***
Sepulang sekolah, kami dipanggil ke ruang BK. Raisya menceritakan kronologis kejadian tadi secara tidak lengkap. Belum mulai aku berbicara, sebuah tamparan mendarat di pipiku.
"Mira. Kamu jadi orang kenapa pelit banget? Kamu itu orang kaya, sudah sepatutnya berbagi dengan orang lain!" Guru itu menceramahiku. Aku hanya bisa diam, sambil menahan tangis.
"Sudah! Kalau besok-besok terjadi kejadian seperti ini lagi. Kamu ibu keluarkan dari sekolah ini! Cepat minta maaf kepada Raisya." Ucap guru itu. Aku hanya bisa diam menatap wajah puas Raisya.
"Nungguin apa kamu? Cepat minta maaf!" Ucapnya ketus.
"..Aku minta maaf, Raisya. Aku menyesal telah menjadi orang yang pelit. Tolong, maafkan aku." Ucapku tidak ikhlas.
"Mira, aku tau kamu adalah anak yang baik. Aku juga minta maaf sebelumnya karena sudah meneriakimu.." Ekspresinya yang begitu menipu rasanya membuatku muak. Ia mendekatkan kepalanya ke telingaku dan berbisik, "bagus, teruslah seperti itu, anak baik."
Emosiku sudah di ujung tanduk. Aku benar-benar muak. Ingin sekali aku menampar di wajah yang selalu ia rawat itu. Tetapi tak bisa, ada banyak mata yang mengawasi kami. Jika aku salah langkah, bisa jadi aku tidak akan bersekolah lagi disini.
***
Keesokan harinya, aku kembali menjalani hariku seperti dulu, sebelum bertemu dengan Raisya. Hidup damai menjadi seorang penyendiri yang terbuli.
"Hei Raiya, lihat itu! Ada orang yang dulu mempermalukanmu." Ujar salah satu teman Raisya. Raisya kini sudah bertemu dengan geng barunya.
"Wah~ lihat itu, ada Mira. Orang yang suka mempermalukan si bintang sekolah, padahal dianya malu-maluin" Ujar temannya yang lain. Mereka tertawa terbahak-bahak, sebelum Raisya menenangkan.
"Udahlah teman-teman, ga baik ngejek orang lain. Tapi kalau dia mah, bebas aja kita" Tambah Raisya. Merekapun tertawa, tapi aku sudah biasa.
Hari demi hari di sekolah ku lewati dengan tabah. Aku ingin melapor kepada guruku atas apa yang sudah dilakukan Raisya. Namun apa daya, Raisya yang merupakan anak kesayangan guru pasti akan langsung terlepas dari tuduhan itu, malah aku yang bakal di cap iri dan sombong karena tidak mau berteman dengannya.
Semakin lama tingkahnya semakin menjadi-jadi. Semakin banyak pula orang yang tidak suka dengan dirinya, tetapi mereka bungkam. Mereka  takut dengan konsekuensinya, sehingga Raisya tetap menjadi anak kesayangan para guru.
Pada akhirnya kami berdua pun lulus dan  masuk ke sekolah lanjutan yang sama, dan bahkan duduk di kelas yang sama. Seperti biasa sejak awal ia sudah haus mencari-cari perhatian teman-temannya, para guru, bahkan kakak kelas, alias CAPER.
Sifatnya yang selalu haus perhatian semakin hari kian berkembang. Ia menjadi orang yang manipulatif, suka merendahkan orang lain, dan selalu merasa bahwa hanya dirinya yang benar, seperti sekarang.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H