilayah, kelompok unit distribusi, kelompok unit penyaluran dan pusat pengaturan beban, kelompok unit pembangkitan, kelompok unit induk proyek, dan kelompok unit pusat dan jasa).