Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Lonceng Kematian Asian Games Terdengar di Jakarta?

28 April 2016   17:38 Diperbarui: 28 April 2016   19:59 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun yang dikatan di atas masih bersifat potensi. Sebagai sebuah potensi, bila tak ditindaklanjuti dengan baik dan tepat, akan tinggal potensi belaka.

Dan saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih jauh dari yang diprediksi itu. Pembangunan sedang digalakkan dengan menarik para investor asing, sambil menambal defisit anggaran belanja negara dengan berbagai kebijakan dan paket ekonomi.

Dalam situasi seperti ini, posisi Indonesia untuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 pun disangsikan. Tengok saja sejauh mana tingkat persiapan sarana prasarana terutama di Jakarta sebagai tuan rumah utama, di samping Palembang.

Hampir semua arena dan fasilitas olahraga di  Ibu Kota sudah tidak layak untuk menggelar even tingkat Asia itu. Utusan Dewan Olimpiade Asia yang menengok tingkat persiapan Indonesia memberikan koreksi dan menganjurkan pembenahan di sana sini.

Jelas, sebagai tuan rumah, Indonesia terkesan belum siap. Dalam rentang waktu tak kurang dari dua tahun, Jakarta masih belum bergerak secara signifikan. Indonesia masih berkutat pada wacana dan polemik.

Terkini Palembang ngotot untuk menjadi tuan rumah sebagian besar cabang olahraga. Memang dari argumen yang disampaikan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, Palembang terlihat lebih siap, terutama dengan adanya Jakabaring Sport City (Kompleks Olahraga Jakabaring) dengan aneka sarana olahraga yang telah memenuhi standar internasional.

Walau pembagian cabang-cabang olahraga sudah diputuskan sejak Juni 2015, namun baru Palembang yang sigap bersiap. Sementara Jakarta masih jalan di tempat. Rencana renovasi dan pembangunan sejumlah sarana di Kompleks GBK baru akan dimulai bulan depan. Demikian pula pembangunan wisma atlet dan berbagai sarana lainnya.

Dalam situasi seperti ini, dengan muatan berbeda, pesimisme seperti yang didengungkan 1962 lalu kembali mengemuka. Tanpa perlu mendengar suara-suara dari ‘luar’, kita bisa lihat perkembangan olahraga negara-negara lain yang sudah sedemikian pesat. Tak hanya dari segi fasilitas, prestasi para atlet pun demikian. Alih-alih di tingkat Asia, di level Asia Tenggara (ASEAN) kita sudah kehilangan taji.

Hal terakhir tersebut, semakin membuat pesimisme tersebut mengental dan mengeras. Tentu, Indonesia tidak ingin dikenal sebagai  tuan rumah yang sukses. Sebagai penyelenggara, kita pun ingin agar Merah Putih juga bisa berkibar di antara bangsa-bangsa lain di dalam arena pertandingan. Kita tak ingin hanya menjadi penonton di rumah sendiri, bukan?

Hemat saya, hal tersebut jauh lebih penting dan substantif. Sebagai penyelenggara dampak positif saat dan setelah penyelenggaraan itu lebih bernilai. Prestasi dan keberlanjutannya lebih utama ketimbang prestise sesaat.

Saat peresmian stadion GBK pada 21 Juli 1962, dari atas podium, Soekarno berkata lantang, “Sekarang saya akan bertanya kepada Anda semua: Apakah Anda bangga dengan stadion ini? Apakah Anda bangga stadion semegah ini dimiliki Indonesia?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun