Perjalananku ke Maluku, tepatnya di Desa Tial, Maluku Tengah, menemukan sebuah kearifan lokal yang sungguh menenteramkan.
Di Maluku, aku bukan hanya memandang langit yang biru, bermain di pantai yang menyegarkan, menyelami laut yang bertebaran ikan, serta menyusuri hutan-hutan dengan beragam hasil bumi yang terjaga. Di sini kutemukan sebuah warisan leluhur yang sejatinya sangat krusial bagi keberlangsungan hidup semua makhluk. Bukan hanya untuk manusia, namun juga semua makhluk hidup yang ada di laut dan daratan. Keberlanjutan itu terjaga karena adanya Kewang.
Awalnya aku bertanya-tanya apa itu Kewang? Bagaimana bisa mereka menjaga keberlangsungan hidup semua makhluk di tengah kemajuan zaman yang terkadang untuk bertahan hidup harus membinasakan satu dengan yang lainnya?!
Hingga akhirnya kulihat dengan mata kepala sendiri, Kewang bekerja untuk terus menjaga dan mengatur rantai kehidupan demi menjaga agar alam tetap lestari.
Warisan Leluhur Yang Terus Dipertahankan
Dari hasil perbincangan dengan Kepala Negeri Tial dan Kepala Kewang Tial, aku dibuat takjub. Betapa di sini warga masyarakatnya masih mengemban amanah leluhur berupa tradisi untuk melaksanakan Sasi Adat, yaitu bentuk larangan pengambilan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut dalam kurun waktu tertentu, sehingga memungkinkan sumber daya alam dapat tumbuh, berkembang, dan lestari.
Sementara di bumi bagian lain di negara tercinta ini, banyak kutemui warga masyarakat yang berlomba untuk mengambil atau memanfaatkan hasil bumi semaksimal mungkin, atas dasar pencapaian peningkatan perekonomian.
Pelaksanaan adat berupa Sasi Darat dan Sasi Laut di desa Tial ini telah berlangsung secara turun-temurun. Komitmen melanjutkan amanah adat ini dilaksanakan oleh pemerintah negeri, yang dibantu pelaksanaannya oleh Kewang.
Adapun tujuannya untuk menjaga ketersediaan pangan dan pemenuhan kebutuhan warga, yang memang sebagian besar warga menggantungkan hidup dari lingkungan sekitarnya.