Di tengah itikad baik pemerintah untuk menjawab kebutuhan ini, pertanyaan menggelitik yang mencuat adalah mengapa harus selalu kereta bekas dari Jepang?
Saya sedikit melakukan penelusuran kecil-kecilan untuk mencari tahu alasannya. "Ada banyak faktor ya. Tidak cuma harga yang lebih murah, tetapi dari segi teknis, perawatan, dan fitur kereta sudah akrab dengan situasi di Indonesia," terang Direktur Umum PT KCJ, SN Fadhila, Kamis (2/7/2015) seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Fadhila harga beli kereta, rata-rata Rp600 juta hingga Rp 1 miliar, membuat harga perawatan dan tiket bisa ditekan. Sebaliknya bila harus membeli gerbong baru yang ditaksir seharga Rp12 miliar-Rp15 miliar seperti terlihat di Bandara Kualanamu. Medan, Sumatera Utara, maka harga tiket dan perawatan akan semakin meningkat.
Pertanyaan lanjutan, mengapa gerbong itu harus selalu dibeli dari luar? Apakah sumber daya dalam negeri tak bisa membuat gerbong KRL yang tampak jelas jauh dari rumit bila dibandingkan pesawat N-219 buatan anak negeri?
Dalam hati kecil setiap kali dengan tabah menikmati horor KRL saya hanya bisa berharap agar yang bekas itu bisa membawa saya selamat hingga tujuan.
Â