Menurut teori patriarki, sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama sering kali membatasi peran perempuan. Namun, dalam konteks perempuan adat Jawa, ini juga mendorong mereka untuk menemukan cara-cara kreatif untuk tetap berkontribusi dalam masyarakat. Teori gender menekankan bahwa peran gender adalah konstruksi sosial, sehingga perempuan adat Jawa dapat mengubah peran mereka melalui pendidikan dan kesadaran gender.
Penelitian tentang tradisi Rewang menunjukkan bahwa perempuan adat Jawa memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan budaya melalui praktik gotong royong. Studi juga menunjukkan bahwa program-program pemberdayaan yang fokus pada pendidikan dan pelatihan keterampilan dapat membantu perempuan adat Jawa mengatasi hambatan misoginisme dan meningkatkan peran mereka dalam masyarakat.
Kesimpulan
Dengan memahami aspek positif dari tantangan misoginisme, kita dapat lebih menghargai peran perempuan adat Jawa dalam menjaga dan melestarikan budaya tradisional. Selain itu, ini juga mendorong upaya pemberdayaan yang lebih efektif untuk meningkatkan peran perempuan adat dalam masyarakat.
Perempuan adat di Indonesia, khususnya di Jawa, sering kali menghadapi tantangan patriarki dan misoginisme yang membatasi peran mereka dalam masyarakat. Namun, di balik tantangan ini, perempuan adat menunjukkan kekuatan, ketahanan luar biasa dan keselarasan dalam pelaksanaan aturan dan norma adat misoginisme sebagai upaya untuk melestarikan dan memberdayakan budaya mereka. Misalnya, dalam tradisi Rewang, perempuan Jawa memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan budaya melalui praktik gotong royong. Meskipun patriarki membatasi peran mereka di ruang publik, perempuan adat Jawa tetap berkontribusi secara signifikan dalam menjaga identitas budaya melalui kesadaran dan dedikasi yang disalurkan dari generasi ke generasi selaras dengan harmoni kekeluargaan dan keluhuran. Mereka tidak hanya menjadi penjaga tradisi, tetapi juga agen perubahan yang aktif dalam komunitas mereka. Dengan pendidikan dan kesadaran yang meningkat, perempuan adat mampu mengatasi hambatan misoginisme dan patriarki, serta memainkan peran penting dalam pemberdayaan budaya di Indonesia. Upaya mereka dalam melestarikan budaya tradisional tidak hanya memperkuat identitas komunitas, tetapi juga memberikan contoh inspiratif tentang bagaimana perempuan dapat menjadi pemimpin dan pelestari budaya dalam menghadapi tantangan sosial.
Referensi :
Abidin, J. Z., Huriani, Y., Zulaiha, E., Uin, S., Gunung, D., & Bandung, I.; (2023). Perempuan Berdaya: Memperkuat Peran Perempuan dalam Budaya Tradisional. Socio Politica, 13(2), 67--76. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/socio-politica
Arauf, M. A. (2023). The Existence of Women in the Traditional Rituals of the Jatilawang Bonokeling Community in Banyumas Regency. International Journal of Social Science and Religion (IJSSR), 347--366. https://doi.org/10.53639/ijssr.v4i3.187
Isnawati, R., & Isnaini, E. (2022). Feminisme Islam dalam Perspektif Raden Ajeng Kartini. Indonesian Journal of Islamic ..., 4(1), 41--62. http://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijitp/article/view/11554%0Ahttp://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijitp/article/download/11554/7037
Kumalasari, R. (2020). PEREMPUAN DAN KETAATAN: Analisis Terhadap Hadis Ketundukan Istri pada Suami. Jsga, 02(02), 35--51.
Putri, S. A. R. (2021). Potret Stereotip Perempuan di Media Sosial. Representamen, 7(02). https://doi.org/10.30996/representamen.v7i02.5736