[caption caption="Jurgen Klopp (gambar Dailymail.co.uk)"][/caption]Sudah lebih dari 100 hari Jurgen Norbert ‘Kloppo’ Klopp menduduki kursi pelatih Liverpool. Sejak resmi diangkat pada 9 Oktober 2015, pria 48 tahun sudah berkenalan dengan kerasnya kompetisi Liga Primer Inggris dan tinggingnya ekspektasi publik Merseyside.
Sejak Brendan Rodgers ditendang keluar dari Anfield, harapan baru digantungkan pada Klopp. Kejayaannya bersama Borussia Dortmund dengan segebung magis dan sentuhan kharismanya diharapkan bisa membuat Si Merah kembali bertaji. Fans the Reds pun membuka tangan mereka lebar-lebar, memberikan dukungan luar biasa bahkan sejak ia pertama kali memberikan konferensi pers.
Dengan segala kegilaanya, media Jerman justru melabelinya The Normal One. Mungkin sebagai antitesis atas The Special One Jose Mourinho yang justru gagal membuktikan diri. Sehingga dengan gelar The Normal One, harapannya, prestasi Jordan Henderson dan kolega bisa naik, bukan dengan modal prestasi masa lalu, tetapi sentuhan demi sentuhan geggen-pressing manusiawi hingga pada akhirnya kembali disegani. Kalau tak salah, waktu itu, Klopp ditargetkan atau menargetkan diri, mampu mengangkat trofi Liga Primer Inggris dalam empat tahun ke depan.
Namun kini setelah 100 hari apa yang terjadi?
Misi geggen-pressing
Sejak bergabung dengan Liverpool, dan telah diprediksi sejak semula, Klopp akan membawa filosofi yang sudah dipraktekkannya di Jerman. Permainan cepat, tekanan dengan intensitas tinggi yang ditunjukkan Dortmund kala itu, akan diperagakan Liverpool.
Menerapkan formasi 4-2-3-1, Klopp benar-benar ingin menerapkan gaya gegen-presssing itu. Tiga gelandang serang dengan Philippe Coutinho dan Co ditempatkan sebagai sentral ‘dipaksa’ untuk memenangkan bola sejauh dapat.
Mendapat kepercayaan lebih dan tugas berat, Coutinho justru seperti terlahir kembali. Pemain muda Brasil ini seakan kembali menemukan kecemerlangannya setelah disudutkan Rodgers. Coutinho menjadi katalisator permainan Liverpool dan turut berkontribusi mencetak gol-gol penting seperti saat menghadapi Manchester City dan Chelsea.
Klub yang disebutkan terakhir itu pun menjadi sasaran ‘kemarahan’ Klopp setelah hanya meraih hasil imbang di dua laga sebelumnya (kontra Tottenham Hotspur dan Southampton). Tatapan mata publik segera tertuju pada Klopp. Di Stamford Bridge, The Blues tak berkutik dan strategi Mourinho tak banyak berarti menghindari kekalahan timnya. Liverpool tampil beringas, menang telak 3-1. Dan Coutinho semakin dielu-elukan dengan dua golnya itu.
[caption caption="Philippe Coutinho (gambar Dailymail.co.uk)"]
Petaka