Bagi warga masyarakat Maluku, khususnya Ambon, Makan Patita merupakan salah satu warisan budaya yang terus dijaga dan dilestarikan. Aku pun merasa bangga ikut menjadi bagian dari acara Makan Patita yang di gelar di halaman sekolah PAUD Pancaran Kasih, desa Hutumuri, Ambon ini.Â
Ya ini sebuah kebanggaan yang patut kucatat, ikut serta dalam sebuah tradisi kuliner, makan bersama dengan banyak orang dalam suasana kekeluargaan dan kebersamaan.Â
Hadir dan makan bersama, di antaranya Bunda PAUD (ibu Pj. Walikota Ambon), beberapa unsur OPD Kota Ambon, Bapak Raja Hutumuri, para orang tua murid, warga dan tokoh masyarakat desa Hutumuri, serta banyak lagi yang lainnya.Â
Memang ini bukan untuk acara ulang tahun desa, ulang tahun kota atau acara adat lainnya, ini merupakan bagian dari rangkaian acara peningkatan peran orang tua dalam upaya membudayakan makan sehat bagi anak-anak generasi emas.
Dalam makan Patita ini disajikan berbagai jenis makanan tradisional Maluku seperti sagu, ikan kuah, kasbi (singkong), ubi, Â pisang rebus, ikan bakar, kohu (urap), sayur-sayuran yang diolah dalam beragam cara dan rasa, colo-colo, papeda, serta masih banyak lagi yang lainnya.Â
Pada kesempatan pertama, aku mencoba menikmati papeda dan ikan kuah. Memang ini bukan yang pertama bagiku menikmati papeda, beberapa tahun lalu pernah mencicipinya di Biak, Papua.
Dan, ini benar-benar merasakan nikmatnya makan papeda. Itu terbukti dengan menambahkan porsi yang kumakan, dalam rangka mempraktikkan cara makan papeda itu bukan dikunyah, namun lebih nikmatnya dengan cara diseruput...slurp langsung tertelan hehe.
Sambil berpikir, bahwa siang ini aku tidak makan nasi, karena memang tidak tersedia nasi, maka kuambil beberapa  potong singkong rebus dan ubi rebus, kutambahkan beberapa sayur yang diolah dengan berbagai rasa, seperti sayur bunga pepaya, dan yang lainnya, dan tentu saja ikan bakar yang sangat menggoda selera makanku.Â
Jadilah makan siang kali ini dengan porsi yang lumayan banyak. Terutama didorong oleh rasa penasaran akan rasa dari aneka masakan yang disitu banyak tersaji beragam sayuran dan ikan.
Di tengah acara, saat mengambil makan ada kejadian lucu dan sedikit konyol. Diantara berbagai makanan itu terdapat daun pepaya yang masih segar ditata rapi seperti bila meletakkan bunga pada vas untuk pajangan.Â
Kupikir itu merupakan bagian dari sajian yang bisa kita makan. Namun saat kutanyakan, justru disambut dengan tawa banyak orang. Sedikit malu sih sebenarnya, tapi maklum kan gak tahu.Â
Ternyata, potongan daun pepaya itu dipakai untuk mengusir lalat yang biasa berdatangan bila terdapat banyak makanan digelar. Tapi beruntungnya rasa malu karena tidak tahu itu tidak mengganggu selera makanku hihihi.
Dari acara Makan Patita kali ini banyak sekali pelajaran dan pengetahuan yang dapat kupetik tentunya, dan kubagikan dalam catatan ringan yang semoga bermanfaat bagi banyak pihak.
Bagi masyarakat Ambon, makan Patita juga memiliki nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya. Makan Patita merupakan bentuk penghormatan dan wujud rasa syukur kepada Tuhan, para leluhur, alam, dan juga pada lingkungan.Â
Makan Patita juga menjadi wujud dari gotong royong, toleransi, dan keramahan khas masyarakat Ambon. Dan kesan ini sangat terasa dengan keramah-tamahan pak Mark, seorang tetua yang sangat ramah dan memiliki selera humor tinggi.Â
Sehingga usai acara makan pun menjadikan para tamu yang hadir merasa nyaman untuk bercengkerama. Beliau menyampaikan banyak cerita dan kisah yang sarat akan pengetahuan dan kearifan, di samping humor yang menyegarkan.Â
Pak Mark pun juga menyampaikan beberapa budaya orang Ambon sebagai pengetahuan kami yang datang. lebih dari itu, tak terlupakan, tuan rumah juga menyajikan kopi untuk menjaga mata sang juru kamera agar tetap terjaga sehabis makan yang berkesan itu.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, aku bersyukur mendapat kesempatan berkeliling nusantara. Salah satu yang membuatku bangga menjadi Indonesia adalah banyak saudara-saudaraku dari berbagai suku bangsa yang terus menjaga dan melestarikan kebudayaannya.Â
Itu merupakan kekayaan yang menjadi milik kita semua bangsa Indonesia. Kekayaan budaya ini akan mempererat ikatan kebersamaan kita dalam balutan semangat Merah Putih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI