Nadine/Menna tak hanya mendobrak kemapanan berpakaian seperti yang lazim dikenakan selama ini. Dalam arti tertentu, keduanya juga membongkar sekat eksklusivisme cabang olahraga ini yang selama ini dikuasai oleh segelintir negara Asia dan Eropa.
Nadine/Menna mewakili Afrika, benua luas yang masih inferior di cabang olahraga tepok bulu ini. Sebelumnya Afrika memiliki tunggal putra asal Uganda, Edwin Ekiring. Pebulutangkis yang kini berusia 32 tahun itu pernah mencicipi Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London empat tahun kemudian. Namun pria kelahiran 22 Desember 1983 itu tak bisa berbicara banyak.
Selain itu, ada pula pemain putri serba bisa asal Mauritius bernama Shama Aboobakar. Tak hanya tahun kelahiran yang sama, prestasi Shama pun sama seperti Ekiring.
Walaupun tertatih-tatih, Afrika kini memiliki nama yang lebih baik di pentas internasional. Nadine/Menna mempunyai prestasi yang jauh lebih baik dari para pendahulunya. Pasangan yang mulai menarik perhatian sejak tampil di Islamic Solidarity Games di Palembang, Sumatra Selatan, 2013 dan Kejuaraan Dunia 2015 di Jakarta itu, kini duduk di rangking 57 dunia.
Nadine/Menna baru saja tampil  di ajang Singapura Open yang sedang berlangsung. Walau kandas di babak pertama di hadapan unggulan kedua sekaligus jagoan Indonesia, Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari, keduanya  sukses menunjukkan eksistensi diri, negara dan benua.
Nadine/Menna ingin memaklumkan bahwa Mesir dan Afrika kini hadir di percaturan bulu tangkis dunia. Selain itu, mereka juga secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa berhijab di lapangan pun tetap keren. Pun tanpa mengenakan rok pun tetap nyaman dan seksi.
Maju terus Afrika, pantang surut Nadine/Menna ! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H