Mohon tunggu...
CHANDRA YUSUF RAMADHAN 1
CHANDRA YUSUF RAMADHAN 1 Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Chandra Yusuf

sibuk

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi Indonesia Era Soekarno

12 Oktober 2021   10:15 Diperbarui: 12 Oktober 2021   12:18 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik luar negeri Soekarno yang lebih condong ke kiri memunculkan kecemburuan dari pihak barat. Inggris mencoba menggabungkan wilayah koloninya di Semenanjung Malaka, Singa-pura dan Kalimantan Utara menjadi satu dalam Federasi Malaysia. Rencana ini kemudian ditentang oleh Pemerintah Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Federasi Malaysia merupakan Negara bentukan Inggris, dan hal ini memungkinkan bagi Inggris untuk melakukan kontrol atas Asia Tenggara khususnya Indonesia sebagai tetangga terdekat. Presiden Soekarno mengumumkan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Presiden Soekarno kemudian membentuk kekuatan baru, yaitu The New Emerging Force (NEFO) sebagai representasi negara-negara dunia ketiga sebagai kekuatan baru untuk melawan kedigdayaan The Old Establsihed Force (OLDEFO) yang berisikan negara-negara maju. Memasuki penghujung tahun 1965 hubungan antara Indonesiasemakin erat dengan Cina. Apa yang dilakukan Soekarno ini sebenarnya sebagai salah satu upaya untuk mengimbangi kekuatan militer di dalam politik Indonesia yang semakin menguat.

Beberapa tahun berlalu setelah Indonesia mengikrarkan diri sebagai negara yang memiliki pandangan politik luar negeri bebas aktif, politik luar negeri Soekarno mulai ia arahkan ke kiri, dan hal ini memunculkan kecemburuan dari pihak bar-at. Pada tahun 1961, Inggris mencoba menggabungkan wilayah koloninya di Semenanjung Malaka, Singapura dan Kalimantan Utara menjadi satu dalam Federasi Malaysia. Rencana ini kemudian ditentang oleh Pemerintah Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Federasi Malaysia merupakan Negara bentukan Inggris, dan hal ini memungkinkan bagi Inggris untuk melakukan kontrol atas Asia Tenggara khususnya Indonesia sebagai tetangga terdekat. Ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia semakin ditegaskan oleh Presiden Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965, Presiden Soekarno mengumumkan Indone-sia keluar dari keanggotaan PBB. Presiden Soe-karno kemudian membentuk kekuatan baru, yaitu The New Emerging Force(NEFO) sebagai repre-sentasi negara-negara dunia ketiga sebagai kekuatan baru untuk melawan kedigdayaan The Old Establsihed Force (OLDEFO) yang berisikan negara-negara maju. Memasuki penghujung tahun 1965 hubungan antara Indonesia semakin erat dengan Cina. Apa yang dilakukan Soekarno ini sebenarnya sebagai salah satu upaya untuk mengimbangi kekuatan militer di dalam politik Indonesia yang semakin menguat. Pada masa ini pula kesehatan Presiden Soekarno mulai mengalami penurunan dan menjadi jalan pembuka bagi munculnya revolusi untuk menggantikan posisi Presiden Soekarno sebagai penguasa tunggal Indonesia.

Bagi Soekarno tentang Non-Blok itu relevan dengan pemikiran Nehru dan Tito. Mereka menegaskan bahwa politik Non-Blok yang telah dianut pemerintah mereka masing-masing dan yang sedang dijalankan mereka, bukanlah politik netral, netralisme ataupun politik pasif, tetapi adalah politik aktif, positif, dan konstruktif yang berusaha untuk menciptakan satu perdamaian bersama sebagai satu-satunya dasar bagi keamanan bersama (Sabir, 1990:20-21). Politik Nonblok tidak netral, tidak pasif dan negatif, bahkan aktif dan positif. Sekarang perkataan Non-Blok dapat diberi bermacam interpretasi, tetapi pada umumnya kata itu dipakai dan dibuat kurang lebih dengan pengertian Non-Blok terhadap kekuatan blok dunia. Non-Blok juga memiliki arti yang negatif, tetapi jika anda memberinya konotasi positif, dia akan berarti negara-negara yang berkeberatan terhadap pengelompokan blok yang bertujuan perang, aliansi militer dan sebagainya. Oleh karena itu kita jauh dari hal ini dan kita berminat untuk melemparkan beban kita untuk menciptakan perdamaian. Dalam kenyataannya apabila timbul krisis yang menyangkut kemungkinan perang, justru oleh karena kita Non-Blok hendaknya mendorong kita bertindak, mendorong kita berpikir dan mendorong kita untuk merasakan bahwa kini lebih dari sebelumnya terserah pada kita apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah malapetaka datang menimpa kita. (Sabir, 1990:22-23).Gerakan Non-Blok memang tidak mempu-nyai kekuatan ekonomi apalagi kekuatan militer. Gerakan Non-Blok pada dasarnya lebih banyak merupakan kekuatan moral, namun dimensi kegiatannya mencakup masalah global. Non-Blok giat memperjuangkan politik apartheid yang merupakan aspirasi rakyat Afrika, memper-juangkan anti zionisme yang merupakan aspirasi negara-negara Arab, dan giat menentang kolonial-isme dan imperialisme yang saat itu menyangkut masalah dua pertiga penduduk dunia. Jadi , Janganlah ada salah paham. Nonblok bukanlah netralitas. Ini bukan sikap pura-pura alim atau munafik dari seseorang yang menjauhkan diri dari penyakit menular. Politik Nonblok bukanlah politik mencari posisi netral jika ada peperangan, politik Nonblok bukanlah politik netral tanpa warna sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun