Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Ekonomi ASEAN Menjelang, Quo Vadis BPJS Ketenagakerjaan-ku?

6 Januari 2016   16:28 Diperbarui: 6 Januari 2016   16:29 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Era ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah memeluk kita. Pasar bebas barang, jasa dan modal antarnegara ASEAN ini mengharuskan kita untuk ambil bagian agar tak hanya menjadi penonton di tengah terbukanya akses ekonomi yang seluas-luasnya dan tak menjadi sapi perah semata.

Di bidang tenaga kerja dan jasa (trade in service) pasar terbuka lebar. Sejumlah sektor bahkan bebas bekerja lintas batas negara. Para ahli teknik dan rancang bangun, bidang kesehatan, tenaga survei, jasa akuntan dan pariwisata bebas bergerak lintas negara dalam koridor standar dan kompetensi yang ditetapkan masing-masing negara.

Dengan standar kompetensi yang dimiliki bukan mustahil arus tenaga kerja dari luar negeri akan membanjiri tanah air. Sementara itu tenaga kerja dalam negeri mendapat tantangan ekstra untuk bersaing dengan tenaga kerja luar negeri baik untuk bekerja di dalam maupun di mancanegara.

Dalam posisi seperti ini, pertanyaan penting yang patut dikedepankan adalah apakah para tenaga kerja kita akan berjaya atau tersudut? Ikhwal pertanyaan ini tentu lebih mengarah pada kompetensi dan kecakapan sebagai garansi untuk bisa bersaing.

Tentu dengan modal tenaga kerja terbesar di Asia Tenggara, peluang untuk bekerja di manca negara semakin terbuka lebar. Namun sayang minimnya tingkat pendidikan dan modal keahlian yang dimiliki membuat tenaga kerja kita hanya mampu bersaing pada level bawah.

Patut diakui tingkat pendidikan sebagian besar angkatan kerja kita berkutat di level Sekolah Dasar. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, per Februari 2015 jumlah angkatan kerja berijazah SD mencapai 58,25 juta. Meski terjadi penurunan jumlah pada Februari 2015, namun tenaga kerja berijasah SD ini tetap menjadi mayoritas.

Sementara ada hal penting lainnya yang menuntut perhatian dan campur tangan pemerintah secara mendalam. Apakah tenaga kerja kita benar-benar mendapat perlindungan dan jaminan sosial yang memadai? Jangan sampai kondisi tenaga kerja kita seperti sudah jatuh tertimpa tangga lagi: sudah kalah bersaing tak mendapat jaminan dan perlindungan pula.

Mutlak

Sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang, kehadiran BPJS Ketenagakerjaan memberikan harapan bagi para pekerja. Tak hanya mereka yang bekerja di sektor pemerintahan seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/Polri yang mendapat perlindungan, para pekerja swasta pun akan mendapatkan hal yang sama.

Setidaknya ada empat program yang diperoleh peserta BPJS Ketenagakerjaan yakni pertama, Jaminan Kematian (JK), yang iuran per bulannya 0,3 persen dari upah yang dilaporkan.

JK memberikan manfaatk kepada ahli waris pekerja yang mengalami musibah meninggal dunia, yang bukan karena kecelakaan kerja.

Peningkatan manfaat terdapat pada santunan sekaligus, santunan berkala dan biaya pemakaman dengan total santunan sebesar Rp24 juta dan pemberian beasiswa bagi anak pekerja yang ditinggalkan sebesar Rp12 Juta bagi peserta yang sudah memasuki masa iur 5 tahun.

Kedua, program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), iurannya mulai 0,24 persen hingga 1,74 persen dari upah. Besaran iuran ini tergantung besaran risiko pekerjaan yang dilakoni oleh si peserta. Makin besar risikonya, makin besar iurannya.

JKK memberikan perlindungan sejak berangkat kerja, saat dilingkungan kerja sampai kembali ke rumah. Selain biaya pengobatan dan perawatan sampai sembuh, juga ada biaya angkutan darat, laut dan udara, biaya pemakaman serta pemberian beasiswa pendidikan bagi peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap karena kecelakaan kerja.

Ketiga,Jaminan Hari Tua (JHT), dengan iuran sebesar 5,7 persen dari upah per bulan. Untuk iuran, 3 persen ditanggung perusahaan dan sisanya dari upah pekerja tiap bulan. Saldo Jaminan Hari Tua ini bisa dikontrol setiap saat.

JHT memberikan perlindungan kepada para pekerja terhadap resiko yang terjadi di hari tua saat produktivitas pekerja sudah menurun. Sebagai system tabungan hati tua besarnya JHT merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.

Keempat, program jaminan pensiun untuk seluruh pekerja swasta termasuk pekerja asing dan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

Jaminan Pensiun dipersiapkan bagi pekerja untuk tetap mendapatkan penghasilan bulanan disaat memasuki usia yang tidak lagi produktif.  Selain peserta, manfaat pensiun juga dapat diterima oleh ahli waris janda/duda dari peserta yang meninggal dengan benefit mencapai 50 persen dari formulasi manfaat pensiun, sampai ahli waris meninggal dunia atau menikah lagi. 

Selain itu, ahli waris anak dari peserta yang meninggal juga mendapatkan benefit pensiun mencapai 50 persen dari formulasi manfaat pensiun, sampai berusia 23 tahun, bekerja atau menikah. Untuk peserta lajang yang meninggal dunia, manfaat pensiun diterima oleh orangtua sampai batas waktu tertentu dengan benefit mencapai 20 persen dari formulasi manfaat pensiun. 

TKA Wajib

Pemberlakuan MEA sama sekali tak memberikan privilese kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) termasuk dalam hal kewajiban menjadi Peserta Program Jaminan Sosial baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.

Pasal 14 UU BPJS  menyatakan secara tegas bahwa setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Hal ini berarti BPJS Ketenagakerjaan tak hanya mengikat tenaga kerja Indonesia tetapi juga berlaku wajib bagi tenaga kerja asing (TKA) dengan mengikuti prosedur sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 UU BPJS yang menyebut:

(1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.

(2) Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.

(3) Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Sekalipun TKA telah memiliki asuransi sama yang sejenis, TKA tetap harus terdaftar sebagai peserta BPJS. Sebagaimana biasa, adalah tugas pemberi kerja untuk mendaftar pekerjanya. Deretan sanksi menanti pekerja dan perusahaan yang abai atau lalai mengikutsertakan pekerjanya seperti tertuang dalam Pasal 17 ayat (1) UU BPJS berupa sanksi administratif yang berupa:

  1. teguran tertulis;
  2. denda; dan/atau
  3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu (antara lain pemrosesan izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti kepemilikan hak tanah dan bangunan).

Takut?

Pertanyaan penting terakhir, bagi kita yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan apakah kehadiran MEA akan semakin membuat kita terjepit?

Pada titik tertentu, jawaban bisa ya karena kita kehilangan sekian banyak program jaminan yang ditawarkan di tengah tingkat persaingan pekerjaan yang bakal semakin tinggai di era MEA. Serbuan tenaga kerja asing di tengah minimnya kualifikasi tenaga kerja yang dimiliki akan membuka keran pengangguran sehingga proteksi BPJS mutlak diperlukan baik sebagai langkah antisipatif maupun investasi.

Namun di sisi lain, jawaban bisa sebaliknya. MEA justru memacu kita untuk giat dan berpacu meningkatkan daya saing. Pemerintah dan perusahaan sekiranya kian dirangsang untuk giat bekerja memberikan proteksi dan jaminan kepada pekerja.

Tentu penerapan regulasi ini butuh ketegasan dari pemerintah. Pelajaran terkini bisa menjadi contoh betapa masih adanya perusahaan yang belum seluruhnya mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota.

Pada titik ini nyali pemerintah benar-benar diuji. Tak cukup wewenang yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Perlu langkah hukum berupa sanksi pidana dan denda.

Ujian terdekat yang harus dijalankan secara serentak adalah membereskan berbagai kekurangan terkait regulasi dan mengakomodasi berbagai ketidakpuasan sambil mengawasi jalannya BPJS Ketenagakerjaan baik bagi masyarakat Indonesia maupun pekerja asing sehingga MEA tak mendatangkan sesal dan sakit bagi kita kalangan pekerja.

Selamat memasuki MEA, mari menjadi bagian dari peserta BPJS Ketenagakerjaan…

Sumber utama:

www.bpjsketenagakerjaan.go.id

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun