Saat mendengar kata sampah, hal yang biasanya terbayangkan adalah perasaan jijik, bau, juga kotor. Tak peduli itu sampah organik maupun anorganik, sampah tetap saja menjadi bagian yang harus dibuang dan disingkirkan.Â
Setiap orang menghasilkan sampah, setiap rumah tangga, setiap rumah menjadi penghasil sampah. Lalu bagaimana dengan pabrik dan perusahaan yang juga kian marak dewasa ini? Kehadiran manusia juga makin ramai. Seiring yang meninggalkan juga banyaklah yang dilahirkan. Produktif. Ironisnya semakin banyak manusia, maka kondisi sampah juga semakin menumpuk banyak. Lihat desaku! Desaku memang mulai ramai, bergerak memapah menjelma sebuah kota.Â
Sebuah terminal, tak jauh dari tempat tinggalku. Hanya saja setiap pagi terkadang sore sebuah aroma tak sedap seringkali menghuni perumahan kami. Umpatan-umpatan banyak dilontarkan mulut-mulut dengan sumpah serapah. Kemudian, jika menengok ke belakang. Lihatlah, ada sebuah gunung di sana. Bukan gunung yang ditumbuhi rerumputan dan pepohonan, akan tetapi dipenuhi dengan tumpukan. Ya, tepatnya tumpukan sampah. Memang tak ada yang berbahaya, karena kondisi di bawahnya adalah paparan sawah hijau yang membentang.Â
Gunung sampah di desaku memang sudah lama. Sepertinya sebelum saya lahir, tempat pembuangan sampah ini telah hadir. Seluruh sampah di bagian Cianjur kota dihimpun di TPA Pasir sembung ini. Menarik memang, sambil sesekali tercengang. Entah sudah berapa ton sampah yang menumpuk di sini.Â
Adapun kita selaku manusia dengan penyumbang sampah, semoga bisa lebih bijaksana. Terlebih di musim penghujan ini. Sampah-sampah yang menghuni parit yang jarang dibersihkan tentu akan menjadi tempat paling nyaman bagi nyamuk. Mari kita jaga selalu lingkungan kita. Kalau bukan kita siapa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H