Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kutinggal Mahkotaku di Tanah Suci

22 Mei 2024   19:11 Diperbarui: 22 Mei 2024   19:18 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahap Tahallul ini aku hanya memotong beberapa cm dari rambut gondrongku. Berdasar yang kupelajari, itu diperbolehkan dengan minimal tiga helai. Pada saat itu aku belum memutuskan untuk memangkas rambut sampai botak. Hingga keesokannya, saat hendak melakukan shalat dzuhur, aku yang tinggal di lantai 20 terpaksa ketinggalan tidak bisa mengejar shalat di Masjidil Haram karena antrian lift yang lama. Baru keluar hotel sudah masuk iqomah, dan orang-orang sudah menggelar sajadah dan berdiri hendak sholat. Maka aku pun bergabung bersama jamaah lainnya yang hendak shalat tak jauh dari halaman hotel tempatku menginap.

Usai shalat, saat itu bersama anakku, aku melihat barber shop tak jauh dari tempatku duduk. Tanpa pikir panjang, kuajak anakku untuk mencukur rambut. Awalnya Hiro tampak meragukanku. Tapi setelah kami memasuki barber dan rambutku mulai dicukur, kulihat anakku pun ikut duduk dan mau mencukur rambutnya pula.

Saat itu, pada detik-detik sebelum memasuki barber, yang kurasakan seperti menemukan momen. Terlintas di benakku, tidak ada momen lain sebesar ini. Dan niatku kala itu, aku ingin mengorbankan sesuatu yang paling kusuka dari diriku sebagai wujud pengabdian pada Sang Pencipta. Dengan melepaskan rasa kebanggaan akan mahkota yang selama ini menjadi identitasku. Aku bermaksud merendahkan diriku di hadapan Allah SWT.  Ini cara lain selain bersujud pada-NYA.

Selain sebagai wujud pengorbanan, aku juga berharap memperoleh doa dari Rasulullah dengan mencukur habis rambutku. Kumantabkan ini sebagai bagian dari melaksanakan Sunnah Rasulullah SAW.

Usai mencukur rambut, awalnya ada keinginan untuk membawanya pulang ke tanah air. Namun, karena disebutkan bahwa dengan mencukur abis rambut itu berarti juga untuk melepas dosa-dosa yang lalu, maka akhirnya kutinggalkan saja rambut tersebut di Tanah Suci.

* * *

Perjalanan hidup memang bukan perjalanan sesaat. Tiga hingga empat dasawarsa yang lalu, aku sebagai remaja yang sedang tumbuh dewasa, mengalami masa dimana biasa orang menyebutnya sebagai masa pencarian jati diri. Selain memiliki segudang rasa ingin tahu, aku memiliki satu obsesi yang entah dari mana datangnya. Sejak dari masa remaja itu, aku terobsesi untuk memiliki rambut gondrong dan ingin merasakan sensasinya.

Di benakku kala itu, "aku berniat gondrongin rambut, dan itu harus terwujud".

Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama hingga menengah atas, usaha menuju perwujudan itu mulai kucoba. Bermula dari satu dua kali lolos razia, untuk sementara waktu rambutku sempat beberapa kali menjadi yang terpanjang di sekolah. Lalu, setelah itu tertangkap oleh razia khusus yang dilakukan kepala sekolah, maka habislah rambutku dipotong dengan sadisnya.

Bisa dibilang, aku menjadi langganan operasi razia rambut secara khusus itu. Karena pada beberapa momen razia aku kerap lolos, meski akhirnya tertangkap dan habis pula rambutku oleh tangan dan kejamnya gunting kepala sekolah. Itu menjadi cerita suram saat masih duduk di bangku sekolah. Dan di sisi lain, aku kerap iri oleh siswa-siswa yang di sekolah tertentu mendapat kebebasan memanjangkan rambut. Pada waktu itu, ada beberapa sekolah di Jakarta dan Yogya yang membolehkan muridnya untuk  gondrong.

Akhirnya, di awal tahun 90an aku pun mulai bisa memanjangkan rambut sejak mulai kuliah di 'kampus tercinta, LA32'. Saat itu, tentu saja aku sudah melakukan berbagai persiapan untuk menyambut babak baru dalam hidupku ini. Kegemaranku membaca, membantuku menemukan kisah Rasulullah terkait rambut laki-laki. Seperti dikisahkan, suatu saat Sang Rasul itu melihat pemuda berambut panjang dan acak-acakan alias tidak dirawat dengan baik. Dan saat berpapasan, Sang Nabi pun memalingkan pandangannya. Menyadari Rasulullah tidak suka dengan penampilannya hari itu, keesokan harinya si pemuda menyisir rapi rambutnya sebelum keluar rumah. Lalu, saat berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW, si pemuda itu disapa dengan baik oleh Nabinya. Si pemuda itu pun berkesimpulan, bahwa yang tidak disukai bukan rambut gondrongnya, melainkan ketidakrapian dan acak-acakannya. Sementara, di riwayat lain diceritakan, Nabi Muhammad SAW pernah memanjangkan rambutnya, juga pernah memotong pendek rambutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun