Jadi, jasa Emak melalui warungnya tentu bukan hanya membantuku, juga membantu mahasiswa lain dalam persoalan kesulitan uang untuk makan. Lebih dari itu, warung Emak telah berjasa bagi negeri ini yang mengijinkan para mahasiswa untuk merintis diskusi kecil, sebelum akhirnya kami dulu punya kelompok diskusi bulanan yang menjadi tempat untuk membicarakan persoalan bangsa dan negara. Dan atas kebaikan Emak dan warungnya pula, buku-buku yang menjadi sumber ilmu dapat kujual, dan keuntungannya kupakai sebagai tambahan uang jajan kala itu.Â
Ramai dan nyamannya warung Emak memang kerap menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa. Sehingga warung Emak memungkinkan untuk bertemunya ide-ide, atau bahkan banyak mahasiswa mulai merancang berbagai kegiatan kampus sambil makan, ngopi atau menikmati jajanan ala kadarnya disini.
Selain cerita-cerita soal perut dan otak, tentu saja warung Emak juga tak lepas dari persoalan hati. Dunia mahasiswa yang sarat dengan romantika, pastinya punya sejuta cerita cinta. Dan di warung Emak pula banyak pasangan yang memulai pedekate, mentraktir pasangannya, atau bahkan mungkin diam-diam ada yang menjadikan warung Emak yang tidak romantis itu sebagai tempat untuk mengutarakan isi hatinya.
Sebelum mengakhiri cerita, sudah pasti aku jadi kangen dengan Emak, sudah lama juga aku tak mengunjunginya. Doaku untukmu Emak, semoga segala kebaikan, amal, dan nasehat yang telah diberikan dibalas oleh Allah SWT. Sehat selalu ya Mak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H