Mohon tunggu...
Chandra MP Widnyana
Chandra MP Widnyana Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis Warga

Kadang terlelap dalam pikiran, lantas keluar menjadi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menelisik Korupsi dengan Perspektif Rational Choice Institutionalism

12 Februari 2024   12:36 Diperbarui: 12 Februari 2024   12:57 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lembaga (dok/Kompas.com)

Secara luas, korupsi dikenal sebagai bentuk tindakan yang buruk atau menyimpang. Biasanya korupsi ini muncul akibat dari adanya kepentingan yang ingin dicapai oleh segelintir orang. Mereka bisa saja melakukan segala macam hal untuk memenuhi kepentingannya dengan segala cara. 

Jika melihat dengan perspektif politik secara luas, maka korupsi ini bisa terjadi dikarenakan segelintir orang memiliki power di dalam instrumen negara. Dengan mempergunakan power tersebut, segelintir orang ini bisa memanipulasi, memonopoli, ataupun menyembunyikan segala sesuatu yang sedang dibuatnya. Hal tersebutlah yang digunakan untuk mencapai kepentingan yang mereka ingin capai.

Hal tersebut sering kali memunculkan sebuah kata lumrah, bahwa ketika berhubungan dengan pelayanan publik harus adanya "pelumas" agar bisa dipercepat dalam menyelesaikan sebuah berkas. Hal seperti ini muncul akibat dari adanya kerjasama para penyelenggara pemerintahan untuk memanipulasi dan memonopoli sistem yang ada. 

Dengan masifnya perilaku seperti itu, hal tersebut juga bisa membuat negara hancur juga bisa membuat demokrasi sebuah negara itu rusak. Robert A. Dahl mengatakan bahwa dengan adanya korupsi ini bisa membahayakan demokrasi modern. Maka dari itu, perlunya responsifitas pemerintah terhadap preferensi (keinginan) warga negaranya setara politis, sebagai sifat dasar demokrasi.

Memberikan keterbukaan atau transparansi merupakan sebuah dasar yang harus dipenuhi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya ke masyawakat. 

Namun, hal ini sering kali terjadi manipulasi dalam proses transparansi anggaran ataupun kinerja. Karena tidak semua masyarakat mengerti dan memahami terkait dengan hal tersebut. 

Disamping itu juga, sebagian masyarakat memaklumi hal tersebut karena mereka lebih memikirkan mencari uang untuk makan keluarganya hari ini. Masyarakat yang seperti ini bisa dikatakan sebagai masyarakat yang sedang dilanda kemiskinan struktural. Hal ini yang disebutkan Karl Marx dengan masyarakat kelas bawah yang mengalami kemiskinan struktural tidak akan bisa bergerak secara bebas karena uang yang akan ia dapatkan dipegang oleh segelintir orang yang memiliki kontrol akan alat produksi.

Namun, bagaimana para penggiat Rational Choice Institutionalism melihat hal diatas? Mari kita bahas perlahan.

Pandangan Rational Choice Institutionalism dalam melihat korupsi

Para penggiat rational choice institutionalism berpandangan bahwa akar masalah yang terjadi harus dilihat dari bagaimana terbentuknya lembaga dan maksud dari dibentuknya lembaga tersebut. Jika melihat kasus korupsi sering kali terjadi di lembaga pemerintahan yang digunakan oleh individu untuk mencapai kepentingannya. 

Dalam hal ini teori rational choice instutionalism menyatakan bahwa kepentingan dan motivasi individu selalu menyetir segala tindakan yang akan diambilnya, dengan terlebih dahulu menghitung peluang keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari tindakan yang diambil. Teori pilihan rasional sangat beririsan dengan teori rational choice institutionalism karena itu mereka menjadi teori yang sangat berdekatan dalam melihat maksud manusia memilih sesuatu ataupun membentuk sesuatu.

Jika melihat korupsi dengan pandangan rational choice institutionalism, kita bisa melihat setidaknya para pimpinan sebuah lembaga menjalankan lembaganya seperti apa dan kebijakan yang dibuat mengarah kemana. Karena teori ini erat kaitannya sebagai teori politik, setidaknya para pemimpin lembaga ini akan mempergunakan lembaganya, sebagai berikut: pertama, memastikan bahwa ia akan bertahan setidaknya dalam periode kepemimpinanya, kedua, menciptakan mesin politik yang loyal dan akan mendukungnya, dan ketiga, menciptakan kebijakan yang efektif. Ketiga hal tersebut merupakan sebuah proses menciptakan power yang bisa ia pergunakan.

Power yang tercipta inilah sering kali digunakan untuk melakukan tindakan korupsi. Entah itu korupsi uang tingkat kecil ataupun korupsi tingkat besar. disamping itu juga bisa terjadi perilaku nepotisme di dalam suatu lembaga. Hal ini mungkin disebut sebagai korupsi lembaga. Korupsi lembaga terjadi ketiika praktik korupsi sudah melekat dan menjadi norma tidak tertulis yang terjadi dalam suatu lembaga, atau hal ini bisa disebut sebagai sistem kerja yang lumrah dilakukan. 

Dalam hal ini, akan sangat menjadi bahaya jika terus dilakukan, terlebih yang melakukan lembaga pemerintahan yang mempergunakan uang rakyat sebagai alat transaksinya. Dengan adanya hal tersebut akan menimbulkan sebuah korupsi yang telah merajalela di seluruh tingkatan lembaga negara, dengan melibatkan banyak orang dari struktur jabatan atas sampai pegawai bawah, hal tersebut bisa dikatakan sebagai korupsi yang sistematik.

Maka dari itu, masyarkat perlu mempunyai pandangan kelembagaan agar bisa menjadi "anjing penggonggong" yang terus bersuara untuk menyadarkan lembaga pemerintah akan kesalahan yang dilakukan, apalagi kesalahan tersebut sudah masuk ke dalam katagori lumrah. Hal seperti itu lah yang akan berbahaya dikemudian hari. 

Disamping itu, dengan memiliki pandangan kelembagaan, para masyarakat, aktivis antikorupsi ataupun organisasi antikorupsi bisa dengan mudah mengerucutkan pandangannya dalam memonitoring dan mengevaluasi lembaga negara ini. 

Dengan korupsi yang bisa melanda disegala lini kehidupan masyarakat, akan sangat melelahkan jika para praktisi antikorupsi mengambil semua pandangan dalam mengkaji tindakan korupsi ini, maka pandangan rational choice institutionalism bisa menjadi salah satu pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun