Mohon tunggu...
Chandra Situmeang
Chandra Situmeang Mohon Tunggu... Dosen -

Silahkan Kunjungi :\r\nhttp://www.chandrasitumeang.com/riwayathidup.php

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Uang Muka Mobil Buat Pejabat: Apa Benar Presiden Kecolongan?

6 April 2015   15:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu perkembangan di negara ini yang patut kita syukuri adalah keterbukaan atas informasi terkait anggaran baik nasional (APBN) dan daerah (APBD). Salah satu tonggak penting, adalah tindakan Ahok di DKI yang telah menginisiasi minat dan keingintahuan publik tentang pengalokasian anggaran yang bersumber dari pajak mereka. Di tingkat nasional, pembahasan terkini terkait Peraturan Presiden (Perpres) pemberian uang muka untuk pembelian mobil pejabat. Saya, demikian juga mayoritas rakyat Indonesia, sama sekali tidak mengetahui bahwa fasilitas ini sudah ada sejak lama. Ketua DPR sebagai pengusul kenaikan besaran bahwa peningkatan uang muka pembelian mobil untuk peningkatan kinerja para pejabat tersebut. Sebuah rasionalisasi yang bagi saya sangat dipaksakan. Usulan tersebut kemudian berlanjut dan presiden mensyahkannya dalam bentuk Peraturan Presiden.

Saya melihat bahwa pemerintah tidak punya niatan untuk menyembunyikan pengalokasian anggaran ini, justru terkesan membiarkan publik tahu karena justru sekretariat kabinet yang pertama memberikan informasi terkait hal ini ke publik melalui website mereka. Apakah pemerintah memang mengharapkan publik bersuara keras? Jika ini dimaksudkan untuk balas budi atau tunduk pada DPR, harusnya ada upaya Setkab untuk “menyembunyikan” dari ruang publik. Namun seperti yang sudah dapat diduga bahwa setelah diketahui publik, sudah pasti publik bereaksi menolak dengan sangat keras. Publik kita jarang memiliki memori yang baik tentang pejabat, sehingga nurani masyarakat tidak ingin pejabat menikmati fasilitas yang menyenangkan. Hal ini diperparah karena publik melakukan perbandingan langsung antara fasilitas yang “nikmat” tersebut dengan kenyataan hidup bahwa mayoritas masyarakat kita harus berhemat mencukupkan penghasilan yang diterima di tengah harga yang melambung.

Setelah mendapat protes keras dari publik (yang mungkin memang sudah didesain akan seperti itu), Presiden Jokowi justru mengaku kecolongan dalam penerbitan Perpres tersebut. Dia mengatakan bahwa ada prosuder yang dilewatkan yaitu Rapat Terbatas (Ratas). Ratas seharusnya dilakukan jika Perpres menyangkut keuangan negara dalam jumlah yang cukup besar. Namun ternyata Perpres ini hanya melalui tahapan paraf dari pejabat dibawah Presiden tanpa ratas. Dalam logika saya terdapat ketidaksesuai fakta dalam kronologi kejadian. Seandainya Jokowi memang kecolongan, maka Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kecolongan tersebut bahkan dia bisa dituduh menipu Presiden. Jika dia secara sengaja menghilangkan tahapan Ratas agar anggaran tersebut disetujui tanpa banyak mengundang polemik, mengapa pula dia mengupload seluruh proses penerbitan Perpres melalui website Sekretariat Kabinet hingga publik tahu? Pada sisi lain apakah Seskab dan Menkeu  berani secara sengaja menutupi informasi tersebut dari Jokowi? Kapan saja Seskab dan Menkeu bisa diganti oleh Jokowi jika sampai presiden merasa ditipu bawahannya. Lalu apa benar Jokowi kecolongan atau sesungguhnya dia sudah tahu? Saya sendiri memiliki keyakinan Jokowi tidak mungkin tidak tahu detail Perpres ini. Apakah ini mungkin sebuah strategi menolak usulan DPR dengan “meminjam” tangan rakyat sekaligus mempermalukan si pengusul (DPR yang berasal dari Parpol)? Apa tidak mungkin esensi sebenarnya dari kejadian ini, adalah Jokowi sedang berkata ke DPR “Saya setuju loh sebenarnya makanya saya tandatangan Perpres itu, tetapi rakyat menolak keras”

Jokowi beberapa kali diduga melakukan politik "pinjam tangan" ini. Jokowi berbeda dengan Ahok yang bicara sangat kasar. Kita tak bisa berharap Jokowi akan meniru Ahok, dan berkata “Uang muka mobil nenek lu”. Jokowi dan orang-orang dekatnya diduga melakukan tindakan deparpolisasi yang terstruktur dengan membuat parpol dan DPR seperti si jahat yang tidak pro-rakyat. Mungkin saja kejadian ini adalah salah satu tindakan dalam rangka mencapai tujuan deparpolisasi tersebut. Gerakan deparpolisasi ini sudah mulai membuat cemas parpol, bukan hanya parpol oposisi tetapi juga partai pendukung Jokowi sendiri. Tetapi sekalipun strategi yang dihipotesakan diatas benar ataupun jika ternyata Jokowi memang kecolongan, kedua alternatif tersebut akan mendatangkan dampak negatif. Publik akan mempersepsikan Jokowi tidak berani memikul tanggung jawab kesalahan dengan kata-kata dia yang cenderung menyalahkan jajaran dibawahnya. Bagaimanapun tanggungjawab pemerintahan ada di tangan Jokowi, sekalipun yang salah adalah bawahannya. Lebih fatal lagi, Jokowi akan dipersepsikan tidak hati-hati mengelola negara ini dengan membuat putusan secara sembarangan. Dalam politik memang tak ada yang mudah untuk dicerna, semua strategi dilaksanakan di wilayah abu-abu, semua berpulang pada niat di dalam hati para pelakunya.

Dapat dilihat juga di : http://chandrasitumeang.com/artikel_isi.php?id_ar=75

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun