Sekitar dua bulan lagi Tahun 2018 akan berakhir. Artinya masih dalam hitungan tahun, kita akan menuju Tahun 2020. Tetapi, gaung pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 (SP 2020), sudah mulai terdengar. Sudah mulai ramai dibahas diberbagai media , terutama media sosial, tentang kegiatan cacah jiwa yang dilaksanakan di Indonesia setiap sepuluh tahun sekali itu.
Apakah Sensus Penduduk itu ?
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Sensus Penduduk, yang selanjutnya disingkat SP, adalah pendataan seluruh penduduk Indonesia, baik yang bertempat tinggal di wilayah hukum Indonesia maupun yang bertempat tinggal di luar negeri. SP 2020 direncanakan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia pada Bulan Juni Tahun 2020.
Lembaga negara yang bertugas melaksanakan kegiatan SP 2020 adalah Badan Pusat Statistik (BPS), yang tentunya melibatkan  stakeholder terkait demi suksesnya helatan nasional tersebut. Seperti kita ketahui bersama bahwa BPS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang bertugas untuk menyediakan statistik dasar untuk kepentingan perencanaan pembangunan oleh pemerintah juga  memenuhi kebutuhan masyarakat akan data statistik.Â
Layaknya kegiatan berskala nasional lainnya, saat ini BPS sedang melakukan berbagai persiapan menyongsong pelaksanaan SP 2020. Berbagai rapat inter kementerian dilakukan untuk mempersiapkan sebaik-baiknya pelaksanaan pendataan skala nasional ini. Salah satu yang sedang menjadi fokus persiapan adalah mengenai metode yang digunakan untuk melakukan pendataan.
Selama ini, dalam pelaksanaan Sensus, baik itu Sensus Ekonomi (SE), Sensus Pertanian (ST), BPS masih menggunakan teknologi PAPI (Paper Assisted Personal Interviewing). Petugas pendata, di BPS biasa disebut dengan pencacah, melakukan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan mesin scanner.
Seiring kemajuan teknologi informasi, saat ini sedang dikaji penggunaan CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing), yaitu teknik wawancara dimana petugas pendata (pencacah) menggunakan tablet / smartphone, untuk membantu proses wawancara.Â
Dalam skala yang lebih kecil, sebetulnya BPS sudah menggunakan teknologi ini pada kegiatan survei rutin yang dilakukan. Tetapi penggunaan CAPI pada kegiatan sensus belum pernah dilakukan. Penggunaan CAPI memang sangat mendukung dan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan sebesar SP 2020, sebut saja bahwa kegiatan tabulasi dan analisis data bisa dilakukan dengan lebih cepat.Â
Tetapi dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan, ada konsekuensi yang harus dibayar mahal, sebut saja mahalnya biaya pengadaan gadget untuk mendukung teknologi CAPI.Â
Belum lagi kita ketahui bersama bahwa masih ada wilayah di Indonesia yang belum terjangkau sinyal seluler, dan berbagai permasalahan lain yang sedang dan terus dikaji untuk memperoleh formula yang terbaik demi suksesnya kegiatan SP 2020.
Terkait dengan pengadaan gawai yang nantinya digunakan oleh para petugas pencacah yang jumlahnya mencapai ratusan ribu seluruh Indonesia, salah satu skema yang memungkinkan dilakukan adalah BYOD (Bring Your Own Device). Petugas pencacah menggunakan gawainya masing-masing dalam pelaksanaan tugasnya. Tentunya, dengan berbagai ketentuan terkait standar minimal teknologi yang nantinya akan digunakan.
Sementara itu, untuk mengantisipasi belum meratanya sinyal seluler dan minimnya fasilitas yang ada di suatu wilayah, kombinasi penggunaan teknologi PAPI dan CAPI sepertinya menjadi pilihan terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H