Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola

Chris Coleman, Sosok di Balik Kebangkitan Sepakbola Wales

12 Oktober 2015   11:29 Diperbarui: 12 Oktober 2015   11:31 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Chris Coleman diangkat oleh anak-anak asuhnya (gambar:dailymail)"][/caption]

Bisa dipastikan Wales sedang berpesta. Mereka tengan merayakan kemenangan usai mengakhiri masa puasa tak tampil di turnamen internasional selama 58 tahun. Negara bagian Britania Raya itu tak lagi menjadi penggembira apalagi penonton di jagad sepakbola Eropa, mungkin juga dunia. 

Tahun depan, Euro 2016, Wales ambil bagian. Kekalahan dua gol tanpa balas atas Bosnia Herzegovina  di babak kualifikasi, Minggu (11/10) kemarin,  sama sekali tak menguburkan impian Wales yang telah dierami selama separuh abad lebih.

Kerinduan ini terwujud setelah Israel pada waktu bersamaan ditekuk Siprus, 1-2. Otomatis Wales berhak mendampingi sang juara grup Belgia dari Grup B. Padahal masih ada satu laga tersisa. Tetapi laga itu bisa sekadar formalitas, lebih tepat kesempatan menjaga mesin permainan tetap panas, sepanas suasana Wales yang sedang larut dalam euforia mengakhiri penantian panjang sejak terakhir kali berpartisipasi dalam turnamen utama Piala Dunia 1958 di Meksiko.

Patah tulang

Tanda-tanda Wales bakal berbicara banyak sudah terlihat sejak awal babak kualifikasi. Penampilan apik Gareth Bale dan kolega berpelukan dengan kemenangan demi kemenangan. Meski tim ini tak terlalu produktif mencetak gol seperti Belgia misalnya dan tak pernah luput dari kemasukan gol, namun pemasukan sembilan gol dan kemasukan empat gol sejauh ini sudah cukup untuk merengkuh satu tiket lolos otomatis ke Prancis.

Prestasi Wales yang membaik berjalan lurus dengan rangking dunia FIFA. Dengan perhitungan tesendiri dan dalam arti tertentu, Wales telah melampaui kiblat sepakbolanya bahkan lepas dari bayang-bayang Inggris. Wales kini berada di posisi delapan, dua tingkat di atas sang 'induk semang'.

Kesuksesan ini tak hanya menjadi kebanggaan bersama publik Wales. Bukan saja Wales secara keseluruhan yang menorehkan sejarah, tetapi juga Chris Coleman. Ya pria yang berada di balik kesuksesan Wales dengan racikan strategi dan sentuhan tangan dinginnya.

Jika mata rantai penantian tak terputus, nama Coleman akan tetap tenggelam bersama Wales. Karena itu keberhasilan Wales sedikit banyak adalah keberhasilan Coleman pula.

Tak banyak yang tahu siapa itu Coleman. Mungkin hanya sebatas masyarakat Wales atau sejumlah pihak yang pernah berkenalan baik secara pribadi maupun profesional dengannya. Atau jika ada yang tahu bisa jadi hanya tahu bahwa ia seorang manajer sepakbola.

Namun perjalanan Coleman untuk meraih kesuksesan tak lebih pendek dari kerinduan masyarkat Wales menyaksikan tim kesayangannya ambil bagian di turnamen utama. Coleman sejak dilahirkan di  Swansea harus melewati jalan panjang penuh liku hingga sukses menyamai prestasi Jimmy Murphy yang membawa Wales  ke turnamen utama 58 tahun lalu.

Sejak kecil Coleman menjadi pengagum berat Liverpool dan Emly Hughes mendapat tempat istimewa di hatinya sebagai sosok idola. Bakatnya sebagai pemain bola tresalurkan secara profesional saat menjadi bagian dari skuad muda Manchester City . Saat itu usianya 16 tahun.

Tak begitu lama, kerinduan pada tanah airnya membuatnya memilih pulang dan bergabung dengan Swansea. Tepat pada musim gugur 1987, di usia 17 tahun, Coleman melakoni debut profesional bersama klub kota kelahirannya itu. Ia nyaris menorehkan 200 caps bersama Swansea dan turut memenangkan Piala Wales dua kali, tahun 1989 dan dua tahun kemudian.

Empat tahun setelah membela klub kota kelahirannya, Coleman hijrah ke Crystal Palace. Coleman sempat menikmati jatuh bangun, termasuk saat terdegradasi dan mencoba membantu untuk kembali tampil di pentas utama.

Tiga tahun berselang ia meninggalkan Selhurst Park, naik kelas bergabung dengan juara Liga Primer Inggris waktu itu: Blackburn Rovers. Kepindahannya ke Blackburn bersamaan dengan pemanggilannya ke timnas senior.

Selama satu setengah musim, karir Coleman menunjukkan tanda-tanda penurunan. Perlahan ia terdepak dari tim utama yang dipertegas dengan cedera Achilles. Sedikit berjudi ia hijrah ke Fulham.

Rupanya di klub tersebut, karirnya kembali bersinar. Ia mampu menunjukkan diri layak dibeli dengan harga mahal bahkan sampai menorehkan rekor transfer klub dan divisi. Ia lekas menjadi kapten dan turut membawa Fulham promosi ke Divisi Utama pada musim 1998/1999.

Belum lama menikmati masa keemasan, hal buruk terjadi. Dalam sebuah kecelakaan mobil, kakinya patah. Naas pada 2 Januari 2001 itu terjadi hanya beberapa hari sebelum pertandingan Piala FA menghadapi Manchester United. Rupanya peristiwa buruk inilah yang menjadi bagian dari jalan hidupnya. Sempat bermain sebagai cadangan pada Oktober 2002 ia memutuskan gantung sepatu.

[caption caption="Gambar: dailymail.com"]

[/caption]

Tak hoki

Berhenti sebagai pemain bola Coleman mulai merintis karir sebagai manajer. Mula-mula menjadi staf pelatih Fulham, lantas sempat menjadi caretaker pada tahun 2003 dan berhasil menghindari tim tersebut dari jurang degradasi.

Di musim pertama sebagai manajer, Coleman membawa Fulham finish di posisi sembilan. Namun hijrahnya sejumlah pemain bintang seperti Edwin van der Sar, Louis Saha dan Luis Boa menjadi mimpi buruk bagi tim dan posisinya. Fulham terdegradasi, Coleman pun dipecat pada 2007.

Spanyol menjadi tempat peruntungan berikutnya. Ia mengambil tanggung jawab menangani tim yang terdegradasi ke Seguna Divison, Real Sociedad. Sempat membawa perubahan berarti bagi klub, Coleman pun undur diri setelah terjadi perbedaan fisi dengan presiden terpilih.

Pada Februari 2008, Coleman melatih Coventry City. Nasibnya tak juga membaik. Setahun berselang ia dipecat setelah menorehkan prestasi terburuk bagi klub dalam 45 tahun terakhir.

Coleman sepertinya tak hoki menjadi manajer klub. Hal itu kembali terlihat saat hijrah ke Yunani melatih klub lokal Larissa meski alasan pengunduran dirinya setelah setahun melatih lebih karena masalah keuangan.

Rupanya keberhasilan lebih berpihak kepadanya sebagai manajer timnas. Panggilan menjadi juru taktik Wales pada Januari 2012 tak ditolak. Keok dalam debut sebagai pelatih sementara dan kembali kalah saat menjadi manajer penuh.

Kemenangan pertama Coleman baru diraih pada bulan Oktober saat Wales menekuk Skotlandia 2-1 dan dua gol diborong Gareth Bale. Setelah sempat kalah di penghujung tahun, Wales kembali bangkit di 2013 hingga mampu menempati peringkat ketiga kualifikasi Euro 2016. Dan perlahan tapi pasti merangsek ke urutan kedua, dan akhirnya lolos ke Prancis.

Fleksibel

Coleman telah berhasil membangun tim, menciptakan kesatuan dari para pemain yang berbakat meski tak banyak yang menonjol dan menjadi bintang di level klub kecuali winger andalan Real Madrid, Gareth Bale dan penggawa Arsenal Aaron Ramsey. Banyak yang mengaku pria 45 tahun ini sukses membangun kohesif dalam tim dengan bekal karakternya yang fleksibel. 

Fleksibilitas inilah yang mungkin membuatnya tak lekas patah arang setelah didepak dari satu klub dan klub lainnya. Bisa jadi sifat ini pula yang membuatnya lantas tak segera mengakhiri pergaulan dengan sepakbola setelah karirnya berakhir karena patah tulang.

Nasibnya yang tak selalu manis di lapangan hijau berhasil dinikmati dengan kerja keras dan lincah berganti peran sebagai manajer klub hingga sukses menorehkan prestasi bersama negara asalnya.

Sayangnya gaya seperti ini sedikit tak elok ketika dihayati dalam romantika percintaan. Tak lama setelah menikahi presenter sky Sports Charlotte Jackson dan memberinya seorang putra, Coleman pun berpindah ke lain hati. Setelah mendapat empat anak dari Belinda, Coleman pun mengakhiri asmaranya. Entah sampai kapan Colemann akan terus menikmati fleksibilitas ini. Dengan tanpa terlalu banyak berbicara tentang yang pribadi, satu hal yang pasti, gaya yang sama masih terus dibutuhkan Wales untuk terus mengasah diri agar tampil maksimal di Prancis tahun depan.

Welcome to France Wales…well done Mr.Coleman…

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun