[caption caption="Sumber gambar badmintonindonesia.org"][/caption]
Pendulum prestasi para pebulutangkis putra Indonesia mulai mengarah ke sisi positif. Secara individu hal ini bisa dilihat dari pencapaian di sejumlah turnamen sejak awal tahun ini. Sementara itu secara beregu, pencapaian terkini yakni menjadi juara Kualifikasi Piala Thomas zona Asia yang baru saja  berakhir di Hyderabad, India.
Berbeda dengan tim Uber yang lebih dulu tersingkir, walau pada akhirnya juga lolos ke putaran final di Kunshan, Tiongkok, Mei nanti, Tim Thomas berhasil menjuarai babak kualifikasi setelah mengalahkan sang juara Jepang dan lolos ke babak final sebagai yang terbaik dari 16 wakil zona Asia.
Meski partai pamungkas sama sekali tak mempengaruhi penempatan unggulan saat pengundian nanti, pertandingan ini memiliki bobot dan makna tersendiri. Keberadaan para pemain muda yang mendominasi Tim Thomas menjadi isyarat bergulirnya roda regenerasi. Bahkan di kesempatan perdana tampil di turnamen beregu selevel ini, mereka pun mampu membuktikan kualitas baik secara teknik maupun mental. Sempat diragukan di awal, para pemain muda perlahan tapi pasti membuktikan diri mampu menghadapi dan memenangkan persaingan menghadapi Maladewa, Thailand, Hongkong, India dan terakhir Jepang. Trofi juara pun dibawah pulang ke tanah air.
Pertandingan final menghadapi Jepang tak hanya menjadi puncak pertarungan memperebutkan trofi tetapi juga puncak pembuktian para pemain muda. Absennya ganda senior berperingkat dua dunia Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan serta tunggal terbaik yang selama ini menjadi andalan, Tommy Sugiarto membuka ruang seutuhnya bagi para pemain muda.
Ihsan Maulana Mustofa, Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi, Anthony Sinisuka Ginting, Berry Angriawan/Rian Agung Saputro dan Jonatan Christie memikul kepercayaan sekaligus tanggung jawab besar.
Di partai pertama Ihsan Maulana Mustofa menghadapi tunggal terbaik Jepang, Kento Momota. Meski peringkat Ihsan jauh di bawah Momota, namun pebulutangkis 20 tahun itu mampu memberikan perlawanan berarti di set pertama. Kejar mengejar poin terus terjadi sebelum pebulutangkis berusia 21 tahun yang kini berada di rangking empat dunia itu merebut set pertama dengan skor 21-17.
Di set kedua Ihsan gagal menjadi diri sendiri dan kerap membuka peluang kepada Momota untuk menyerang. Alhasil Momota menang mudah dengan skor 21-7, memberi poin pertama bagi Jepang, sekaligus menorehkan kemenangan di pertemuan pertama kedua pemain.
Dalam situasi tertinggal ini, Angga/Ricky memikul beban untuk menyamakan kedudukan. Pasangan berusia 24 tahun itu harus menantang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa. Secara peringkat Angga/Ricky kalah. Angga/Ricky di posisi 10 dunia sementara pasangan Jepang itu berada empat tingkat di atasnya. Head to head pun dipegang Endo/Hayakawa. Pertemuan pertama di Kejuaraan Dunia 2015, Endo/Hayakawa menang 21-17, 14-21 dan 21-18.
Bermain tenang dan taktis Angga/Ricky berhasil mengimbangi permainan Endo/Hayakawa. Sempat unggul di set pertama, Angga/Ricky harus menyerah di set kedua. Dalam situasi genting, penerus Hendra/Ahsan itu berhasil menguasai diri, bermain lebih berani dan taktis. Keduanya mampu mengekploitasi pasangan Jepang dengan memainkan bola-bola panjang dan jeli menghindarkan diri dari pukulan berbahaya Hayakawa. Angga/Ricky pun menutup pertandingan dengan skor 22-20, 14-21 dan 21-17 sekaligus menyamakan kedudukan baik bagi tim Indonesia maupun rekor pertemuan kedua pasangan.
Mental baja