Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Van Gaal dan Isyarat Menuju Kesudahan

21 Februari 2016   10:31 Diperbarui: 21 Februari 2016   11:26 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ekspresi sesal Louis van Gaal saat Manchester United menghadapi FC Midtjylland (gambar Dailymail.co.uk)"][/caption]Tak terbayangkan bagaimana rasa sakitnya para pendukung Manchester United saat timnya dikalahkan wakil Denmark Midtjylland di leg pertama babak 32 besar Liga Europa, Jumat (19/02/2016) lalu. Alih-alih berjaya di pentas Eropa sebagai pelipur lara setelah turun kasta, Setan Merah malah menambah pundi-pundi kekalahan tim menjadi 11 laga sepanjang musim ini. Sempat unggul lewat Memphis Depay, gawang The Red Devils balas dijebol dua kali masing-masing oleh Pione Sisto dan Paul Onuachu.

Manajer Louis van Gaal hanya bisa tertunduk malu di bangku pelatih. Menatap nanar dengan wajah risau memikirkan nasib tim, dan nasib dirinya. Belum lagi bayang-bayang daftar cedera pemain semakin panjang, ditambah sang kiper nomor satu David De Gea yang mengalami musibah tepat sebelum laga menghadapi Midtjylland. De Gea menyusul sang kapten Wayne Rooney dalam himpunan 12 pemain yang harus beristirahat di meja perawatan.

Bagi sebuah tim sekelas United kekalahan dengan dan bagaimana heroik dan dramatis prosesnya tetaplah kekalahan. Tak ada rasionalisasi yang bisa dibuat, apalagi dengan sebuah tim yang belum punya nama seperti Midtjylland. Sehingga celoteh pria Belanda itu bahwa United kalah di antaranya karena cedera De Gea tak bisa diterima. Bila mau jujur, malam itu, kiper pengganti Sergio Romero tampil ciamik, melakukan sejumlah penyelamatan gemilang, sehingga mengurangi gradasi rasa malu timnya.

Kini, genderang kegetiran sedang berdentang kencang di sanubari Sang Meneer. Posisi pelatih 64 tahun itu semakin tersudut. Dua kekalahan dalam sepekan, setelah sebelumnya di tangan Sunderland, semakin membuat Si Tulip Besi itu tak tenang. Sebaliknya mantan pelatih Chelsea, Jose Mourinho kian jemawa karena namanya kencang disebut sebagai pelatih berikutnya. Terakhir bocoran direktur Internazionale Bedy Moratti, yang juga saudari mantan orang nomor satu di klub sekaligus sejawat Mou, Massimo Moatti, semakin memperkuat arah langkah Mou dan Van Gaal.  

Dengan meminggirkan The Special One dari arus wacana ini, terdesaknya posisi pria bernama lengkap Aloysius Paulus Maria Louis van Gaal itu tak bisa ditampik. Meski belum genap dua tahun menangani Wayne Rooney dan kolega, terhitung sejak 16 Juli 2014, prestasi yang ditunjukkannya belum memuaskan ekpektasi tinggi publik Old Trafford yang ingin kembali merengkuh supremasi yang telah lepas.

Mantan gelandang Manchester United, Arnold Muhren memberikan penjelasan bahwa rentang waktu dua tahun sudah lebih dari cukup bagi seorang pelatih untuk meraih prestasi.

“Manchester United begitu besar. Klub ini terkenal di seluruh dunia sehingga mereka selalu harus bermain untuk meraih piala. Saya pikir Louis van Gaal adalah manajer yang fantastis. Saya pikir semua orang tahu itu,” Muhren membuka pendapatnya tentang rekan senegara itu seperti dikutip dari Daily Mail.

Namun, gelandang yang mengemas 70 caps selama tiga tahun berseragam United sejak 1982, melanjutkan bahwa dalam durasi kontrak tiga tahun, target prestasi untuk pelatih sekelas Van Gaal di sebuah tim selevel United tak bisa dicicil, apalagi diulur-ulur.

"Tapi jika Anda menandatangani kontrak tiga tahun seperti Van Gaal lakukan dan Anda mengatakan" OK tahun pertama kita lihat bagaimana kelanjutannya, tahun kedua kita harus berada di empat besar dan tahun ketiga kita akan menjadi juara ... "Anda tidak punya banyak waktu di klub seperti Manchester United. Jika Anda mendaftar di sana Anda tidak bisa mengatakan kami harus berada di sana dalam beberapa tahun. Anda harus melakukan segera,"lanjut penyumbang 13 gol bagi United itu.

