Masih tersimpan dalam kenangan, ketika dulu semasa SD aku beberapa kali ikut rombongan wisata bareng teman-teman sekolah. Kuingat salah satunya yang berkesan, saat mengunjungi Situs Trowulan, di Mojokerto. Meski tidak sebanyak yang dibayangkan orang, peninggalan pada situs ini telah memberi banyak informasi akan kejayaan Kerajaan Majapahit yang merupakan salah satu kerajaan termasyhur di pulau Jawa. Tentu juga info-info lain, seperti tentang pertumbuhan agama Islam yang telah dianut semasa kerajaan ini berdiri. Kenangan itu melekat dan tak pupus oleh waktu yang terus berputar. Dan kenangan masa kecil itu mendorong niat untuk mendatangi kembali kelak andai ada kesempatan dan umur panjang. Mungkin aku akan mengunjungi bersama anakku agar menjadi perjalanan menarik.
Selain itu,  wisata favorit lainnya bareng temen-temen sekolah yaitu ke Kebun Binatang di Surabaya, pantai Kenjeran, dan banyak lagi tempat wisata lainnya yang kami kunjungi bersama-sama teman semasa sekolah. Tentu ada rasa senang dan kenangan tersendiri berwisata atau bisa disebut studi tour bersama teman sekolah. Berbeda pula dengan kenangan yang kuperoleh saat  berwisata bersama keluarga atau komunitas lainnya. Masing-masing memiliki kesan yang beragam.
Rame-Rame Tolak Study Tour
Pasca tragedi kecelakaan bus rombongan SMK Lingga Kencana di Subang yang menelan 11 korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka, di berbagai media sosial banyak pihak yang menuntut dihapuskannya kegiatan studi tour semacam itu. Cukup beralasan tuntutan itu apabila menilik betapa sedihnya para orang tua yang kehilangan putra-putrinya di saat anaknya kini memasuki masa baru usai menuntaskan pendidikan tingkat menengahnya. Dan beralasan pula sebagai wujud empati dan duka cita mendalam atas mereka yang jadi korban. Ditambah lagi banyak alasan lain yang mendasari para penuntut agar kegiatan semacam itu dihapuskan. Ada yang menganggap kegiatan tersebut minim manfaat, juga menyusahkan para orang tua yang tidak mampu secara ekonomi, dan alasan lainnya tentu saja soal keamanan atau keselamatan.
Orang tua mana yang menginginkan anaknya meninggal di saat justru seharusnya bahagia mewarnai keluarganya. Tak ada orang yang tenang hidupnya menyaksikan belasan anak menjadi korban, apalagi bila itu terjadi atas kelalaian atau tindakan tidak terpuji pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Tragedi semacam ini bukan pertama terjadi. Tercatat beberapa kecelakaan bis yang membawa siswa-siswi berkarya wisata, diantaranya yaitu Tragedi Paiton yang menewaskan 51 murid SMK Yapemda Sleman pada Oktober 2003, lalu kecelakaan maut di turunan Ciloto yang menewaskan 16 orang pelajar SMP Islam Ar-Ridho Depok, dan belum lama ini pada Januari 2024 lalu juga terjadi kecelakaan bis yang ditumpangi pelajar SMA 1 Sidoarjo dengan korban dua orang meninggal dunia. Selain masih banyak lagi deretan kecelakaan rombongan pelajar yang tentu saja membawa duka mendalam bagi kita semua.
Tentang Study Tour Dan SejenisnyaÂ
Studi tour, karya wisata, atau nama lainnya merupakan kegiatan di luar ruangan kelas yang bertujuan untuk mempelajari proses suatu hal secara langsung. Biasanya kegiatan ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan siswa, dengan mengunjungi tempat tertentu yang memiliki nilai edukasi, sejarah, budaya, atau tempat wisata tertentu.
Ada pun tujuannya meliputi beberapa hal, antara lain :
Pertama, mengembangkan minat peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi, menemukan, atau mengembangkan bakat, hobi, atau passion mereka. Kedua, memperluas pengetahuan peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi, fakta, data, atau ilmu yang baru dan relevan. Ketiga, meningkatkan adaptasi peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk menghadapi situasi, kondisi, atau tantangan yang baru dan berbeda. Keempat, meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mengaplikasikan informasi yang peserta didik peroleh dari sumber-sumber yang berbeda. Kelima, meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang, bahasa, budaya, atau profesi yang berbeda. Keenam, meningkatkan kerjasama peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan anggota kelompok yang memiliki peran, tanggung jawab, dan tujuan yang sama. Ketujuh, meningkatkan motivasi belajar peserta didik dengan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, bervariasi, dan menantang. Serta, menumbuhkan rasa cinta tanah air, dengan memberikan kesempatan untuk mengenal, menghargai, dan melestarikan kekayaan alam, budaya, sejarah, atau bangsa pada peserta didik.Â
Selain tujuan seperti tersebut di atas, kegiatan ini juga menjadi ajang memperoleh hiburan di tengah kesibukan belajar di sekolah. Peserta didik juga berkesempatan mengekspresikan diri bersama teman-temannya. Kenangan bersama teman sekolah tak kan terbeli ketika kita telah jauh meninggalkan masa itu. Kiranya tak adil kita sebagai orang tua tak memberikan kesempatan pada anak untuk merajut kenangan dengan alasan yang bukan inti permasalahan sesungguhnya.
Bangsa Kita Perlu Berbenah Total
Catatan dari berbagai kejadian kecelakaan yang berujung tragedi coba penulis rangkum, banyak unsur yang menjadi penyebabnya. Tanpa bermaksud mengingkari takdir dan kehendak Tuhan, faktor kelalaian manusia merupakan sumber terbesar penyebab terjadinya kecelakaan. Serta, faktor lain seperti kerakusan dan ketamakan manusia juga turut andil menjadi penyebab. Dan ini wajib untuk diperbaiki kalau bangsa ini hendak memperbaiki hidup dan kehidupannya agar naik level. Tentu saja ini juga untuk meminimalisir jatuhnya korban karena ulah manusia. Kita sudah cukup sering meneteskan air mata, meratapi kematian, juga penderitaan yang disebabkan oleh tindakan meremehkan hal-hal yang dianggap sepele namun berakibat fatal.
Selama ini kita seolah berbangga bahwa hal itu menjadi khas milik bangsa Indonesia. Kalau bukan begitu sepertinya enggak Indonesia banget. Tapi ketika jatuh korban, semua orang seolah paling depan mengelak, lepas tangan dari tanggung jawab. Sampai kapan ini harus dibiarkan terjadi!
Faktor kelalaian ini kerap dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan profesinya. Sudah bukan rahasia lagi, banyak pihak yang mengesampingkan pentingnya uji kelayakan kendaraan. Siapa saja yang lalai? Pasti yang pertama adalah petugas penguji. Kewenangannya diberikan sebagai tanggung jawab yang besar untuk bekerja secara profesional menguji apakah kendaraan tertentu memang layak atau tidak untuk dikendarai di jalan umum. Namun banyak kasus 'permainan kongkalikong' sehingga uji kelayakan ini dianggap formalitas belaka, bahkan kerap kita dengar bisa dipermainkan dengan uang pelicin. Apabila itu sungguh terjadi dan mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan, petugas tersebut tentu menanggung dosa yang sangat besar. Mungkin karena sulit dibuktikan, maka dianggap biasa dan lama-kelamaan dianggap sebagai kewajaran.
Pihak pemilik perusahaan bis juga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Banyak kejadian karena ingin memperoleh keuntungan yang besar, mereka enggan untuk memenuhi kelayakan kendaraan yang menjadi sumber penghasilannya. Lalu, kelalaian berikutnya juga kerap terjadi pada sopir, sebagai pengendara tak jarang mereka mengabaikan faktor profesionalitas, seperti tidak memenuhi kecukupan istirahat sebelum mengemudi, tidak melanggar peraturan lalu lintas, dan lain sebagainya. Kelalaian-kelalaian ini sudah seharusnya diminimalisir dengan sikap profesional dan penuh tanggung jawab terhadap profesinya masing-masing, agar di kemudian hari tidak terjadi lagi tragedi yang mengenaskan hingga hilangnya nyawa sia-sia. Termasuk juga pihak berwenang lain, seperti pemerintah juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan sarana dan pra sarana agar kelancaran berkendara terpenuhi dengan baik.
Di samping faktor-faktor tersebut, faktor ketamakan juga turut andil menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Di dalam berita maupun info di media sosial diungkapkan bahwa biaya yang ditanggung peserta didik untuk ikut dalam kegiatan studi tour tidaklah kecil. Namun dengan fakta bahwa kendaraan yang ditumpanginya bisa dibilang di bawah standar, patut dicurigai adanya 'permainan' pada proses penyewaan kendaraan. Kerap kita dengar adanya istilah 'uang komisi' atau cashback, dan istilah sejenis lainnya, untuk proses penyewaan kendaraan tertentu. Andai ada pihak yang mengambil keuntungan pribadi  dalam proses ini, maka dia turut pula menanggung dosa atas terjadinya tragedi itu. Praktik-praktik semacam ini sudah saatnya diakhiri, kalau bangsa ini tidak mau menghadapi penyesalan, penderitaan yang kian berlarut. Â
Anggaplah benar tudingan netizen bahwa ada oknum guru / oknum pihak sekolah yang 'bermain' untuk memperoleh keuntungan. Kasus seperti ini jelas sulit dibuktikan atau disangkal. Namun yang diperlukan adalah upaya memperbaiki atau menyudahinya. Untuk mengeliminir tudingan semacam itu, kini sudah seharusnya para pendidik atau petugas yang berwenang mulai sadar, bahwa andai itu dilakukan dapat merugikan dan berakibat fatal. Apabila guru ingin mencari tambahan pendapatan di luar profesinya, banyak cara yang ditempuh. Kalau pun masih ingin terkait dengan profesinya, kiranya menjadi penulis di Kompasiana cukup menjanjikan. Dan sepertinya banyak guru yang telah melakukannya. Atau, raihlah prestasi, seperti menjadi Guru Berprestasi yang tiap tahun diapresiasi oleh Kemndikbud. Serta masih banyak cara lain yang lebih terhormat.
Persoalan lain yang juga kerap menjadi keluhan para orang tua adalah beratnya biaya studi tour bagi ortu yang secara ekonomi pas-pasan. Seharusnya persoalan ini bisa diselesaikan dengan kerjasama baik antara para orang tua dan pihak sekolah. Harus ada pihak yang merelakan waktu dan tenaga dari pihak sekolah, dan dari pihak orang tua murid adanya kemauan dan kerja keras. Apabila para pihak menyadari bahwa kegiatan semacam ini jelas dan memiliki manfaat, artinya bisa dirancang jauh-jauh hari sebagai sebuah program yang terencana. Dalam perencanaan itu diberi keleluasaan pada orang tua murid untuk menabung atau mencicil pembayarannya sepanjang siswa bersekolah. Memang akan merepotkan bagi pihak sekolah, namun niat baik dan kerjasama yang baik tentu akan membuahkan kebaikan pula di kemudian hari. Program-program yang terencana dan teragendakan seperti ini biasanya dikesampingkan oleh pihak sekolah, karena dianggap merepotkan. Padahal kita sadar, dengan langkah dadakan dan tanpa perencanaan yang matang, sebuah program akan mendatangkan persoalan di kemudian hari.
Akhirnya, menjadi pertanyaan besar, benarkah langkah menuntut dihentikannya kegiatan studi tour itu menjadi solusi? Tanpa perbaikan semua persoalan yang terkait, kiranya bangsa ini akan jalan di tempat dan mengulangi tragedi tetap terjadi, lalu semua menyesali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H