Memang mudah mencari kesalahan orang lain dibanding boroknya diri sendiri. Saat Anda sudah berani menentukan seorang salah dan tidak kemudian menghakiminya, merasa paling benar dan orang lain salah. Sudah dipastikan Anda seorang yang berani, berani menjadi egois.Â
Perlu kita ingat, hakikat keberadaan hidup manusia, selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan dalam cara berpikir serta caranya untuk mengendalikan diri.Â
Manusia diberikan nafsu dan hasrat untuk mencapai tujuan hidup, keinginan dan kebutuhan masing-masing melalui ragam karakter yang berbeda.Â
Namun demikian, dengan keberagaman hal tersebut, adakalnya apa yang diinginkan tak sesuai dengan yang dibutuhkan.Â
Hasrat dan nasfu yang tak pernah puas kadang-kadang menjadikan manusia tamak dan timbullah keinginan untuk mengenyampingkan orang lain demi memenuhi segala hasrat keinginan yang belum terwujud. Â Hal ini seringkali menjadi bahan pergunjingan, masalah bahkan bentrokan satu dan lainnya.Â
Jika diibaratkan kehidupan seperti piring dalam sebuah lemari. Piring-piring tersebut tentu tidak akan beradu dengan piring dari lemari yang lain, akan tetapi dengan piring yang ada dalam lemari itu sendiri.Â
Ada yang hanya retak, terbelah bahkan sampai pecah berkeping-keping tanpa sisa. Begitu halnya dengan kehidupan, acapkali kita bersinggungan antara yang satu dengan yang lain.Â
Ragam karakter, kehidupan sosial, kebiasaan, agama, lingkungan adalah sebagian dari pemicu hal yang melatarbelakangi sebuah perdebatan.Â
Pada umumnya, dengan segala perdebatan yang terjadi. Masing-masing pihak punya argumen pembenaran sama-sama benar.Â
Bukan sama-sama salah untuk menyudahi perdebatan. Merasa dirugikan, dikhianati kemudian mencari simpati ke sana kemari demi memperoleh empati.Â
Hal itu banyak dilakukan bagi mereka yang sudah mengakui sebuah kesalahan yang dilakukan namun tidak mau mengakui kesalahan itu.Â