Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saatnya Lilywhites Diperhitungkan

15 Februari 2016   17:22 Diperbarui: 15 Februari 2016   18:32 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Hary Kane usai membobol gawang Manchester City (gambar Dailymail.co.uk)"][/caption]

Tak dapat dipungkiri persaingan menuju tangga jura Liga Primer Inggris musim ini makin sengit sekaligus penuh teka-teki. Sebelumnya, tak banyak yang menyangka bahwa sang juara bertahan Chelsea akan berada di kutub yang nyaris berbeda dengan Leicester City yang kini masih bercokol di puncak klasemen dan digadang-gadang sebagai salah satu kandidat juara.

Seiring perjalanan waktu, komposisi penghuni papan atas Liga Primer Inggris mengalami perubahan di antaranya menghadirkan pemandangan yang sebelumnya pun tak terpikirkan yakni munculnya nama Tottenham Hotspur di peringkat dua klasemen.

Kemenangan heroik di laga terkini atas calon juara, Manchester City pada Minggu (14/02/2016) menegaskan eksistensi The Lilywhites sebagai tim yang patut diperhitungkan. Spurs tak hanya mengakhiri catatan buruk tak pernah menang dalam lima pertemuan terakhir di Etihad Stadium sejak terakhir kali meraih kemenangan pada Mei 2010. Mereka juga telah mengukir rekor 12 laga tandang tak terkalahkan, membuntuti catatan 16 kemenangan sejak November 1984 hingga Agustus 1985.

Melampaui catatan statistik itu, dengan 51 poin di tangan, klub berlogo ayam jantan muda itu telah menyalip Manchester Biru dan hanya berjarak dua poin dari pimpinan klasemen. Pertanda Tottenham pun siap meramaikan perburuan gelar Liga Primer Inggris musim ini.

Audere est facere

Tak hanya Leicester City dan Claudio Ranieri-nya yang patut menjadi buah bibir. Tottenham dan  Mauricio Pochettino pun pantas diperbincangkan. Tujuh kemenangan beruntun di semua kompetisi yang mengulangi catatan pada Oktober 1983 di semua kompetisi mengamankan posisi mereka di tiga pentas sepak bola yakni Liga Europa, Piala FA dan Liga Primer Inggris.

Tentang kompetisi yang disebutkan terakhir itu, komentator MOTD2 sekaligus mantan gelandang Tottenham, Danny Murphy mengangkat topi pada permainan mantan timnya saat ini. Kemenangan heroik dalam laga terakhir misalnya, tak hanya memperlihatkan hasil akhir semata juga cara bagaimana mereka memenangkannya.

“Apa yang saya lihat dari Spurs adalah terorganisir dengan baik, kinerja yang seimbang dengan rasa hormat yang sehat kepada lawan, tetapi juga kepercayaan pada kemampuan sendiri dan kreativitas,”ungkap Murphy kepada BBC Sport.

Para pemain Tottenham memiliki semangat, kebugaran dan keyakinan untuk meraih kemenangan. Melawan City hal itu terlihat jelas di sepuluh menit terakhir. Bayangan rekor tak pernah menang dalam lima kunjungan terakhir ke markas The Citizen, membuat para pemain Tottenham berjuang keras memanfaatkan sisa waktu yang ada.  

Cepat merespon gol remaja Kelechi Iheanacho yang menyamakan gol Harry Kane, Christian Eriksen sukses menuntaskan terobosan Erik Lamela dan membuat publik Manchester Biru bungkam hingga laga usai.

Tak hanya itu, Tottenham memiliki modal penting lainnya yakni kekompakkan. Harmoni antarlini membuat Tottenham berubah menjadi tim yang kukuh baik dalam menyerang maupun bertahan.

Barisan belakang duet Toby Alderweired dan Kevin Wimmer tampil padu. Wimmer yang baru berusia 23 tahun mampu mengisi tempat Jan Vertonghen yang sedang cedera. Tak butuh waktu lama pemain Austria itu sudah bisa menyatu dengan Kyle Walker dan Danny Rose yang mengambil tempat Kieren Trippier dan Ben Davies. Penempatan posisi mereka tepat, gerakan tanpa bola pun bagus dan interception ciamik, membuat para penyerang sekaliber Sergio Aguero gigit jari.

Kekukuhan benteng pertahanan Tottenham membuat Hugo lloris nyaman di bawah mistar gawang, bahkan sama sekali tak kebobolan saat menghadapi Norwich dan Watford di dua laga sebelumnya. Artinya Lloris baru sekali memungut bola dari dalam gawangnya setelah melakoni tiga laga terakhir.

[caption caption="Hugo Lloris memelik Mauricio Pochettino (gambar Dailymail.co.uk)"]

[/caption]

Tak hanya kuat di belakang, peran penting lini tengah dan depan turut andil memberikan kemenangan. Di tengah, Mousa Dembele telah menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik di Liga Primer Inggris. Mantan bek legendaris Liverpool, Jamie Carragher menyebut pemain Belgia berusia 28 tahun itu telah menjadi seperti gelandang City, Yaya Toure di masa emasnya tiga atau empat tahun lalu.

Di lini depan, sosok Harry Kane telah menjadi momok bagi barisan belakang lawan. Di bawah asuhan Pochettino, striker internasional Inggris itu menjadi salah satu ujung tombak unggul, diperhitungkan sebagai masa depan timnas dan sangat diandalkan klub saat ini. Sejak awal musim lalu, hanya Aguero yang mampu mematahkan rekor 37 gol pemain 22 tahun itu.

Tak hanya Kane, publik White Hart Lane pun memiliki dua jagoan muda lainnya, Dele Alli dan Erik Lamela. Keduanya saling bertukar tempat dengan indah dan sigap melakukan akselerasi. Bila tak mencetak gol, mereka pandai membuka ruang dan memberi assist. Harmoni ini terlihat jelas saat Lamela membantu Eriksen menguburkan harapan City.

Mantan pemain timnas Inggris, Martin Keown  mengamini kekompakkan dan ketangguhan Tottenham. Bahkan pria yang pernah berseragam Arsenal, Aston Villa, Everton dan Leicster City itu sampai harus meralat perkiraan sebelumnya.

“Pada waktu lalu, ada sebuah perasaan bahwa Spurs tak akan selalu bekerja sama. Ketika saya melihat mereka mengalahkan Watford pekan lalu mereka melakukannya dalam sebuah harmoni yang sempurna,”tulis Keown di laman Daily Mail.

Di atas segalanya, kontribusi Pochettino tak bisa dielak. Pria Argentina itu menjadi sosok kunci dalam menerjemahkan filosofi tim audere est facere atau to dare is to do atau berani itu artinya berbuat. Keberaniannya diterjemahkan dengan menyatukan dan memadukan para pemain Tottenham menjadi tim yang padu.

Dipadu naluri kepelatihannya yang tajam, pria 43 tahun itu mampu memilih dan memilah untuk meracik, apa yang oleh Carragher disebut sebagai ‘apel-apel buruk’ menjadi sebuah komposisi yang unggul. Komposisi unggul itulah yang kini sedang mengejar Leicester di jalan menuju puncak bercokolnya Liga Primer Inggris.

 “Jangan lupa skuad yang ia warisi memiliki banyak apel buruk yang harus dibuang. Jika Leicester tak memenangkan gelar liga, dan Tottenham merengkuhnya, akan menjadi cerita terbesar dalam sejarah Liga Primer Inggris dalam hal apa yang telah mereka habiskan,”tutur Carragher.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun