Selepas Maghrib di selasar Surau Kampung Kami tampak beberapa orang asyik kongkow sambil menghabiskan waktu menunggu Isya’. Adalah mas Klinying yang malam itu mulai memancing pembicaraan sambil membagikan permen.
“Kalau aku bertanya, kira-kira tauladan apa yang kalian semua bisa berikan untuk bangsa dan negara ini? Apa kalian pada punya?!”
Mendadak anggota Panggon Nggedabruz, si Saklun, Pion, Don, dan Basirin dibuat bengong oleh pertanyaan mas Klinying itu. Dalam bingungnya, si Saklun justru balik bertanya, “Sampeyan abis makan apa sih mas?”
Klinying tampak selow tak buru-buru menanggapi pertanyaan Saklun itu.
Lain lagi komentar Basirin, “Kamu kayak mau kampanye cagub aja Nying?” Pandangan mata Basirin sambil menyelidiki gerak-gerik kawannya yang berpostur tinggi kurus itu.
Klinying dengan gerakan tangannya seperti menyetop komentar lain, lalu ia coba menjelaskan. “Begini, kita kan kerap mendengar kisah-kisah tauladan dari para tokoh pendiri bangsa, seperti Jenderal Soedirman yang senantiasa menjaga wudhu-nya meski dalam kondisi memimpin pertempuran melawan penjajah. Atau, Kartini yang terus mengejar cita-citanya meski sudah tidak sekolah, yaitu dengan belajar mandiri. Dan masih banyak lagi kisah tauladan dari tokoh pendiri bangsa lainnya. Apa sampeyan-sampeyan gak pingin seperti beliau-beliau itu?”.
“Owh kesana toh arahnya mase! Kirain...,” Don tampak sengaja menggantung kalimatnya, karena ia tau Basirin sudah siap bicara.
“Kirain mau seperti para "calon-calon" itu ya?! Yang ujung-ujungnya mengklaim ini itu, seperti klaim ‘kalau rakyat menghendaki dan demi bangsa negara, saya siap dipilih’. Mbelgedes!” Basirin mengakhiri pembicaraan dengan nada tinggi.
Semua yang hadir di situ dibuat tertawa.