Perkawinan sebagai salah satu perjanjian yang merupakan perbuatan hukum, mempunyai akibat hukum. Adanya akibat hukum penting sekali hubungannya dengan sah tidaknya perbuatan hukum itu. Dalam Pasal 2 UUP disebutkan syarat sahnya perkawinan, yaitu: (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Pasal ini terdapat penegasan bahwa perkawinan, baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum yang sah apabila dilakukan menurut ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing, sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 UUP bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masingmasing agama dan kepercayan itu. Hal ini, sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945: (1) Negara berdsarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Perkawinan Campur sebagaimana dimaksud pada PPC S. 1898 No. 158 di atas, tidak dikenal dalam UU No. 1 Tahun 1974. Pasal yang dijadikan landasan perkawinan beda agama pada UUP adalah Pasal 2 ayat (1): Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan Pasal 8 hurup (f): perkawinan dilarang (f): mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin; serta Pasal 57: yang dimaksud dengan perkawinan campur dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Hukum dan Keadilan Untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Penulis : Chandra Dimuka SuharnoÂ
Hukum Tata Negara Siyasah UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H