Indonesia termasuk negara yang masih dihantui berbagai aksi terorisme. Menurut data Global Terrorism Index tahun 2019[1], Indonesia masuk urutan ke-35 dari 138 negara yang terdampak terorisme. Di sinilah peran BNPT dalam pencegahan terorisme mutlak diperlukan.
Dampak Kasus Terorisme di Indonesia
Dari data Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)[2], jumlah tersangka terorisme di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 370 orang. Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan hingga 59,48% dari tahun sebelumnya, di mana jumlah tersangka terorisme sebanyak 232 orang.
Jumlah tersebut tentu mengkhawatirkan, mengingat satu tersangka saja bisa membawa dampak yang begitu dahsyat untuk banyak orang, di antaranya:
1. Â Â Â Â Korban Tewas dan Luka-Luka
Dampak paling kentara dari beragam aksi terorisme yaitu menyangkut nyawa dan keselamatan warga sipil. Contohnya, kasus bom Bali tahun 2002[3] yang menewaskan hingga 202 orang dari 21 negara. Angka yang sangat besar, padahal jumlah pelaku yang berhasil ditindak hanya 3 orang.
2. Â Â Â Â Menimbulkan Pengalaman Traumatis
Tidak hanya mempertaruhkan keselamatan nyawa, tapi juga kondisi mental para korban dan keluarganya. Para penyintas yang selamat dari kejadian terorisme tentu mengalami pengalaman traumatis dan menimbulkan trust issue dalam diri individu.
3. Â Â Â Â Banyak Fasilitas Publik yang Rusak
Selain berdampak pada individu, aksi terorisme juga menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar akibat banyaknya kerusakan fasilitas publik. Contohnya, terjadinya bom Bali tahun 2002 silam[4]. Kejadian tersebut menyebabkan kerusakan 428 gedung dengan total kerugian sekitar Rp5,92 triliun.
4. Â Â Â Â Menghambat Geliat Ekonomi dan Bisnis
Tidak hanya menimbulkan total biaya renovasi gedung yang mahal, aksi bom Bali tahun 2002 Â juga berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan. Persentase penurunan mencapai 23% dari 1,28 juta pengunjung tahun 2002 menjadi hanya 900 ribu wisatawan pada tahun 2003.[5]
5. Â Â Â Â Meningkatkan Intoleransi terhadap SARA
Dalam beberapa kondisi, aksi terorisme juga menimbulkan kesalahpahaman antar-golongan. Ketika pelaku teroris berasal dari ras, suku, atau agama tertentu, maka beberapa orang mendiskiriminasinya secara general. Pada akhirnya, kasus intoleransi terhadap SARA juga semakin meningkat.
Terbentuknya BNPT
Mengingat gawatnya aksi terorisme di Indonesia, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sejak 2010. BNPT termasuk lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dengan seorang pemimpin yang bertanggung jawab langsung pada presiden.
Dasar pembentukannya mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 yang saat itu dikeluarkan oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. BNPT lahir atas inisiatif presiden merespon kasus bom Bali tahun 2002 yang menelan ratusan korban jiwa.[6]
Sebagai badan penanggulangan terorisme, tugas BNPT lebih banyak menyangkut pada upaya-upaya pencegahan terorisme, di antaranya:
1. Â Â Â Â Perlindungan terhadap Objek-Objek Vital
Tugas pertama BNPT yaitu dengan meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya kasus terorisme. Salah satunya dengan memberikan perlindungan ekstra terhadap objek-objek vital yang potensial sebagai target sasaran terorisme.
Contohnya, setelah terjadinya aksi pengeboman di sejumlah gereja, akhirnya pengawasan dan penjagaan gereja lebih ditingkatkan. Begitu pula di sejumlah tempat publik, seperti kantor pemerintahan, kedutaan besar, dll. Tujuannya agar semua orang waspada dan tetap berhati-hati.
2. Â Â Â Â Melakukan Deradikalisasi
Melakukan deradikalisasi dan melawan propaganda ideologi radikal juga tak kalah penting. Apalagi, mengingat banyaknya kasus terorisme mengakar dari paham-paham ekstrem yang melekat pada para pelakunya. Paham itulah yang akhirnya mendorong teroris melakukan serangkaian kejahatan.
BNPT berperan besar dalam melakukan propaganda ke sejumlah organisasi dan komunitas untuk tetap berpegangan teguh pada nilai-nilai pancasila. Paham-paham ekstrem yang berdalih atas nama agama, ras, suku, dll tak selayaknya dipertahankan. Apalagi di negara multikultural seperti Indonesia.
3. Â Â Â Â Penggalangan Intelijen dan Penegakan Hukum
Setelah berbagai kasus terorisme bergulir, BNPT juga berperan melakukan penindakan kasus melalui penggalangan intelijen dan surveillance. Hal ini menjadi langkah praktis paling nyata untuk segera mengakhiri teror yang meresahkan masyarakat.
BNPT juga berperan dalam upaya penegakan hukum melalui sejumlah koordinasi dan kerjasama dengan institusi terkait. Mulai dari kepolisian, pejabat pemerintah, organisasi sosial, dan tentunya masyarakat secara umum sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
4. Â Â Â Â Pembinaan terhadap Ancaman Aksi Terorisme
Sebagai lembaga yang berwenang dalam proses penanggulangan terorisme, BNPT juga perlu aktif melakukan pembinaan untuk semua kadernya. Khususnya dalam mempersiapkan kesiapsiagaan nasional terhadap berbagai ancaman aksi terorisme.
Pembinaan ini juga sebagai bentuk kewaspadaan individu maupun organisasi agar tidak lengah dalam melawan terorisme. Sebab, aksi terorisme ini termasuk kejahatan kemanusiaan paling sulit ditelusuri asal muasal dan tanda-tandanya.
5. Â Â Â Â Kerjasama Internasional Penanggulangan Terorisme
Selain berfokus pada langkah-langkah praktis, BNPT juga bertugas mengupayakan langkah strategis dalam penanggulangan terorisme. Tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga internasional melalui berbagai kerjasama internasional dengan negara-negara lain.
Langkah ini juga menjadi salah satu langkah penting untuk mencegah terjadinya konflik antar-negara yang bisa saja memicu aksi terorisme. Selain menciptakan kebijakan internasional yang mendukung pencegahan terorisme, kerjasama internasional ini juga berperan meningkatkan kedamaian dunia.
Â
Optimalisasi Peran BNPT dalam Pencegahan Terorisme
Sejak berdiri tahun 2010 lalu, BNPT telah melakukan serangkaian tugas praktis dan strategis dalam menanggulangi aksi terorisme di Indonesia. Bahkan, di tahun 2017, BNPT pernah mengklaim aksi teror di Indonesia cenderung menurun berdasarkan dua indikator.[7]
Indikator pertama dari segi kualitatif. Berdasarkan aksi teror bom panci di Bandung tahun 2017, BNPT menilai daya ledaknya jauh lebih rendah. Indikator berikutnya dari segi kuantitatif, di mana sepanjang tahun 2016-2017 hanya ada 6 aksi teror. Empat di antaranya pun dilakukan pelaku lama.
Meski begitu, BNPT tak boleh cepat puas, mengingat aksi terorisme bisa terjadi secara tak terduga-duga. Karena itulah, butuh optimalisasi peran BNPT secara maksimal agar memutus mata rantai aksi terorisme secara tuntas, antara lain:
1. Â Â Â Â Menanamkan Mindset Anti Terorisme Sejak Dini
Seperti perang melawan narkoba, penanggulangan terorisme juga perlu dilakukan dengan menanamkan mindset anti terorisme sejak dini. Bukan dengan menakut-nakuti, namun lebih kepada bagaimana menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan peduli terhadap sesama.
Terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan luar biasa, dan untuk terhindar dari hal itu perlu menanamkan nilai-nilai pancasila secara lebih mengakar. Hapus segala kebencian terhadap kelompok tertentu dengan membiasakan toleran dan meningkatkan kepedulian bersama.
2. Â Â Â Â Mengawal Keberlangsungan Organisasi Radikal
Selain melakukan penindakan terhadap organisasi radikal, BNPT juga perlu mengawal keberlangsungan organisasi itu secara terus menerus. Misalnya, BNPT berhasil mencabut izin organisasi radikal, sehingga organisasi itu tak bisa beraktivitas kembali.
Itu saja belum cukup. Karena organisasi tersebut bisa saja membuat organisasi baru dengan nama lain. Mereka masih melakukan jejaring dengan semua anggota untuk melanjutkan misinya. Dari situlah BNPT harus selalu waspada dan terus melakukan rekonsiliasi.
3. Â Â Â Â Membatasi Penjualan Bahan-Bahan Berbahaya
Mengingat banyaknya aksi terorisme terjadi akibat penyalahgunaan bahan-bahan berbahaya, maka penting untuk membatasi penjualannya. Jangan sampai ada oknum tak bertanggung jawab yang dengan mudahnya membeli bahan-bahan peledak hingga menjadi bom yang meneror banyak orang.
Aksi terorisme dan radikalisme di Indonesia butuh perhatian besar demi keutuhan dan kedamaian negara. Maka dari itulah, peran BNPT wajib ditingkatkan agar tidak hanya berfokus pada pencegahan terorisme secara sistemik, tapi juga pembangunan karakter diri individu.
 Oleh Penata Tk I III/d Charla Susanti,SE., Analis Pertahanan Negara Ahli Muda Ditvet Ditjen Pothan Kemhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H