Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Banyaknya penduduk yang tinggal disuatu negara akan menimbulkan beberapa persoalan, diantaranya adalah produksi sampah dan pengelolaannya. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional63 (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022. Provinsi Jawa Tengah menjadi penghasil sampah terbesar, yakni mencapai 4,25 juta ton atau 21,85% dari total timbulan sampah nasional.
Dilihat dari data tersebut, Indonesia menjadi negara dengan penghasil sampah yang cukup besar. Jika hal ini tidak diatasi dengan baik, akan menimbulkan dampak yang berakibat pada masyarakat dan lingkungan. Faktanya 70,4% sampah ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di tahun 2019, dan lebih dari 380 TPA di Indonesia, setidaknya ada 8.200 hektar yang sebagian akan atau sudah penuh oleh tumpukan sampah. Hal ini berarti bahwa masyarakat indonesia belum dapat melakukan pembuangan dan pengelolan sampah dengan tepat.
Pembuangan sampah dan limbah yang sembarangan hingga pengelolaan sampah yang tidak tepat menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan mulai dari air, udara, dan tanah. Selain merusak lingkungan kita, pencemaran akibat sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan kita dengan timbulnya berbagai penyakit. Untuk menghindari dampak negatif tersebut perlu dilakukan pembuangan dan pengelolaan sampah dengan tepat. Lalu bagaimana cara pembuangan dan pengelolaan sampah yang tepat?
Pembuangan dan pengelolaan sampah yang tepat dapat dimulai dari pengelolaan pada sampah rumah tangga , yaitu dengan memisahkan sampah organik, anorganik dan B3.
Pertama, sampah organik dapat kita kompos menggunakan metode lubang biopori. Dengan lahan secukupnya seperti kedalaman lubang sekitar 100 cm serta diameter 10 cm, lubang biopori ini dapat menjadi tempat untuk membuang sampah organik apapun sekaligus daerah resapan air. Metode pengelolaan sampah biopori hanya membutuhkan investasi berupa pipa beserta tutupnya di awal pembuatan. Manfaat dari biopori ini diantaranya yaitu mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos, menyuburkan tanaman, meningkatkan daya resapan air, meningkatkan kualitas air tanah, dan mengurangi genangan air penyebab penyakit. Lubang biopori dibuat di pekarangan rumah milik warga, kebun, dan pinggir jalan.
Kedua, sampah anorganik dapat kita daur ulang (recycle) dengan membuat karya baru hand made, atau kerajinan tangan yang dapat menghasilkan uang. Sampah botol plastik dan kaleng dapat dijadikan pot untuk membudidayakan tanaman. Selain itu, Bank sampah bisa menjadi solusi untuk pengolahan sampah anorganik. Prinsipnya adalah tiga tahap yaitu memilah, menyortir, dan menjual. Pemilahan sampah anorganik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu kertas, plastik, botol, maupun besi. Setelah dipisah dan dikelompokkan, kita bisa membawanya ke bank sampah. Ketika sudah ada di bank sampah, nantinya sampah akan masuk sebagai deposito. Sampah akan ditimbang di bank dan dikonversikan dalam bentuk uang.
Ketiga, pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan 4 metode:
1. Metode Kimia (Chemical Method)
Pertukaran ion, pengendapan, oksidaksi, dan pengurangan adalah metode-metode yang masuk ke kategori metode kimia yang bertujuan untuk merubah bentuk limbah menjadi gas tidak beracun atau merubah sifat limbah menjadi netral atau tidak berbahaya
2. Metode Termis (Thermal Method)
Metode termis adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengatasi limbah berbahaya ini, dimana penggunaan mesin insenerator digunakan. Di mesin insenarator, limbah di bakar hingga menjadi karbon dioksida, uap air, dan butiran debu.