Mohon tunggu...
Charity LeticiaJonatan
Charity LeticiaJonatan Mohon Tunggu... Guru - Siswa

Seorang siswa dari sekolah swasta di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peremuan dalam Iklan

1 Januari 2019   19:27 Diperbarui: 1 Januari 2019   19:35 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2015 dalam iklan masako mereka menggunakan seorang ibu dan kedua anaknya yang sedang ingin masak. Dalam iklan ini juga digunakan lagu bunda sebagai lagu latar. Adanya pernyataan "mama pintar" yang dinyatakan oleh seorang dari kedua anaknya. Dalam iklan ini kita dapat melihat bagaimana seorang wanita dianggap pintar jika dia dapat memasak. Hal ini dikarenakan adanya budaya patriarki yang masih dianut oleh sebagian besar dari masyarakat Indonesia. 

Oleh sebab itu sebuah produk yang netral dianggap lebih cocok jika diperankan oleh perempuan. Karena masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa perempuanlah yang lebih layak untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini dapat dilihat juga dari penggunaan lagu bunda yang menunjukan secara langsung bahwa iklan ini mengarah kepada perempuan perempuan yang adalah seorang Ibu.

Pada tahun 2017, Masako menggunakan satu keluarga sebagai pemeran iklan mereka. Dalam iklan ini ada penggunaan lagu latar yaitu adalah lagu yang berjudul Bunda. Lalu ada juga dua pernyataan yaitu adalah "ibu yang masak pasti enak" dan "bu masakin lagi dong". Dalam kedua pernyataan ini dapat dilihat bagaimana ini tugas memasak diarahkan kepada ibu dan memberi kesan bahwa ibulah yang memiliki peran untuk "melayani" suatu keluarga dalam segi pekerjaan domestik. Ini dapat dilihat dari penggunaan lagu latar Bunda dan bagaimana tokoh yang sering disorot ketika melakukan kegiatan memasak adalah ibunya tersebut.

Sadarlah!

Dari ketiga iklan masako ini kita dapat lihat bahwa di dunia iklan pun budaya patriarki ini tetap dibawa. Dari tahun ke tahun kita dapat melihat bagaimana budaya ini terus tetap dianut walaupun dunia ini terus memiliki perubahan yang diakibatkan oleh perkembangan zaman yang ada. Ini bukanlah hal yang seharusnya dipertahankan karena budaya ini memposisikan perempuan sebagai nomor 2 dan memposisikan laki - laki sebagai nomor 1 karena dianggap lebih berpotensi untuk melakukan pekerjaan yang bersifat tidak domestik. Hal ini muncul karena akibat dari budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu kala yaitu adalah budaya patriaki, budaya yang menganggap laki - laki di tingkat yang lebih tinggi daripada perempuan.

Marilah kita melihat bahwa seorang perempuan adalah seorang yang penuh dengan kasih, panjang sabar, dan pemberani. Setiap dari kita memiliki hak yang sama dan potensi yang tidak kalah dari laki - laki. Sebagai bukti lihatlah sekarang banyak perempuan - perempuan yang akhirnya dapat membawa dampak positif terhadap negara ini. Oleh sebab itu marilah kita mulai menganggap kesetaraan gender itu sebagai hal yang menjadi utama di dalam dunia pekerjaan dan tidak membatasi wanita Indonesia untuk mengerjakan pekerjaan domestik saja.

"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak sanggup lagi hidup di dunia nenek moyangnya"
R.A.Kartini

Jakarta, 1 January 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun