Inilah kisah seorang tabi’in yang mulia bernama Ar-Rabi’ bin Khaitsam. Beberapa orang ingin memfitnahnya untuk menghalanginya dari mendekatkan diri kepada Allah. Mereka ingin memfitnahnya melalui wanita.
Mereka mendatangi seorang wanita yang sangat cantik. Mereka menjanjikan hadiah sebesar 1000 dirham jika wanita ini berhasil memfitnah Ar-Rabi’ bin Khaitsam... Begitulah, mereka selalu berusaha menggunakan wanita-wanita jalang dan memperalat wanita-wanita ini untuk tujuan bermaksiat kepada Allah.
Wanita itu kemudian menyetujui permintaan mereka...
Maka dia memakai pakaian terindah, parfum yang terbaik, dan kemudian menunggu Ar-Rabi’ bin Khaitsam disekitar masjid untuk kemudian menggodanya.
Ar-Rabi’ saat itu sedang menuju masjid, beliau berjalan melangkahkan kakinya kearah Baitullah. Di tengah-tengah perjalanan muncullah wanita tersebut menghadangnya, dengan busana yang mengundang syahwat, serta parfum yang menyengat. Benar-benar sebuah fitnah yang besar!!
Ar-Rabi’ terkejut. Lalu apakah yang dilakukannya didepan fitnah besar ini? Beliau menyadari jika wanita itu sedang lalai, mungkin ada iblis berwujud manusia yang sedang menggerakkannya.
Maka Ar-Rabi’ berusaha untuk menghilangkan kelalaian wanita itu, dengan sebuah nasehat yang dapat menyinari hatinya, membangunkan jiwanya dan menghidupkan akalnya.
Mari kita perhatikan nasehatnya !!!
Ar-Rabi’ berkata,
Bagaimanakah dirimu, seandainya demam menyerangmu, lalu mengubah warna kulit dan keindahan tubuhmu?”
“Bagaimana dirimu, seandainya Malaikat pencabut nyawa datang kepadamu, lalu dia mencabut nyawamu?”
“Bagaimana dirimu, jika Munkar dan Nakir menanyaimu?”
Kata-katanya singkat, tetapi penuh dengan makna. Demi Allah, ini adalah nasehat yang tepat sasarannya langsung mengenai jiwa, harta dan akal sekaligus.
Apa yang terjadi pada wanita itu begitu mendengar nasehat tersebut?
Jiwa wanita itu menerima untaian-untaian nasehat tersebut. Lalu kembalilah dia kepada fitrah-nya.
......fitrah-nya yang takut kepada Allah....
Akibatnya .... dia berteriak lalu pingsan...
Kita bertanya-tanya, siapakah yang memberinya kecantikan?
Bukankah yang memberinya juga mampu mengambilnya kembali?
Benar, Dia mampu melakukan hal tersebut?
Dapat melalui penyakit, atau usia lanjut yang menyebabkan wajah menjadi keriput, dapat melalui kecelakaan yang dapat menyebabkan rusaknya bagian-bagian tubuh;
Atau bisa juga melalui kematian...kecantikan adalah suatu Keindahan yang tidak kekal. Cacing-cacing tanah akan memakannya cepat atau lambat.
Jadi mengapa mesti bermaksiat???
Allah tidak melarang wanita menunjukkan keindahannya kepada suaminya. Dia pun diperbolehkan berhias untuk suaminya dengan baju terbaik dan berparfum dengan parfum yang terbaik pula.
Lalu mengapa sebagian wanita berhias saat keluar dari rumah, dengan menggunakan perhiasan terbaik dan parfum yang terharum. Sementara untuk suaminya dia tidak berhias meskipun hanya sepertiganya?
Marilah kita kembali ketopik awal...
Wanita itu kemudian sadar dari pingsannya. Taubat karena Allah, dan selanjutnya dia rajin beribadah kepada Allah.
Selang beberapa waktu dia wafat. Pada hari wafatnya, dia seperti sebatang pohon yang terbakar karena zuhud dan ketekunannya beribadah.
Bagaimana dengan diri kita???
Sumber: Khoirunnisaa il’aalamiina- mawaaqifa nisaaiyati masyriqotin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H