Keperawatan adalah profesi dalam pelayanan kesehatan yang berperan penting dalam sistem kesehatan secara keseluruhan, dengan landasan ilmu pengetahuan dan prinsip etika keperawatan. Sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, keperawatan berkontribusi dalam menentukan kualitas perawatan yang diberikan, dengan menekankan pelayanan yang holistik, terkoordinasi, berkelanjutan, dan advokatif (Putri, 2024). Profesi ini mengutamakan pemberian pelayanan yang sesuai dengan standar yang berlaku, serta mewajibkan perawat untuk menjaga kompetensi mereka melalui pendidikan berkelanjutan dan pembaruan pengetahuan serta keterampilan, guna memastikan perawatan yang berbasis bukti.Â
Salah satu aspek penting dalam profesionalisme keperawatan adalah empati, yang memainkan peran kunci dalam membangun hubungan terapeutik antara perawat dan pasien. Empati meningkatkan kualitas komunikasi, memperkuat kepercayaan, dan mendukung penyembuhan pasien. Sebagai nilai inti dalam praktik keperawatan, empati tidak hanya membantu perawat memahami perasaan dan kebutuhan pasien, tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan hasil pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Dengan menunjukkan empati, perawat dapat memberikan perawatan yang lebih responsif, mendalam, dan berbasis pada kebutuhan emosional dan psikologis pasien.Â
Empati adalah kemampuan untuk merasakan situasi yang dialami orang lain, serta menempatkan diri dalam posisi mereka dan membayangkan perasaan yang mereka rasakan. Menurut Berman (2021), empati adalah kemampuan untuk memahami dunia dari perspektif individu lain dan menyampaikan pemahaman tersebut dengan cara yang menunjukkan bahwa penolong benar-benar memahami perasaan, perilaku, dan pengalaman yang mendasari emosi tersebut. Dalam konteks keperawatan, empati tidak hanya berarti merasa iba terhadap pasien, tetapi juga melibatkan tindakan konkret yang mendukung kesejahteraan mereka. Mendengarkan dengan empati mengutamakan pentingnya "hadir bersama" pasien untuk memahami mereka dan sudut pandang dunia mereka. Pemahaman ini harus disampaikan secara efektif melalui respons yang empatik, yang pada akhirnya menciptakan kenyamanan, menunjukkan kepedulian, dan membangun hubungan yang mendukung proses penyembuhan.Â
Empati memiliki peran yang sangat penting dalam membangun rasa nyaman dan kepercayaan antara perawat dan pasien. Menurut Hidayati & Mulyani (2017), empati berfungsi sebagai jembatan dalam membangun komunikasi yang efektif antara perawat dan pasien, serta mendukung terciptanya hubungan terapeutik yang positif. Hal ini memungkinkan pasien merasa lebih nyaman dan dihargai, yang pada akhirnya meningkatkan partisipasi pasien dalam proses perawatan mereka.Â
Kode etik keperawatan di Indonesia, yang dirumuskan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), menggarisbawahi pentingnya pelayanan yang berpusat pada pasien dengan menghormati hak, martabat, dan kebutuhan individu pasien. Empati merupakan elemen vital dalam penerapan prinsip-prinsip etik ini, karena membantu perawat memahami perspektif dan emosi pasien secara lebih mendalam. Prinsip seperti beneficence dan non-maleficence mengarahkan perawat untuk memprioritaskan kesejahteraan pasien, dengan empati yang memungkinkan perawat untuk mengenali kebutuhan pasien baik yang terungkap secara verbal maupun nonverbal (Potter & Perry, 2022).Â
Empati juga mendukung pelaksanaan moralitas profesional, yang meliputi nilai-nilai seperti justice, beneficence, dan non-maleficence. Dengan empati, perawat dapat memberikan perawatan yang adil, memahami latar belakang pasien, serta berbuat baik dengan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan pasien. Selain itu, empati membantu perawat dalam menghormati otonomi pasien dengan mendengarkan dan memberikan informasi yang jelas, serta membangun kepercayaan yang esensial untuk pengambilan keputusan yang tepat oleh pasien. Secara keseluruhan, empati tidak hanya memperkuat hubungan terapeutik, tetapi juga memastikan bahwa prinsip etika dan moralitas profesional dalam keperawatan diterapkan dengan tepat dan sensitif terhadap kebutuhan pasien (Stuart & Laraia, 2005). Oleh karena itu, pengembangan empati harus menjadi prioritas dalam pendidikan dan praktik keperawatan.Â
Dalam upaya meningkatkan empati dalam profesionalisme keperawatan, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan, seperti pelatihan komunikasi terapeutik berbasis empati. Hal tersebut sangat penting dalam meningkatkan kualitas interaksi antara perawat dan pasien. Komunikasi yang efektif memungkinkan perawat untuk memahami dan merespons kebutuhan emosional dan fisik pasien dengan cara yang tepat. Menurut Hidayati & Mulyani (2017), pelatihan komunikasi yang terfokus pada empati dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dengan menciptakan hubungan yang lebih terbuka dan mendalam antara pasien dan perawat. Melalui pelatihan ini, perawat tidak hanya dilatih untuk berbicara dengan pasien secara jelas dan tegas, tetapi juga untuk mendengarkan dengan penuh perhatian, menghargai perasaan pasien, dan merespons dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka benar-benar memahami dan peduli terhadap kondisi pasien.Â
Selain itu, refleksi diri dan pengembangan self-awareness bagi perawat merupakan strategi lain yang sangat penting dalam meningkatkan empati. Perawat yang memiliki kesadaran diri yang baik dapat lebih mudah mengenali dan mengelola perasaan mereka sendiri, yang memungkinkan mereka untuk lebih hadir dan empatik terhadap pasien. Refleksi diri membantu perawat untuk mengevaluasi tindakan mereka, baik dalam interaksi profesional maupun dalam konteks emosional. Hal ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana perasaan dan sikap mereka memengaruhi hubungan dengan pasien. Menurut Putri (2024), refleksi diri memungkinkan perawat untuk mengevaluasi pendekatan mereka dalam merawat pasien dan meningkatkan respons emosional yang lebih empatik dalam praktik keperawatan sehari-hari.Â
Kesimpulannya, empati memainkan peran yang sangat penting dalam membangun hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan pasien, yang pada gilirannya mendukung profesionalisme dalam praktik keperawatan. Dengan empati, perawat dapat memahami perspektif pasien secara mendalam, yang memungkinkan pemberian perawatan yang lebih holistik dan sensitif terhadap kebutuhan fisik, emosional, dan psikologis mereka. Selain itu, empati memperkuat komunikasi antara perawat dan pasien, mempertinggi kepercayaan, serta meningkatkan hasil kesehatan secara keseluruhan (Potter & Perry, 2022). Sebagai bagian integral dari profesionalisme, empati juga memastikan bahwa prinsip-prinsip etik dan moralitas dalam keperawatan, seperti beneficence, non-maleficence, dan keadilan, dapat diterapkan dengan baik dalam setiap aspek perawatan.Â
Implikasi dari pentingnya empati dalam praktik keperawatan adalah kebutuhan untuk memperkuat pendidikan keperawatan dan pengembangan kebijakan di rumah sakit. Pendidikan keperawatan harus mencakup pelatihan tentang keterampilan empati, serta pengembangan kemampuan komunikasi interpersonal yang efektif. Selain itu, rumah sakit perlu mengadopsi kebijakan yang mendukung praktik empatik dalam pelayanan kesehatan, seperti memberikan pelatihan reguler bagi perawat dan membangun lingkungan kerja yang mengutamakan hubungan yang berbasis pada rasa hormat dan empati terhadap pasien. Penelitian oleh Hidayati & Mulyani (2017) mengungkapkan bahwa pengembangan keterampilan empati dalam pendidikan keperawatan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan dan rumah sakit untuk memberikan perhatian serius terhadap pengembangan empati sebagai bagian dari profesionalisme keperawatan.
Referensi:
Berman, A. T., Snyder, S., & Frandsen, G. (2021). Kozier & erb's fundamentals of nursing, global edition (11th ed.). Pearson Education.
Hidayati, S., & Mulyani, D. (2017). Pengaruh Empati Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit X. Jurnal Keperawatan Komunitas, 8(3), 167--174.Â
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. (2022). Fundamentals of nursing (11th ed.). Elsevier - Health Sciences Division.Â
Putri, N. (2024). Pengembangan Kompetensi Keperawatan dalam Meningkatkan Profesionalisme dan Empati Perawat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(1), 45--53.Â
Stuart, G. W., & Laraia, M. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing (8th ed.). Mosby.Â
Townsend, M. (2014). Psychiatric mental health nursing 8e (8th ed.). F.A. Davis Company Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H