Tanpa berpikir panjang yang dikatakan Muhren benar adanya. Ditambah lagi kepercayaan Chief executive Ed Woodward dan jajaran petinggi pada Van Gaal begitu besar. Dibuktikan dengan pemberian kebebasan untuk membelanjakan tak kurang dari 124 juta poundsterling di bursa transfer.

Bila dikerucut, 14 bulan pertama Van Gaal menghabiskan sekitar Rp5,4 triliun untuk 22 pemain. Di awal masa kepelatihannya ia membekali skuadnya dengan Ander Herrera, Luke Shaw, Marcos Rojo, Daley Bluind, Angel Di Maria dan Radamel Falcao. Meski tak spektakuler, Van Gaal berhasil membawa United finish di posisi keempat dan lolos ke Liga Champions.

Namun seiring perjalanan waktu komposisi yang dibangun mulai goyah. Diserang cedera dan inkonsistensi pemain. Di Maria pun ditendang ke Paris Saint-Germain dan Falcao didepak ke Chelsea. Penataan berlanjut, kembali dengan mendatangkan amunisi baru. Serangkaian pembelian fenomenal pun diukir. Memphis Depay, Bastian Schweinsteiger, Matteo Darmian, Morgan Schneiderlin, Sergio Romero dan diakhiri dengan remaja termahal di dunia, Anthony Martial diboyong ke Old Trafford. Hasilnya?

Bermaksud mengulangi formula yang sama saat menangani Barcelona, Ajax Amsterdam, AZ Alkmaar dan Bayern Muenchen, namun yang terjadi justru sebaliknya. Bukan trofi yang direngkuh di musim kedua, tetapi tanda-tanda penurunan prestasi.

[caption caption="Louis van Gaal dan trofi Liga Champions bersama Ajax Amsterdam tahun 1995 (gambar Daily Mail.co.uk)"]

[/caption]

Dibandingkan David Moyes, Van Gaal termasuk beruntung. Rasio pengeluaran dengan jumlah poin Moyes jauh lebih baik dari Van Gaal. Dalam 26 pertandingan, dengan modal belanja 64 juta poundsterling, Moyes mampu merengkuh 42 poin.

Sementara Van Gaal, dengan jumlah laga yang sama, tetapi dengan dana yang jauh lebih gemuk, 124 juta poundsterling, mengemas jumlah poin lebih sedikit: 41 poin. Sepertinya tekanan yang diterima Moyes jauh lebih besar setelah hanya membawa timnya finish di posisi ketujuh di musim 2013/2014. Jangka waktu 10 bulan dianggap sudah lebih dari cukup bagi pria Skotlandia itu.

Sedangkan Van Gaal, dengan modal zona Eropa yang direngkuh di penghujung musim 2015/2016, membuatnya masih mendapat kepercayaan untuk memimpin. Namun situasi terkini United tak bisa dipungkiri.  Turun kasta ke Liga Europa, serta jalan terjal menuju tangga juara Liga Primer Inggris dengan ketertinggalan empat poin dari Manchester City di tempat keempat dan 12 poin dari tim promosi Leicester City di puncak klasemen.

Bila dulu, ia terkenal gigih mempertahankan diri, dan memaksakan kehendak, kini modal tersebut mulai kehilangan legitimasi melihat performa United yang jauh dari memuaskan. Permainan tim tampak kaku karena dikerangkeng taktik yang membosankan. Segala kebesaran masa lalunya pun mulai menguap. Perlahan demi perlahan jubah besi keyakinan dan keteguhan hatinya, bahkan rasa percaya dirinya yang terkenal membaja itu, mulai keropos dimakan usia yang terus menua.

Menjadi tua itu pasti. Di dunia sepak bola, ketajaman naluri dipadu keberuntungan setelah usia 60 tahun bukan lagi pilihan tetapi lebih sebagai anugerah. Sehingga tak semua orang bisa mendapatkannya.   

Jika ia masih memaksakan diri memegahkan kesuksesan selama tiga dekade silam, maka tiga laga ke depan menjadi ajang pertaruhan. Pertandingan menghadapi Shrewsbury Town di babak kelima Piala FA di awal pekan depan, leg kedua babak 32 besar Liga Europa menjamu FC Midtjylland di tengah pekan, serta laga panas kontra Arsenal di minggu berikutnya menjadi momen pembuktian apakan Van Gaal masih mungkin mendapat anugerah istimewa seperti Sir Alex Ferguson dan Sir Bobby Robson, atau isyarat bahwa kesudahannya sudah tiba, baik di Old Trafford maupun jagad sepak bola. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun